33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:15 PM WIB

Ungkap Rahasia Besar Pelarian Carlos Ghosn

Tinggal satu pertanyaan: Carlos Ghosn dimasukkan kotak alat musik atau tidak.

Selebihnya kini sudah jelas.

Mantan CEO Nissan-Renault-Mitsubishi itu ternyata menyewa ahli sekuriti. Untuk mengatur pelariannya dari Jepang 30 Desember lalu.

Salah satunya mantan tentara Amerika Serikat.

Tentang pesawat yang dipakai lari juga sudah jelas: pesawat sewaan. Dari perusahaan penerbangan carter. Milik swasta Turki.

Nama perusahaan itu MNG Jet Airlines.

Yang menyewa bukan Carlos Ghosn. Tapi dua orang yang namanya beda sekali.

Yang satu orang menyewa pesawat jet jenis Global 5000 bikinan Bombardier Kanada. Pesawat ini cukup longgar untuk diisi 12 orang. Pun dengan susunan tempat duduk VIP.

MNG Jet memang punya pesawat jenis itu. Tapi sedang ‘mangkal’ di Dubai.

Maka yang satu orang itu menyewanya dari Dubai ke Osaka. Untuk membawa ‘barang’ dari Osaka ke Istanbul, Turki.

Di bandara Kansai Osaka pesawat hanya berhenti sebentar. Hanya untuk mengisi bahan bakar. Dan menaikkan ‘barang’ itu.

Jenis pesawat Global 5000 memang bisa terbang sampai 11.000 Km. Jarak Osaka-Istanbul tidak masalah.

Sewa pesawat jenis ini USD 10.000 per jam. Sehingga total sewanya hari itu sekitar Rp 1,3 miliar.

Nilai segitu tentu bukan uang banyak untuk kelas CEO seperti Ghosn.

Selain orang itu ada satu orang lagi yang juga menyewa pesawat milik MNG Jet Airlines.

Untuk jurusan pendek Istanbul-Lebanon. Hanya 2 jam penerbangan.

Yang disewa pun pesawat jet yang lebih kecil.

Pihak MNG Jet tidak tahu kalau dua penyewaan itu terhubung satu sama lainnya.

Perusahaan itu juga tidak tahu kalau ada ‘barang’ bernama Carlos Ghosn di dalamnya.

Orang seperti Ghosn sudah biasa menggunakan jasa pesawat pribadi seperti itu.

Ke mana-mana ia selalu menggunakan pesawat seperti itu. Saat menjadi CEO di Nissan-Mitsubishi-Renault.

Bagi perusahaan persewaan pesawat sendiri biasanya tidak peduli siapa penumpangnya. Yang penting pembayarannya sudah lunas.

Perlakuan imigrasinya pun khusus. Toh penumpang pesawat seperti itu biasanya kalangan VIP.

Apalagi kalau tidak ada nama Carlos Ghosn di daftar penumpangnya.

Dipilihnya bandara Osaka –dan bukan Haneda Tokyo– pasti dikaitkan dengan keamanan seperti itu.

Tapi ada juga riskannya: Ghosn harus naik mobil dulu. Selama enam jam. Dari Tokyo ke Bandara Osaka.

Pengaturan waktunya harus ketat. Jam kedatangan pesawat dari Dubai dan kedatangan mobil dari Tokyo harus benar-benar tepat waktu.

Jadi, apakah Ghosn dimasukkan kotak atau tidak masih jadi perdebatan.

Pihak keamanan Jepang melihat ada Ghosn di CCTV. Ia terlihat meninggalkan rumah itu. Jelas terlihat di CCTV yang dipasang di luar rumah –tempat Ghosn menjalani tahanan rumah di pusat kota Tokyo.

Yang juga sudah jelas Ghosn masuk ke Lebanon menggunakan paspor Prancis. Ditambah id card sebagai warga Lebanon.

Ternyata, selama ini Ghosn punya dua paspor Prancis. Dua-duanya disita. Tapi belakangan Ghosn meminta kembali salah satunya. Dengan alasan untuk kalau lagi dapat izin jalan-jalan keluar rumah.

Petugas di Turki kini sudah menahan tujuh orang –empat di antaranya pilot. Tapi para pilot itu kemungkinan besar akan bisa bebas. Mestinya. Mereka tidak tahu kalau ada Ghosn di dalamnya. Bisa dibuat tidak tahu. 

Memang hanya ada dua orang di pesawat itu. Dua-duanya bukan Ghosn.

Salah satunya adalah karyawan GNM Jet sendiri.

