32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 16:27 PM WIB

Modifikasi Kursi Roda, Tak Mau Repotkan Orang saat Bepergian Jauh

Seorang penyandang disabilitas atau difabel, kerap mengalami kesulitan saat bepergian. Terutama yang mengalami gangguan gerak (tuna daksa).

Penyandang disabilitas di Singaraja, memilih melakukan modifikasi kursi roda secara mandiri, agar tak merepotkan orang lain saat bepergian.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

MATAHARI sedang tinggi. Tepat berada di atas kepala. Suasana di sebuah toko binatu (laundry) yang ada di Jalan Tri Brata, Kelurahan Beratan, juga terlihat lengang.

Di dalam toko itu, Putu Sudarsana, 44, warga Kelurahan Paket Agung, tengah suntuk di depan laptop milknya. Pria yang akrab disapa Beni itu duduk di sebuah kursi roda.

Di sudut ruangan lainnya, terparkir sebuah sepeda motor yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga memiliki sebuah sespan. Kondisinya berdebu. Sudah berbulan-bulan tak digunakan.

“Modifikasinya masih kurang pas. Setangnya masih goyang-goyang. Jadi belum nyaman dikendarai,” kata Beni saat ditemui di rumahnya siang kemarin.

Sedangkan di sudut lainnya, sebuah kursi roda yang baru tuntas dimodifikasi, terparkir rapi. Kursi roda itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menyerupai sepeda roda tiga.

Alat bantu itu dimodifikasi sehingga memiliki daya dorong yang bersumber dari dinamo. Sehingga seorang difabel bisa menggerakannya secara mandiri, tanpa harus kerepotan.

Kursi roda modifikasi itu dikerjakan oleh Beni. Ide membuat kursi roda modifikasi itu sudah muncul sejak setahun lalu. Sejak ia menerima bantuan kursi roda dari Yayasan Puspadi Bali.

Beni merupakan salah seorang peyandang disabilitas yang kini mukim di Kelurahan Beratan. Meski tinggal di Beratan, ia tercatat sebagai warga di Kelurahan Paket Agung.

Maklum lokasi rumahnya dengan tapal batas antar kelurahan, hanya beberapa langkah saja. Sejak umur setahun, Beni mengidap polio.

Sehingga pertumbuhan kakinya mengalami gangguan. Akhirnya hampir sepanjang hidupnya, ia harus berada di atas kursi roda.

“Biasanya kalau mau pergi itu kan harus menunggu teman. Kadang saya bisa pergi, teman tidak bisa. Kadang teman bisa, saya yang tidak bisa.

Akhirnya terinspirasi buat ini, biar tidak merepotkan orang. Jadi bisa langsung pergi beraktifitas,” cerita Beni.

Awalnya desain itu ia temukan di internet, saat membuka YouTube. Ia juga meminta masukan dari para difabel lain yang tergabung dalam grup Perkumpulan Disabilitas Indonesia di jejaring sosial Facebook.

Hingga akhirnya ia memberanikan diri membuat desain kursi roda modifikasi itu. Untuk rangka tambahan, ia menggunakan besi bekas dan sisa rangka sepeda pancal.

Besi-besi bekas itu ia bawa ke tukang las, sehingga dibuat sesuai dengan desain yang ia inginkan. Untuk penggerak, ia menggunakan sebuah dinamo yang energinya disuplai lewat aki 12 volt.

Dinamo itu kemudian menggerakkan rantai yang terhubung dengan gir pada bagian depan kursi roda.

“Prinsip penggeraknya sebenarnya sama saja dengan sepeda listrik. Bedanya ini masih dalam skala kecil,” katanya.

Menurutnya kursi roda modifikasinya saat ini, masih belum final. Ia masih perlu menguji seberapa jauh jarak tempuh dengan menggunakan aki tersebut.

Selain itu kekuatan dinamo juga harus diuji lagi. Terutama saat melintasi jalur tanjakan. “Kalau memang jarak tempuhnya sedikit,

dan ngereget (tidak mampu berjalan) pas menanjak, ya harus diganti aki dan dinamonya. Biar lebih besar,” imbuhnya.

Selain itu bentuk kursi roda juga kurang mendukung. Sehingga ruang geraknya terbatas. Untuk berpindah dari satu kursi roda ke kursi roda lain, ia masih membutuhkan bantuan orang lain. Yakni dengan cara digendong.

