32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 17:45 PM WIB

Babi di Sayan Mati Beruntun, Distan Tak Bisa Pastikan Pemicu Kematian

GIANYAR – Kasus kematian babi mendadak ternyata belum tuntas. Kali ini, 6 ekor babi di Banjar Mas, Desa Sayan, Kecamatan Ubud mati secara beruntun.

Petani pun merugi hingga Rp 25 juta. Bangkai babi langsug dikubur supaya tidak menimbulkan penyakit.

Peternak babi asal Banjar Mas, I Nyoman Suparta mengaku babinya awalnya sakit, tidak mau makan. Tiga hari yang lalu, mulai ada babi mati.

“Tiga hari lalu sudah 4 ekor mati. Hari ini 2 ekor,” keluhnya. Dia merinci, 2 ekor babi tengah hamil. “Ada satu babi pejantan,” jelasnya.

Selain babi miliknya, peternak lain di satu banjar juga menceritakan nasib yang sama. Hanya saja dengan jumlah yang lebih sedikit.

“Tetangga ada juga mengalami yang sama. Tetapi mati cuma 2. Jadi di banjar sekitar 6 ekor sudah mati,” ujarnya.

Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Vetinear (Keswan-Kesmasvet) Dinas Pertanian Gianyar, I Made Santi Arka Wijaya, seizin Kadis Pertanian masih mendata jumlah kematian babi di Gianyar. 

Bahkan pendataan telah dilakukan oleh masing-masing UPT Keswan yang ada di masing-masing kecamatan. Dengan demikian data yang didapatkan lebih rinci dan pasti.

“Kalau di yang terjadi di wilayah Sayan, Ubud itu berawal dari peternak babi di Banjar Baung, Desa Sayan kasus babinya mati mendadak.

Apakah itu terpapar virus African Swine Fever (ASF) atau bukan, kami tidak bisa memastikannya dulu. Karena belum ada laporan,” ujarnya.

Santi Arka mengaku banyak peternak malah menyembunyikan kasus kematian babi mereka. Sehingga hal itu yang membuat salah satu kendala bagi petugasnya untuk melakukan pendataan.

“Alasannya kasus mati mendadak ini bisa mempengaruhi harga babi. Sedangkan kasus yang baru ada di data kami baru di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah tersebut untuk dibawa ke lab,” imbuhnya.

Ia menambahkan menyikapi meningkatnya kasus penyakit dan kematian ternak babi di Kabupaten Gianyar meluas, pihaknya akan kembali melakukan sosialisasi.

Sosialisasi tersebut disampaikan kepada para peternak babi dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan.

“Bagi peternak yang ternak babinya sudah terjangkit, ternak yang sudah mati harus dikubur. Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluràn irigasi dan tempat pembuangan akhir,” pintanya.

Dia juga meminta peternak tidak menjual ternak sakit atau mati untuk mencegah penyebaran penyakit.

“Jika kandang sudah kosong untuk sementara jangan dulu memasukkan babi sampai situasi penyakit sudah terkendali,” pungkasnya.

Sebelumnya, kasus babi mati mendadak sempat terjadi di Desa Singapadu Tengah. Ada 70 babi mati mendadak di 25 lokasi ternak. 

GIANYAR – Kasus kematian babi mendadak ternyata belum tuntas. Kali ini, 6 ekor babi di Banjar Mas, Desa Sayan, Kecamatan Ubud mati secara beruntun.

Petani pun merugi hingga Rp 25 juta. Bangkai babi langsug dikubur supaya tidak menimbulkan penyakit.

Peternak babi asal Banjar Mas, I Nyoman Suparta mengaku babinya awalnya sakit, tidak mau makan. Tiga hari yang lalu, mulai ada babi mati.

“Tiga hari lalu sudah 4 ekor mati. Hari ini 2 ekor,” keluhnya. Dia merinci, 2 ekor babi tengah hamil. “Ada satu babi pejantan,” jelasnya.

Selain babi miliknya, peternak lain di satu banjar juga menceritakan nasib yang sama. Hanya saja dengan jumlah yang lebih sedikit.

“Tetangga ada juga mengalami yang sama. Tetapi mati cuma 2. Jadi di banjar sekitar 6 ekor sudah mati,” ujarnya.

Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Vetinear (Keswan-Kesmasvet) Dinas Pertanian Gianyar, I Made Santi Arka Wijaya, seizin Kadis Pertanian masih mendata jumlah kematian babi di Gianyar. 

Bahkan pendataan telah dilakukan oleh masing-masing UPT Keswan yang ada di masing-masing kecamatan. Dengan demikian data yang didapatkan lebih rinci dan pasti.

“Kalau di yang terjadi di wilayah Sayan, Ubud itu berawal dari peternak babi di Banjar Baung, Desa Sayan kasus babinya mati mendadak.

Apakah itu terpapar virus African Swine Fever (ASF) atau bukan, kami tidak bisa memastikannya dulu. Karena belum ada laporan,” ujarnya.

Santi Arka mengaku banyak peternak malah menyembunyikan kasus kematian babi mereka. Sehingga hal itu yang membuat salah satu kendala bagi petugasnya untuk melakukan pendataan.

“Alasannya kasus mati mendadak ini bisa mempengaruhi harga babi. Sedangkan kasus yang baru ada di data kami baru di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah tersebut untuk dibawa ke lab,” imbuhnya.

Ia menambahkan menyikapi meningkatnya kasus penyakit dan kematian ternak babi di Kabupaten Gianyar meluas, pihaknya akan kembali melakukan sosialisasi.

Sosialisasi tersebut disampaikan kepada para peternak babi dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan.

“Bagi peternak yang ternak babinya sudah terjangkit, ternak yang sudah mati harus dikubur. Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluràn irigasi dan tempat pembuangan akhir,” pintanya.

Dia juga meminta peternak tidak menjual ternak sakit atau mati untuk mencegah penyebaran penyakit.

“Jika kandang sudah kosong untuk sementara jangan dulu memasukkan babi sampai situasi penyakit sudah terkendali,” pungkasnya.

Sebelumnya, kasus babi mati mendadak sempat terjadi di Desa Singapadu Tengah. Ada 70 babi mati mendadak di 25 lokasi ternak. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/