NEGARA – Kerusakan parah hutan di utara Jembrana, ternyata bukan dongeng. Tapi, fakta. Pantauan Jawa Pos Radar Bali di hutan wilayah Desa Manistutu,
hutan yang berada dibawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Bali, memang sudah beralih fungsi menjadi perkebunan.
Pohon besar dalam hutan sudah hilang, berganti pohon pisang, rumput tanaman, dan rumput liar untuk pakan ternak.
Sebagian lahan sudah ditanami dengan tanaman buah seperti durian dan tanaman kayu hutan lainnya.
Ketua Komisi II DPRD Jembrana Ketut Suastika saat mendatangi hutan banjar Sombang, Desa Tukadaya juga melihat kondisi serupa.
Hutan ditanami pohon pisang, hutan tidak ada lagi pohon besar. Karena itu, pihaknya akan mengupayakan reboisasi bersama masyarakat, terutama pengawen di hutan yang sudah gundul tersebut.
“Saat ini saya berpikir untuk reboisasinya, menjaga tanaman yang kita tanam bisa tumbuh dan menjadikan 10 tahun kedepan hutan kita lestari,” ujarnya.
Pihaknya yakin bahwa para pengawen ini yang punya inisiatif untuk menanam pohon buah dan jenis pohon keras lainnya.
Mereka sadar bahwa mengelola hutan dengan menebang hutan akan merugikan banyak orang, merugikan petani dan merusak ekosistem dan membuat alam tidak seimbang.
“Untuk itulah para lembaga pengelola hutan siap menanam dan menjaga dan memanfaatkan sesuai aturan yang ada,” ungkap Ketut Suastika.
Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan UPTD KPH Bali Barat Agus Sugiyanto dikonfirmasi terpisah mengakui bahwa hutan di wilayah Jembrana banyak dikuasai pengawen dan ditanami pohon pisang.
Namun saat ini, pengawen sudah mulai berubah dengan menanam tanaman pohon dan pohon keras lainnya untuk mengembalikan fungsi hutan.
Bahkan, saat ini pihaknya menyediakan ribuan bibit untuk ditanam warga di daerah hutan yang sudah diawen.
Sekitar 5.000 bibit pohon buah dan 5.000 bibit tanaman pohon untuk hutan. “Kami bersama masyarakat sudah mulai memperbaiki hutan,” ujarnya.
Harapannya fungsi lindung hutan masih terjaga karena tanaman yang ditanam bisa berbuah dan memiliki kayu keras.
Bukan kayu pisang dan tanaman kecil lainnya. Penanaman pohon buah di wilayah hutan pemanfaatan, dilindungi undang-undang.
Luas keseluruhan pemanfaatan 16 ribu hektare, untuk alokasi hutan desa dan kemitraan. Tapi, belum semua blok pemanfaatan yang disiapkan belum separuh.
Akses kelola baru sekitar 5.000 hektare oleh kemitraan kehutanan dan hutan desa. Dalam akses kelola, lanjutnya, ada empat kegiatan yang boleh dilakukan.
Di antaranya pemanfaatan kawasan, pemungutan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan wisata alam dan penjualan karbon yang akan didampingi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Jadi empat kegiatan itu bisa dilakukan dalam blok pemanfaatan untuk hutan lindung maupun hutan produksi melalui hutan desa dan kemitraan kehutanan,” terangnya.
Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk menanam pohon besar dan buah, terutama oleh pengawen saat ini sangat besar.
Pasalnya, dalam melakukan penanaman dibiayai oleh negara dan diberi akses legal. “Beda dengan dulu, menjadi tindak pidana saat menanam pohon bukan kehutanan,” terangnya.
Dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memang diharapkan menanam tanaman hasil hutan bukan kayu dalam kawasan hutan lindung di blok pemanfaatan.
“Jadi merupakan arahan supaya fungsi lindungnya masih terjaga, di samping mendapatkan buah,” tandasnya.