DENPASAR – Dalam beberapa hari terakhir viral sebuah video pekerja asal Indonesia minta pertolongan supaya cepat diselamatkan dan keluar dari tempat
mereka diobservasi di kapal pesiar Diamond Princess yang bersandar di Perairan Yokohama, Jepang lantaran terkena virus corona.
Di kapal tersebut ada sebanyak 77 orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan empat di antaranya dinyatakan positif terkena virus corona.
Dari 77 orang TKI tersebut, ternyata terdapat sekitar 20-an orang di antaranya berasal dari Bali.
Sekretaris Jendral Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) I Dewa Nyoman Budiasa saat dihubungi kemarin menyatakan, sekitar 15 sampai 20 orang asal Bali ada di Diamond Princess.
Rata-rata warga Bali bekerja di bagian hospitality. Intinya mereka dalam proses karantina bukan terjebak.
Mengenai kondisi ini, sebenarnya dari pihak Kementerian luar negeri yang berhak memberi tahu.
“Sebenarnya bukan terjebak, memang masih berada di sana karena ada wabah di sana. Mereka dikarantina.
Kalau Bali-nya sendiri dari kami Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) 77 WNI ABK asal Indonesia. Dari nama nama yang ada sekitar 15 sampai 20an orang Bali,” ucapnya.
Namun, belum diketahui apakah dari 20an orang TKI asal Bali tersebut ada yang terjangkit virus corona atau tidak.
Menurutnya, data yang lebih detail mengenai keberadaan TKI asal Bali di kapal pesiar Diamond Princess harusnya dimiliki oleh manning agencies.
Dia menilai, pihak manning agencies seharusnya melaporkan data tersebut kepada pemerintah, khususnya Dinas Tenaga Kerja.
Sementara untuk penanganan wabah terhadap PMI ini, pihaknya mengaku mengikuti proses yang ditangani oleh pemerintah sesuai dengan arahan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
“Dari sisi kami KPI, Kesatuan Pelaut Indonesia, bersama jejaring kami di ITF, Internasional Transport workers Federation, kami mengawal hak-hak para ABK di atas kapal tersebut,” tuturnya.
Para Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang berada di kapal pesiar Diamond Princess ingin segera pulang.
Kapal pesiar tersebut dikabarkan diterjang wabah virus korona saat bersandar di Perairan Yokohama Jepang. Nasib mereka juga tergantung lobi pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) I Dewa Nyoman Budiasa mengatakan, walaupun terjadi evakuasi hari ini,
misalnya, harus tetap mengikuti mekanisme sesuai dengan arahan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Saat ini, menurutnya, pemerintah masih memikirkan proses evakuasinya, apakah melalui jalur laut atau diterbangkan.
Dirinya menuturkan, penumpang dalam kapal tersebut memang sudah dievakuasi, namun Anak Buah Kapal (ABK) masih berada didalam kapal.
Jika dalam situasi kegawatdaruratan, sesuai dengan prosedur memang penumpang yang harus didahulukan atau diprioritaskan.
Sementara ABK menjadi satu awak dengan kapalnya.”Jadi, sebenarnya dia (ABK) yang seharusnya memberikan service kepada passenger,” tuturnya.
Ia menjelaskan, bahwa pertama kali yang terkena virus corona dalam kapal Diamond Princess tersebut adalah penumpangnya.
Menurutnya, berita terkhir di media mengatakan, ada sekitar tiga hingga empat orang ABK Indonesia yang ikut terinfeksi.
“Apakah ini memang up to date, apakah memang itu dikeluarkan oleh pemerintah, itu yang saya melihatnya masih sumir. Saya sendiri belum dapat informasi tentang itu,” jelasnya.
Dirinya menilai, karena kapal Diamond Princess ini juga merupakan sebuah perusahaan, dengan asalan privasi makanya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) agak tertutup mengenai hal tersebut.
Dirinya berharap, agar pemerinta menghubungi keluarga ABK yang bersangkutan untuk memberikan ketenangan.
“Kalau tertutup pun tidak jadi masalah sebenarnya, tapi minimal pihak keluarga dikasih tahu biar mereka tidak was-was,” kata dia.
Ia juga berkeyakinan, bahwa para ABK sudah secara intensif menghubungi pihak keluarga. Sebab, dari pihak keluarga tidak ada menghubungi pihak KP menanyakan keluarga mereka.
Hal itu dikarenakan para ABK diatas kapal tidak dilakukan pembatasan untuk melakukan komunikasi.
“Mungkin hal itu juga yang menyebabkan tidak ada satupun pihak keluarga yang saya dengar melapor kepada instansi, pemerintah atau kami sendiri di KPI,” jelasnya.