NEGARA – Masalah abrasi Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Negara, Jembrana, sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir.
Puluhan meter daratan sudah habis terkikis dan menjadi lautan, puluhan rumah sudah hancur bahkan hilang.
Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada upaya untuk membuat tanggul penahan abrasi. Bahkan warga yang rumahnya hancur tidak mendapat bantuan hanya dengan dalih tanah yang ditempati merupakan tanah negara.
Warga kecewa karena selama ini hanya dijadikan “jualan” untuk kepentingan politik. Setiap pemilu selalu didatangi calon dan membuat janji akan mengatasi abrasi dengan mengusulkan senderan pantai kepada pemerintah pusat.
Bahkan, Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno sempat kampanye di Pantai Pebuahan. “Kalau mau pemilu saja banyak yang datang. Tapi, janji-janji saja, setelah seperti tidak dihiraukan,” kata Yanto, salah satu warga Pebuahan.
Selain politisi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang memiliki kewenangan untuk wilayah pantai sudah membuat kajian mengenai abrasi.
Hasilnya, Pantai Pebuahan merupakan salah satu titik yang paling parah abrasi di Bali, sehingga harus segera diatasi. “Sudah lama kami berharap agar ada solusi penahan abrasi, tapi belum ada realisasi,” terangnya.
Menurut pengusaha kuliner ikan bakar ini, bangunan usahanya sudah banyak yang rusak akibat abrasi parah.
Bahkan akibat pasang dan gelombang tinggi sejak tiga hari terakhir daratan yang terkikis sekitar 5 meter. “Dapur warung makan sudah kena sebagian, hampir ambruk,” terangnya.
Akibat abrasi yang terjadi sudah ada puluhan rumah yang hancur, termasuk masjid dan sekolah rusak. Sementara pemiliknya mengungsi ke rumah lebih aman.
“Kalau jumlah dari dulu sudah banyak rumah yang rusak dan hilang,” kata Klian Banjar Pebuahan Kanzan.
Menurutnya, selama ini warga yang terdampak abrasi sudah mendapat bantuan dari Dinas sosial berupa sembako dan kebutuhan lainnya.
Sedangkan untuk rumah yang rusak dan hilang tidak ada bantuan karena tanah tempat berdirinya rumah merupakan tanah negara. “Alasannya sepadan pantai, tanah milik negara,” terangnya.
Hal tersebut juga diakui Kepala BPBD Jembrana I Ketut Eko Susilo Artha Permana saat ditanya mengenai tindak lanjut setelah pendataan korban dampak abrasi.
Menurutnya, rumah yang rusak dan hilang berada di tanah negara sehingga sulit untuk memberi bantuan seperti membuat rumah bagi warga.