Yang akan jadi korban tampaknya si staf MNG Jet. Yang tidak melaporkan skenario pelarian Ghosn itu ke manajemen.

Justru manajemen GNM yang membuat laporan ke polisi. Bahwa salah satu stafnya berbuat kriminal.

Satu pertanyaan Ghosn masuk kotak atau tidak sepertinya juga bakal terungkap. Ketika staf GNM Jet sudah diperiksa secara tuntas.

Ups… Masih ada satu pertanyaan lagi: siapa yang menghubungi petugas sekuriti yang disewa untuk mengatur semua itu? Siapa pula yang melaksanakan transaksi dan pembayaran sewa sekuriti itu?

Adakah peran itu dipegang istri Ghosn, Carole?

Ghosn mengaku semua itu ia sendiri yang mengatur. Istrinya tidak terkait sama sekali. Tidak ada juga orang lain yang ikut mengatur.

Itulah keterangan kedua Ghosn dari Lebanon. Untuk membersihkan nama istrinya –entah bisa bersih atau tidak.

Jepang sendiri akhirnya minta bantuan Interpol. Pemerintah Lebanon juga sudah menerima permintaan Interpol itu.

Tinggal polisi Lebanon saja. Mau menangkap atau tidak. Kalau pun mau menangkap bukan berarti akan diserahkan ke Jepang. Lebanon tidak punya hubungan ekstradisi dengan Jepang.

Ghosn sendiri tentu tidak keberatan diadili di Lebanon. Ia sudah mengatakan tidak ingin menghindari proses hukum. Yang ia hindari adalah ketidakadilan di Jepang. Misalnya, bagaimana bisa orang ditahan 108 hari tanpa tahu kapan akan diadili.

Di Lebanon Ghosn bisa berharap dapat kebebasan. Kalau pun dihukum wujudnya adalah denda. Yang ia pasti mampu membayarnya.

Sampai tadi malam –saat Jakarta dan sekitarnya masih banjir– dunia juga masih dibanjiri berita tentang Ghosn.

Setidaknya Ghosn bisa ikut menghibur korban banjir –biar pun DI’s Way tidak menulis tentang banjirnya sendiri.

Itulah banjir yang sisi sentimen politiknya lebih kental dari bencana alamnya.(Dahlan Iskan)

Tinggal satu pertanyaan: Carlos Ghosn dimasukkan kotak alat musik atau tidak.

Selebihnya kini sudah jelas.

Mantan CEO Nissan-Renault-Mitsubishi itu ternyata menyewa ahli sekuriti. Untuk mengatur pelariannya dari Jepang 30 Desember lalu.

Salah satunya mantan tentara Amerika Serikat.

Tentang pesawat yang dipakai lari juga sudah jelas: pesawat sewaan. Dari perusahaan penerbangan carter. Milik swasta Turki.

Nama perusahaan itu MNG Jet Airlines.

Yang menyewa bukan Carlos Ghosn. Tapi dua orang yang namanya beda sekali.

Yang satu orang menyewa pesawat jet jenis Global 5000 bikinan Bombardier Kanada. Pesawat ini cukup longgar untuk diisi 12 orang. Pun dengan susunan tempat duduk VIP.

MNG Jet memang punya pesawat jenis itu. Tapi sedang ‘mangkal’ di Dubai.

Maka yang satu orang itu menyewanya dari Dubai ke Osaka. Untuk membawa ‘barang’ dari Osaka ke Istanbul, Turki.

Di bandara Kansai Osaka pesawat hanya berhenti sebentar. Hanya untuk mengisi bahan bakar. Dan menaikkan ‘barang’ itu.

Jenis pesawat Global 5000 memang bisa terbang sampai 11.000 Km. Jarak Osaka-Istanbul tidak masalah.

Sewa pesawat jenis ini USD 10.000 per jam. Sehingga total sewanya hari itu sekitar Rp 1,3 miliar.

Nilai segitu tentu bukan uang banyak untuk kelas CEO seperti Ghosn.

Selain orang itu ada satu orang lagi yang juga menyewa pesawat milik MNG Jet Airlines.

Untuk jurusan pendek Istanbul-Lebanon. Hanya 2 jam penerbangan.

Yang disewa pun pesawat jet yang lebih kecil.

Pihak MNG Jet tidak tahu kalau dua penyewaan itu terhubung satu sama lainnya.

Perusahaan itu juga tidak tahu kalau ada ‘barang’ bernama Carlos Ghosn di dalamnya.

