SUKASADA – Tari sakral Sang Hyang Penyalin, dipentaskan di Desa Pancasari. Tarian itu terbilang jarang ditampilkan, karena ada ritual khusus yang harus dijalani.
Selain itu tak setiap saat Sang Hyang Penyalin bersedia mesolah. Tari sakral ini diketahui hanya ada di Desa Pancasari.
Pada beberapa kesempatan, seperti saat Twin Lake Festival, tari ini berhasil dipentaskan. Namun pada kesempatan lain, seperti Lovina Festival beberapa tahun lalu, tarian ini gagal dipentaskan karena faktor niskala.
Nah pada Kamis sore lalu, tarian itu sengaja dipentaskan dalam acara perayaan HUT Desa Pancasari ke-54 yang digelar di pelataran Balai Desa Panasari.
Sebelum acara HUT dimulai, dilakukan pementasan Sang Hyang Penyalin lebih dulu. Tarian ini sekaligus menjadi simbol pembersihan areal HUT, sebelum acara ulang tahun digelar.
Sebelum Sang Hyang Penyalin mesolah, anggota sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri, melakukan persembahyangan di pelinggih yang ada di areal Pasar Pancasari.
Setelah itu pemangku menghadirkan sarana upakara di depan panggung. Begitu dupa dibakar, rotan yang tadinya lemas, langsung bergerak liar. Tanda Ida Taksu sudah tedun dan merasuk kedalam rotan.
Seorang sutra membawa rotan itu berkeliling di areal acara HUT Pancasari. Terutama di sepanjang jalan menuju Banjar Dinas Dasong. Konon tari itu sengaja dipentaskan, sebagai suguhan di alam niskala. Serupa dengan pecaruan.
“Kalau pecaruan itu kan menyediakan suguhan. Kalau ini, semacam memberikan tontonan di alam niskala,” kata Ketua Sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri Gede Adi Mustika.
Di sisi lain, Perbekel Pancasari Wayan Darsana mengatakan, peringatan ulang tahun ini sebenarnya bukan tanggal pendirian desa. Melainkan momentum pergantian nama wilayah dari semula bernama Desa Benyah, menjadi Desa Pancasari.
Konon dulu nama Desa Benyah disematkan karena akses jalan menuju desa itu rusak parah. Selain itu air danau juga kerap meluap. Belum lagi dengan seringnya musibah yang terjadi seperti banjir, longsor, hingga badai.
“Pendahulu kami, kemudian mengubah nama desa menjadi Pancasari, tepat pada tanggal 20 Februari tahun 1966 silam. Rencananya tahun depan kami akan menggelar upacara naur sesangi.
Sebab dulu Pak Wayan Widia, Perbekel Pancasari pertama yang sekarang sudah meninggal, pernah punya janji. Beliau berjanji akan mendak merta
di Pura Pucaksari kalau di desa ini tidak terjadi bencana lagi sepertid ulu. Kami sebagai penerusnya, akan melaksanakan upacara ini tahun depan,” kata Darsana.