SINGARAJA –Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali akhirnya membatalkan sertifikat
kepemilikan yang terbit pada lahan Puskesmas Pembantu (Pustu) Bungkulan dan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Sawan.
Pembatalan itu terjadi setelah warga mengadukan kejanggalan proses penerbitan sertifikat hak milik pada 18 Juli 2019 lalu.
Pembatalan itu tertuang dalam SK Kepala Kanwil BPN Bali Nomor 0010/Pbt/BPN.51/I/2020 tertanggal 10 Januari 2020.
SK itu ditandatangani Kepala Kanwil BPN Bali Rudi Rubijaya. Keputusan itu telah diterima BPN Kabupaten Buleleng pada Jumat (10/1) pekan lalu.
Namun baru diumumkan dan disosialisasikan pada Senin (13/1) pagi lalu. Sejumlah tokoh masyarakat di Desa Bungkulan pun mendatangi BPN Kabupaten Buleleng untuk mendapat kepastian pembatalan SK itu.
Di antaranya terlihat tokoh masyarakat I Ketut Sumardhana dan Putu Suarsana Bakas, Kelian Banjar Dinas Dauh Munduk Nengah Radia,
Kelian Pecalang Desa Adat Sari Besikan Dewa Made Susila Yadnya, Pecalang Banjar Adat Sema Gede Widiasa, dan Sekretaris Tim Penyelamat Aset Desa Bungkulan Gede Widiasa.
Kepala BPN Kabupaten Buleleng Komang Wedana mengatakan, sejak SK pembatalan itu terbit, pihaknya telah menindaklanjuti dengan pencoretan sejumlah dokumen.
Di antaranya bukti ukur dan buku tanah. Dengan begitu, Sertifikat Hak Milik (SHM) 2426/Desa Bungkulan seluas 800 meter persegi atas nama I Ketut Kusuma Ardana, dibatalkan.
Wedana mengungkapkan, ada sejumlah cacat administrasi yang ditemukan dalam proses penerbitan sertifikat.
Di antaranya tanda tangan penyanding yang tidak sesuai, serta sejumlah ketentuan lainnya.
“Karena kami temukan unsur cacat administrasi, maka SK pembatalan itu dapat diterbitkan. Jadi ini bukan semata-mata laporan dari masyarakat.
Kami memang temukan bukti hasil penelitian di lapangan. Malah kami sampai dua kali melakukan gelar perkara di kanwil,” kata Wedana.
Setelah SK pembatalan itu terbit, pihak pertanahan akan menempelkan pengumuman SK pembatalan di Kantor Pertanahan dan Kantor Perbekel Bungkulan.
Selain itu pihak pertanahan juga akan menyurati Ketut Kusuma Ardana selaku pemegang SHM 2426/Desa Bungkulan, yang kini telah dibatalkan.
“Kalau yang bersangkutan (Ketut Kusuma Ardana, Red) keberatan, bisa ajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
Intinya sebelum SK (pembatalan) ini terbit, kami sudah pelajari secara cermat dan hati-hati. Sehingga kemungkinan untuk digugat kembali sudah kami antisipasi,” jelasnya.
Bagaimana dengan SHM 2427/Desa Bungkulan yang kini dimanfaatkan sebagai Lapangan Umum Bungkulan?
Wedana mengatakan pembatalan sertifikat itu masih dalam proses. Pihaknya tengah menanti rekomendasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sebab sertifikat itu tengah dijadikan agunan di bank.
Sementara itu Sekretaris Tim Penyelamat Aset Desa Bungkulan Gede Widiasa mengatakan, pembatalan itu sudah menjadi harapan masyarakat di Desa Bungkulan.
Mengingat lahan-lahan yang sempat diklaim milik pribadi itu, dijadikan fasilitas umum oleh masyarakat selama puluhan tahun.
“Mudah-mudahan nanti bisa dimohonkan biar jadi atas nama desa adat. Program prona ini sebenarnya bagus.
Hanya saja petugas juga harus hati-hari. Biar tidak ada kejadian seperti ini lagi di kemudian hari,” kata Widiasa.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga di Desa Bungkulan sejak beberapa bulan terakhir terus menggerudug Kantor Pertanahan Buleleng.
Mereka meminta Kantor Pertanahan mencabut sertifikat hak milik yang terbit di atas Lapangan Umum dan Pustu Desa Bungkulan.
Masing-masing Sertifikat Hak Milik (SHM) 2427/Deas Bungkulan dan SHM 2426/Desa Bungkulan.
Keduanya atas nama I Ketut Kusuma Ardana yang kini tercatat sebagai Perbekel Bungkulan. Sertifikat itu terbit lewat Program Nasional Agraria (Prona) 2013 lalu.