SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng hingga kini belum mengalokasikan anggaran untuk pembayaran utang pada UD. Serba Jaya milik Ketut Suryata Tanaya.
Padahal, Pemkab Buleleng sudah dinyatakan kalah pada seluruh tahap persidangan, termasuk pada tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Pemerintah sengaja tak memasang anggaran pembayaran utang pada APBD 2020 mendatang. Alasannya, pemerintah masih menanti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pendapat dari BPK akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk mencatat anggaran pembayaran utang.
Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka mengatakan, selama ini pemerintah memang tak pernah mencatatkan anggaran pembayaran utang dalam APBD.
Apabila pemerintah tiba-tiba memasang anggaran itu, dikhawatirkan akan menjadi temuan saat audit BPK RI.
“Kita di pemerintah itu jelas regulasi dan aturannya. Ada BPK yang mengaudit kegiatan, program, penganggaran, dan laporan
pertanggungjawaban kita. Termasuk soal ini, nanti akan kami sampaikan saat BPK melakukan audit,” kata Dewa Puspaka kemarin.
Bukankah putusan pengadilan sudah cukup dijadikan dasar? Puspaka tak menampik hal itu. Ia mengklaim Pemkab Buleleng pada dasarnya taat dengan hukum yang berlaku. Hanya saja ada aturan-aturan keuangan yang harus ditaati.
“Secara akuntansi dan sistem keuangan itu kan ada BPK. Nanti bisa saja kami pasang anggaran utang daerah, manakala ada audit dan persetujuan dari BPK. Ini pasti kami taati, hanya saja ada mekanisme dan prosedurnya,” imbuhnya.
Apabila proses audit berjalan lancar, maka pemerintah diperkirakan akan mengalokasikan anggaran pembayaran utang pada APBD Perubahan 2020 mendatang.
Mengingat pada APBD induk 2020, pemerintah belum memasang alokasi anggaran tersebut. Sekadar diketahui, sengketa utang piutang itu berawal
dari pembelian dengan mekanisme bon oleh Bagian Perlengkapan dan Perawatan Aset Setda Buleleng, dalam kurun waktu 2008 hingga 2012 silam.
Total bon yang dilakukan Pemkab Buleleng saat itu mencapai Rp 94.479.750. Pemilik UD. Serbajaya, Ketut Suryata Tanaya kemudian berusaha melakukan upaya penagihan secara persuasif.
Lantaran mentok, pemilik usaha kemudian mengajukan gugatan dengan nomor registrasi 360/Pdt.G/2014/PN SGR.
Dalam proses gugatan itu, pemilik meminta agar pemerintah membayar pokok utang berikut denda sebesar 6 persen per tahun sejak gugatan didaftarkan.
Suryata sebenarnya sempat kalah pada tingkat pertama, banding, dan kasasi. Belakangan Suryata memenangkan perkara itu di tingkat PK.