33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:00 PM WIB

370 Hektare Lahan Bandara Disewakan, Wabup: Diselesaikan Secara Adat

KUBUTAMBAHAN – Wacana pembangunan bandara internasional baru di Kabupaten Buleleng, menemui sejumlah kendala.

Terutama terkait lahan untuk proyek Bandara Bali Utara. Pasalnya, ratusan hektare lahan, kini masih dikuasai pihak ketiga dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).

Pihak ketiga melakukan perjanjian sewa menyewa dengan Desa Adat Kubutambahan. Total lahan yang dikuasai pihak ketiga, mencapai 370 hektare yang terdiri atas 61 bidang lahan.

Lahan-lahan tersebut, sebenarnya berstatus duwen pura Desa Adat Kubutambahan. Namun sejak tahun 1991, lahan itu disewakan pada PT. Pinang Propertindo. Lahan itu disewa hingga 2026 mendatang.

Krama Desa Adat kubutambahan sendiri sangat mendukung rencana pembangunan bandara baru di Bali Utara.

Krama desa adat sangat mengharapkan agar pembangunan bandara baru dapat segera terwujud sesuai aspirasi masyarakat Buleleng.

Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea mengakui paruman sudah mencapai kesepakatan yang bulat.

Dengan catatan, segala risiko dan akibat hukum yang timbul akibat proses antara Desa Adat Kubutambahan dengan pihak ketiga, harus difasilitasi oleh pemerintah.

“Astungkara tidak ada pproses hukum. Kami percayakan penuh pada pemerintah. Kami sebagai krama Kubutambahan, mengikuti apa yang jadi kebijakan pemerintah,” kata Warkadea.

Warkadea mengatakan, lantaran penguasaan lahan oleh pihak ketiga itu beralaskan perjanjian berkekuatan hukum, dia berharap agar pemerintah melibatkan mediator dalam proses tersebut.

“Harapan kami perlu ada mediator. Sehingga penyelesaian asas legalitas yang ada, bisa difasilitasi pemerintah. Langkah ini (mediasi, Red) akan kami serahkan pada tim beliau,” imbuhnya.

Bagaimana dengan biaya kompensasi? Warkadea menyebut segala resiko yang terjadi, termasuk masalah biaya, akan ditanggung bersama oleh Pemprov Bali maupun Pemkab Buleleng.

Sementara itu Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra yang dikonfirmasi terpisah mengatakan pertemuan itu hanya menyamakan persepsi antara pemerintah dengan prajuru adat.

Terkait masalah penguasaan lahan oleh pihak ketiga, Sutjidra menegaskan hal itu akan difasilitasi lewat Pemkab dan Pemprov.

“Diselesaikan lewat desa adat, serta difasilitasi pemkab dan pemprov. Jadi kalau ada permasalahan, akan difasilitasi pak gubernur. Apalagi sekarang kan adat ini ada di bawah pembinaan provinsi,” kata Sutjidra.

Di sisi lain, Kepala UPT. Barang Milik Daerah Pemprov Bali Ketut Nayaka, menolak memberikan komentar. “Silakan dengan Pak Wakil Bupati saja. Saya hadir hanya untuk menyaksikan,” ujarnya. 

KUBUTAMBAHAN – Wacana pembangunan bandara internasional baru di Kabupaten Buleleng, menemui sejumlah kendala.

Terutama terkait lahan untuk proyek Bandara Bali Utara. Pasalnya, ratusan hektare lahan, kini masih dikuasai pihak ketiga dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).

Pihak ketiga melakukan perjanjian sewa menyewa dengan Desa Adat Kubutambahan. Total lahan yang dikuasai pihak ketiga, mencapai 370 hektare yang terdiri atas 61 bidang lahan.

Lahan-lahan tersebut, sebenarnya berstatus duwen pura Desa Adat Kubutambahan. Namun sejak tahun 1991, lahan itu disewakan pada PT. Pinang Propertindo. Lahan itu disewa hingga 2026 mendatang.

Krama Desa Adat kubutambahan sendiri sangat mendukung rencana pembangunan bandara baru di Bali Utara.

Krama desa adat sangat mengharapkan agar pembangunan bandara baru dapat segera terwujud sesuai aspirasi masyarakat Buleleng.

Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea mengakui paruman sudah mencapai kesepakatan yang bulat.

Dengan catatan, segala risiko dan akibat hukum yang timbul akibat proses antara Desa Adat Kubutambahan dengan pihak ketiga, harus difasilitasi oleh pemerintah.

“Astungkara tidak ada pproses hukum. Kami percayakan penuh pada pemerintah. Kami sebagai krama Kubutambahan, mengikuti apa yang jadi kebijakan pemerintah,” kata Warkadea.

Warkadea mengatakan, lantaran penguasaan lahan oleh pihak ketiga itu beralaskan perjanjian berkekuatan hukum, dia berharap agar pemerintah melibatkan mediator dalam proses tersebut.

“Harapan kami perlu ada mediator. Sehingga penyelesaian asas legalitas yang ada, bisa difasilitasi pemerintah. Langkah ini (mediasi, Red) akan kami serahkan pada tim beliau,” imbuhnya.

Bagaimana dengan biaya kompensasi? Warkadea menyebut segala resiko yang terjadi, termasuk masalah biaya, akan ditanggung bersama oleh Pemprov Bali maupun Pemkab Buleleng.

Sementara itu Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra yang dikonfirmasi terpisah mengatakan pertemuan itu hanya menyamakan persepsi antara pemerintah dengan prajuru adat.

Terkait masalah penguasaan lahan oleh pihak ketiga, Sutjidra menegaskan hal itu akan difasilitasi lewat Pemkab dan Pemprov.

“Diselesaikan lewat desa adat, serta difasilitasi pemkab dan pemprov. Jadi kalau ada permasalahan, akan difasilitasi pak gubernur. Apalagi sekarang kan adat ini ada di bawah pembinaan provinsi,” kata Sutjidra.

Di sisi lain, Kepala UPT. Barang Milik Daerah Pemprov Bali Ketut Nayaka, menolak memberikan komentar. “Silakan dengan Pak Wakil Bupati saja. Saya hadir hanya untuk menyaksikan,” ujarnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/