NEGARA – Produktivitas penyu yang bertelur di perairan selatan Jembrana cukup tinggi. Namun, tingkat kematian penyu, terutama penyu dewasa juga tinggi.
Salah satu penyebab utama matinya penyu, diduga karena perairan yang sudah tercemar sampah plastik.
Tingkat produktivitas penyu ini tercatat ketua kelompok pelestari penyu (KKP) Kurma Asih, Desa Perancak.
Dalam dua tahun terakhir, jumlah sarang yang ditetaskan secara semi alami terus bertambah. Pada tahun 2018 sekitar 250 sarang dengan isi telur setiap sarang rata-rata 75 butir, tahun 2019 kemudian naik menjadi 318 sarang.
“Produktivitas cukup tinggi, semakin banyak telur yang ditetaskan,” ujar I Wayan Anom Astika Jaya, ketua (KKP) Kurma Asih, Desa Perancak.
Penerima Kalpataru dari Presiden Joko Widodo ini menambahkan, awal tahun 2020 ini sebenarnya bukan waktunya penyu bertelur
di pesisir pantai terutama Desa Perancak, tetapi sudah ada lima sarang yang ditemukan dan dipindahkan ke penangkaran semi alami.
“Salah satu faktor sarang yang ditetaskan semakin banyak, kesadaran masyarakat semakin tinggi. Jika menemukan sarang penyu
langsung disampaikan pada kami untuk dipindahkan, karena jika di alam liar diburu predator dan manusia,” terangnya.
Meski produktivitas tinggi, tingkat kematian penyu terutama yang dewasa juga tinggi. Pada tahun 2019, sekitar 20 ekor penyu dewasa ditemukan mati terdampar di pantai.
Bahkan, pada bulan Januari lalu ditemukan penyu mati terlilit sampah jaring di pantai Rambut Siwi, Desa Yehembang.
Kemudian ditambah penyu mati di pantai Medewi oleh seorang bule. Menurut informasi, penyu tersebut dibedah sendiri oleh bule yang menemukan dan di dalam perutnya terdapat plastik.
Sehingga, diduga penyu mati karena saluran pencernaan tersumbat plastik. “Salah satu penyebab tingginya kematian penyu, diduga karena pencemaran sampah plastik di habitat penyu,” terangnya.
Bahkan, pada tahun 2018 lalu, satu ekor penyu yang berhasil dibedah atau di nekropsi. Hasilnya, penyu yang mati di pesisir Jembrana diduga karena makan sampah plastik, karena ditemukan potongan plastik dalam saluran tenggorokan penyu.
“Temuan sampah plastik dalam tubuh salah satu penyu ini, bisa menjadi indikasi bahwa sampah plastik mengancam biota laut,” jelasnya.
Sampah plastik yang dibuang ke sungai hingga sampai ke laut menjadi ancaman serius bagi kehidupan biota laut.
Karena sampah plastik akan menurunkan kualitas lingkungan. “Tidak hanya biota laut, manusia juga terancam karena lingkungan kualitasnya menurun,” tambahnya.
Penanganan sampah, perlu ada terobosan baru paling tidak mengurangi sampah plastik. Penanganan sampah harus lebih serius lagi, dimulai dari lingkungan terdekat di rumah tangga, sekolah dan lingkungan kerja.
Pihaknya sudah berupaya untuk mengurangi sampah yang ke laut dengan membuat perangkap sampah dengan jaring di aliran sungai agar tidak sampai ke laut.