DENPASAR – Dugaan pungli pemotongan insentif alias upah pungut (UP) di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali kian terang.
Berdasar informasi yang diperoleh Radarbali.id, jumlah UP terbilang sangat fantastis. Sumber menyebut dugaan pungli UPT Samsat rata-rata mencapai ratusan juta tiap triwulan.
Dihitung secara kasar dugaan pungli dimaksud mencakup Denpasar Rp 434 juta, Klungkung Rp125 juta, Gianyar Rp 280 juta, Karangasem Rp 81 juta, Tabanan Rp 173 juta,
Jembrana Rp 101 juta, Buleleng Rp166 juta, Badung Rp 293 juta, Bangli Rp 190 juta, dan Bapenda Bali Rp 600 juta rupiah. “Jadi totalnya Rp 2.443.000.000,” ungkap sumber kepada Radarbali.id.
Penelusuran Radarbali.id sesuai informasi sumber pungli miliaran rupiah ini berdalil untuk keperluan operasional, sehingga penggunaannya tidak jelas.
Anggaran yang digunakan tidak pernah dilaporkan dan dibuka secara transparan. Dalil lain adalah digunakan untuk membiayai keperluan yang tidak bisa dianggarkan dalam APBD.
Padahal, jika dikaji berdasar aturan, seluruh pegawai Bapenda berhak mendapatkan insentif atau UP. Lebih-lebih memenuhi bahkan melampaui target yang sudah ditetapkan.
Beber sumber, selama ini kelebihan target dibagi menjadi empat tahapan selama setahun dilakukan secara triwulan.
Selanjutnya setiap triwulannya para pegawai dipastikan mendapat UP sesuai dengan golongan dan target yang diraih. Selanjutnya dari UP yang diterima pegawai setiap triwulan dilakukan pemotongan secara liar.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening PNS, lalu PNS mengambil uangnya di BPD dan disetorkan ke bendahara pengeluaran pembantu di masing-masing UPT Samsat dengan dalil uang suka-duka.
Setelah semua uang terkumpul disetorkanlah ke bendahara pengeluaran induk. Bahkan setornya diterima di halaman parkir dan tidak ada tanda terima,” jelas sumber di internal Bapenda Bali ini.
Imbuhnya, UP tersebut dipotong sesuai presentase potongan dari UP yang didapat. Misalnya untuk golongan IV dipotong 8 persen, golongan III 14,5 persen, golongan II 10 persen.
Mirisnya, berembus kabar bahwa uang hasil pemotongan tanpa ada laporan dan kejelasan penggunaannya ini juga menjadi “upeti” untuk Sekda serta Gubernur dan Wakil Gubernur Bali.
“Setahu saya uang hasil pemotongan yang dibilang untuk Gubernur tidak ada, bahkan saya dengar mereka (Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, red) menolaknya.
Jadi sudah jelas uang tersebut lari ke mana,” ungkap sumber yang mengaku sangat kecewa dengan pemotongan UP tersebut.
Sumber mengaku ingin menghentikan kasus pungli di Bapenda Bali. “Ada rinciannya per UPT per triwulan ngasi uang. Per triwulan, kalau ini dikali empat bisa miliaran rupiah.
Jadi kalau total keseluruhan satu triwulan rata-rata bisa Rp 2,4 miliar. Selama ini belum pernah ada UPT yang berani tidak ngasi. Takut makejang (semua, red).
Pindah sangsinya. Otomatis be nyeh malunan (takut duluan). Daripada dipindah yang penting cang nu (saya masih) di Bapenda,” beber sumber yang menunjukan bukti lain berupa foto salah satu pegawai saat menyerahkan upeti.
Di sisi lain, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengaku akan menurunkan inspektorat untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan serta mengetahui duduk persoalan terkait dengan informasi dugaan pungli tersebut.
Dewa Indra berharap Inspektorat selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dapat merampungkan pemeriksaan dalam waktu dekat.
Hasilnya nanti akan dijadikan bahan evaluasi untuk menentukan tindakan selanjutnya. “Tim Inspektorat akan mendalami kasus ini,” kata Dewa Indra.