33.9 C
Jakarta
18 Oktober 2024, 15:29 PM WIB

Intensitas Gempa Turun, PVMBG: Gunung Agung Lagi Membengkak

RadarBali.com – Secara umum intensitas gempa di lereng Gunung Agung mengalami penurunan. Hanya saja, kata Kabid Mitigasi Bencana (PVMBG) I Gede Suartika, kondisi ini tidak lantas membuat aktivitas gunung menurun.

“Karena turunnya aktivitas gempa juga bisa disebabkan kepadatan material penutup makin kecil,” ujar Gede Suantika.

Saat magma terus menekan material, maka akan pecah menjadi kecil. Sehingga kepadatan makin berkurang dan menyebabkan terbukanya pipa magma.

Menurutnya, terbantuknya pipa magma juga bisa dilihat dari indikator deformasi atau pengelembungan atau pembengkakan gunung.

Yang jelas, kata dia, semakin hari pengelembungan Gunung Agung semakin naik sekalipun dalam skala masih kecil yakni mikro meter. “Penggelembungan makin naik,” ujarnya.

Sesuai pengalaman gunung api lainnya, begitu penetapan awas beberapa jam terjadi letusan. Tapi, hal ini berbeda dengan Gunung Agung.

“Kenapa? Karena lebih dari setengah abad Gunung Agung tertidur. Akibatnya, pipa magma mengalami pembekuan dan aktivitas magma di dapur magma kesulitan menyemburkan lava keluar dari perut gunung,” tandasnya.

Nah, intensitas gempa ada kecenderungan menurun karena gunung api ini masih menyiapkan tenaga untuk membobol pipa magma.

“Ini titik kritis, tambah sedikit tenaga lagi bisa langsung jebol,” ujarnya. Yang menarik, kata dia, pascajebol tenaga langsung habis dan membeku lagi.

Berdasar catatan, Gunung Agung pernah meletus pada tahun 1808. Saat itu letusan disertai uap dan abu vulkanik.

Aktivitas Gunung Agung berlanjut pada 1821, namun tidak ada catatan mengenai dampak letusan. Pada tahun 1843, Gunung Agung kembali meletus dengan didahului dengan sejumlah gempa bumi.

Letusan ini menghasilkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung. Kemudian meletus kembali tahun 1963 seteleh tidur panjang selama 120 tahun

RadarBali.com – Secara umum intensitas gempa di lereng Gunung Agung mengalami penurunan. Hanya saja, kata Kabid Mitigasi Bencana (PVMBG) I Gede Suartika, kondisi ini tidak lantas membuat aktivitas gunung menurun.

“Karena turunnya aktivitas gempa juga bisa disebabkan kepadatan material penutup makin kecil,” ujar Gede Suantika.

Saat magma terus menekan material, maka akan pecah menjadi kecil. Sehingga kepadatan makin berkurang dan menyebabkan terbukanya pipa magma.

Menurutnya, terbantuknya pipa magma juga bisa dilihat dari indikator deformasi atau pengelembungan atau pembengkakan gunung.

Yang jelas, kata dia, semakin hari pengelembungan Gunung Agung semakin naik sekalipun dalam skala masih kecil yakni mikro meter. “Penggelembungan makin naik,” ujarnya.

Sesuai pengalaman gunung api lainnya, begitu penetapan awas beberapa jam terjadi letusan. Tapi, hal ini berbeda dengan Gunung Agung.

“Kenapa? Karena lebih dari setengah abad Gunung Agung tertidur. Akibatnya, pipa magma mengalami pembekuan dan aktivitas magma di dapur magma kesulitan menyemburkan lava keluar dari perut gunung,” tandasnya.

Nah, intensitas gempa ada kecenderungan menurun karena gunung api ini masih menyiapkan tenaga untuk membobol pipa magma.

“Ini titik kritis, tambah sedikit tenaga lagi bisa langsung jebol,” ujarnya. Yang menarik, kata dia, pascajebol tenaga langsung habis dan membeku lagi.

Berdasar catatan, Gunung Agung pernah meletus pada tahun 1808. Saat itu letusan disertai uap dan abu vulkanik.

Aktivitas Gunung Agung berlanjut pada 1821, namun tidak ada catatan mengenai dampak letusan. Pada tahun 1843, Gunung Agung kembali meletus dengan didahului dengan sejumlah gempa bumi.

Letusan ini menghasilkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung. Kemudian meletus kembali tahun 1963 seteleh tidur panjang selama 120 tahun

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/