Orang seperti Ghosn sudah biasa menggunakan jasa pesawat pribadi seperti itu.

Ke mana-mana ia selalu menggunakan pesawat seperti itu. Saat menjadi CEO di Nissan-Mitsubishi-Renault.

Bagi perusahaan persewaan pesawat sendiri biasanya tidak peduli siapa penumpangnya. Yang penting pembayarannya sudah lunas.

Perlakuan imigrasinya pun khusus. Toh penumpang pesawat seperti itu biasanya kalangan VIP.

Apalagi kalau tidak ada nama Carlos Ghosn di daftar penumpangnya.

Dipilihnya bandara Osaka –dan bukan Haneda Tokyo– pasti dikaitkan dengan keamanan seperti itu.

Tapi ada juga riskannya: Ghosn harus naik mobil dulu. Selama enam jam. Dari Tokyo ke Bandara Osaka.

Pengaturan waktunya harus ketat. Jam kedatangan pesawat dari Dubai dan kedatangan mobil dari Tokyo harus benar-benar tepat waktu.

Jadi, apakah Ghosn dimasukkan kotak atau tidak masih jadi perdebatan.

Pihak keamanan Jepang melihat ada Ghosn di CCTV. Ia terlihat meninggalkan rumah itu. Jelas terlihat di CCTV yang dipasang di luar rumah –tempat Ghosn menjalani tahanan rumah di pusat kota Tokyo.

Yang juga sudah jelas Ghosn masuk ke Lebanon menggunakan paspor Prancis. Ditambah id card sebagai warga Lebanon.

Ternyata, selama ini Ghosn punya dua paspor Prancis. Dua-duanya disita. Tapi belakangan Ghosn meminta kembali salah satunya. Dengan alasan untuk kalau lagi dapat izin jalan-jalan keluar rumah.

Petugas di Turki kini sudah menahan tujuh orang –empat di antaranya pilot. Tapi para pilot itu kemungkinan besar akan bisa bebas. Mestinya. Mereka tidak tahu kalau ada Ghosn di dalamnya. Bisa dibuat tidak tahu. 

Memang hanya ada dua orang di pesawat itu. Dua-duanya bukan Ghosn.

Salah satunya adalah karyawan GNM Jet sendiri.

Yang akan jadi korban tampaknya si staf MNG Jet. Yang tidak melaporkan skenario pelarian Ghosn itu ke manajemen.

Justru manajemen GNM yang membuat laporan ke polisi. Bahwa salah satu stafnya berbuat kriminal.

Satu pertanyaan Ghosn masuk kotak atau tidak sepertinya juga bakal terungkap. Ketika staf GNM Jet sudah diperiksa secara tuntas.

Ups… Masih ada satu pertanyaan lagi: siapa yang menghubungi petugas sekuriti yang disewa untuk mengatur semua itu? Siapa pula yang melaksanakan transaksi dan pembayaran sewa sekuriti itu?

Adakah peran itu dipegang istri Ghosn, Carole?

Ghosn mengaku semua itu ia sendiri yang mengatur. Istrinya tidak terkait sama sekali. Tidak ada juga orang lain yang ikut mengatur.

Itulah keterangan kedua Ghosn dari Lebanon. Untuk membersihkan nama istrinya –entah bisa bersih atau tidak.

Jepang sendiri akhirnya minta bantuan Interpol. Pemerintah Lebanon juga sudah menerima permintaan Interpol itu.

Tinggal polisi Lebanon saja. Mau menangkap atau tidak. Kalau pun mau menangkap bukan berarti akan diserahkan ke Jepang. Lebanon tidak punya hubungan ekstradisi dengan Jepang.

Ghosn sendiri tentu tidak keberatan diadili di Lebanon. Ia sudah mengatakan tidak ingin menghindari proses hukum. Yang ia hindari adalah ketidakadilan di Jepang. Misalnya, bagaimana bisa orang ditahan 108 hari tanpa tahu kapan akan diadili.

Di Lebanon Ghosn bisa berharap dapat kebebasan. Kalau pun dihukum wujudnya adalah denda. Yang ia pasti mampu membayarnya.

Sampai tadi malam –saat Jakarta dan sekitarnya masih banjir– dunia juga masih dibanjiri berita tentang Ghosn.

Setidaknya Ghosn bisa ikut menghibur korban banjir –biar pun DI’s Way tidak menulis tentang banjirnya sendiri.

Itulah banjir yang sisi sentimen politiknya lebih kental dari bencana alamnya.(Dahlan Iskan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/