“Rencananya mau saya desain ulang biar bisa jadi knock down. Biar lebih mudah kalau mau pindah kursi roda,” demikian Beni. (*)

 

Seorang penyandang disabilitas atau difabel, kerap mengalami kesulitan saat bepergian. Terutama yang mengalami gangguan gerak (tuna daksa).

Penyandang disabilitas di Singaraja, memilih melakukan modifikasi kursi roda secara mandiri, agar tak merepotkan orang lain saat bepergian.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

MATAHARI sedang tinggi. Tepat berada di atas kepala. Suasana di sebuah toko binatu (laundry) yang ada di Jalan Tri Brata, Kelurahan Beratan, juga terlihat lengang.

Di dalam toko itu, Putu Sudarsana, 44, warga Kelurahan Paket Agung, tengah suntuk di depan laptop milknya. Pria yang akrab disapa Beni itu duduk di sebuah kursi roda.

Di sudut ruangan lainnya, terparkir sebuah sepeda motor yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga memiliki sebuah sespan. Kondisinya berdebu. Sudah berbulan-bulan tak digunakan.

“Modifikasinya masih kurang pas. Setangnya masih goyang-goyang. Jadi belum nyaman dikendarai,” kata Beni saat ditemui di rumahnya siang kemarin.

Sedangkan di sudut lainnya, sebuah kursi roda yang baru tuntas dimodifikasi, terparkir rapi. Kursi roda itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menyerupai sepeda roda tiga.

Alat bantu itu dimodifikasi sehingga memiliki daya dorong yang bersumber dari dinamo. Sehingga seorang difabel bisa menggerakannya secara mandiri, tanpa harus kerepotan.

Kursi roda modifikasi itu dikerjakan oleh Beni. Ide membuat kursi roda modifikasi itu sudah muncul sejak setahun lalu. Sejak ia menerima bantuan kursi roda dari Yayasan Puspadi Bali.

Beni merupakan salah seorang peyandang disabilitas yang kini mukim di Kelurahan Beratan. Meski tinggal di Beratan, ia tercatat sebagai warga di Kelurahan Paket Agung.

Maklum lokasi rumahnya dengan tapal batas antar kelurahan, hanya beberapa langkah saja. Sejak umur setahun, Beni mengidap polio.

Sehingga pertumbuhan kakinya mengalami gangguan. Akhirnya hampir sepanjang hidupnya, ia harus berada di atas kursi roda.

“Biasanya kalau mau pergi itu kan harus menunggu teman. Kadang saya bisa pergi, teman tidak bisa. Kadang teman bisa, saya yang tidak bisa.

Akhirnya terinspirasi buat ini, biar tidak merepotkan orang. Jadi bisa langsung pergi beraktifitas,” cerita Beni.

Awalnya desain itu ia temukan di internet, saat membuka YouTube. Ia juga meminta masukan dari para difabel lain yang tergabung dalam grup Perkumpulan Disabilitas Indonesia di jejaring sosial Facebook.

Hingga akhirnya ia memberanikan diri membuat desain kursi roda modifikasi itu. Untuk rangka tambahan, ia menggunakan besi bekas dan sisa rangka sepeda pancal.

Besi-besi bekas itu ia bawa ke tukang las, sehingga dibuat sesuai dengan desain yang ia inginkan. Untuk penggerak, ia menggunakan sebuah dinamo yang energinya disuplai lewat aki 12 volt.

Dinamo itu kemudian menggerakkan rantai yang terhubung dengan gir pada bagian depan kursi roda.

“Prinsip penggeraknya sebenarnya sama saja dengan sepeda listrik. Bedanya ini masih dalam skala kecil,” katanya.

Menurutnya kursi roda modifikasinya saat ini, masih belum final. Ia masih perlu menguji seberapa jauh jarak tempuh dengan menggunakan aki tersebut.

Selain itu kekuatan dinamo juga harus diuji lagi. Terutama saat melintasi jalur tanjakan. “Kalau memang jarak tempuhnya sedikit,

dan ngereget (tidak mampu berjalan) pas menanjak, ya harus diganti aki dan dinamonya. Biar lebih besar,” imbuhnya.

Selain itu bentuk kursi roda juga kurang mendukung. Sehingga ruang geraknya terbatas. Untuk berpindah dari satu kursi roda ke kursi roda lain, ia masih membutuhkan bantuan orang lain. Yakni dengan cara digendong.

“Rencananya mau saya desain ulang biar bisa jadi knock down. Biar lebih mudah kalau mau pindah kursi roda,” demikian Beni. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/