RadarBali.com – Dua tahun sisa masa jabatan DPRD Bali bakal dilalui dengan gelimang pundi-pundi rupiah. Ini menyusul rencana kenaikan penghasilan anggota dewan.
Tidak tanggung-tanggung, penghasilan DPRD Bali dari uang representatif (gaji pokok), tunjangan komunikasi intensif dan reses dirancang naik hingga tujuh kali lipat.
Kenaikan itu bisa terealisasi jika Ranperda Tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD disetujui dan disahkan.
Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry mengatakan, kenaikan penghasilan atau pendapatan dewan harus memenuhi beberapa syarat.
Dijelaskan, acuan pertama kenaikan adalah PP No.18 Tahun 2017. PP tersebut harus dituangkan dalam Perda.
Acuan kedua yaitu Permendagri tentang klasifikasi atau penggolongan kemampuan keuangan daerah. Permendagri tersebut juga harus dijabarkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
Pemberian hak keuangan dan administrasi dewan harus berdasarkan atas kelayakan, kepatutan, dan standar-standar yang telah ditetapkan.
Penghitungannya oleh lembaga appraisal yang bersertifikat, dan mempunyai izin profesional.
“Semua ini masih rancangan. Harus tunggu Permendagri, Perda dan Pergub dulu. Kalau semua disahkan, mau tidak mau ya harus (naik) dan dimasukkan dalam APBD,” jelas Sugawa dikofirmasi kemarin (17/7).
Ditanya kapan kenaikan penghasilan dewan bisa terealisasi, Sugawa menyebut semua tergantung pengesahan regulasi. “Bisa APBD induk 2018 atau perubahan 2018,” jelas politisi Golkar asal Buleleng itu.
Sementara itu, Ketua Pansus Ranperda Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD, I Wayan Gunawan mengungkapkan, turunnya Permendagri juga dinanti untuk penetapan KUA PPAS rancangan APBD Perubahan 2017.
Mengingat, hak keuangan dan administrasi dewan bersifat melekat. Artinya, sambung Gunawan, wajib untuk diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD untuk mendukung kelancaran tugas dan fungsi sebagai wakil rakyat.
Selain itu, lanjut Gunawan, besaran penghasilan ataupun tunjangan dewan juga tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2006.
“Hak dari konsepsi legalitasnya sudah menjadi kewajiban konstitusional sesuai dengan kapasitas keuangan daerah untuk membayar hak itu. Kami tidak semena-mena, kan ada lembaga appraisal yang menentukan itu selain Permendagri,” terang Gunawan.