Di usia 17 tahun, anak-anak pada umumnya menghabiskan waktunya dengan belajar dan bermain.
Namun, rutinitas hidup berbeda harus dijalani Ni Luh Muliani, 17, warga Dusun Payungan, Desa Selat, Kecamatan Klungkung. Kenapa?
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura
SEJAK lulus Sekolah Dasar (SD), Ni Luh Muliani tidak melanjutkan sekolahnya di tingkat SMP dan memilih bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan.
Tidak sampai di sana, Muliani juga harus bertanggung jawab untuk merawat sang adik bungsu Ni Ketut Cempaka Febriani yang baru berusia sekitar satu bulan.
Tanggung jawab itu harus diembannya setelah sang ibu, Komang Murni, 38, meninggal dunia 25 Februari 2020 lalu lantaran penyakit sesak nafas yang diidap sejak lahir.
Ni Luh Muliani saat ditemui di kediamannya di Dusun Payungan, Desa Selat, Kecamatan Klungkung, tampak, menggendong sang adik bungsu.
Meski menurut Muliani merawat bayi adalah pengalaman pertama dalam hidupnya, dia tampak telaten menggendong dan memberi susu untuk sang adik.
“Baru kali ini saya merawat bayi. Jadi masih dibantu sama tante juga. Untungnya adik tidak rewel. Hanya menangis kalau mau minum susu,” ujarnya.
Sejak ibunya meninggal dunia, hanya dia yang bisa diandalkan untuk menjaga Febriani. Sebab adik keduanya, Kadek Mahardika, 13, masih bersekolah dan kini duduk di bangku kelas VII SMPN 4 Semarapura.
Sementara sang ayah, Wayan Gunawan, 39, adalah tulang punggung satu-satunya saat ini. “Karena ibu punya penyakit sesak nafas dan jantung,
akhirnya ibu melahirkan di RS Sanglah secara caesar tanggal 3 Februari 2020. Tanggal 8 Februari diperbolehkan pulang.
Namun, sesak nafas ibu kembali kumat dan meninggal 25 Februari,” jelas anak pertama dari tiga orang bersaudara ini
Menurutnya, sebelum ibunya dirawat di rumah sakit, dia bekerja di sebuah toko foto copy di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan.
Dia bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan.
Sebab pendapatan sang ayah sebagai buruh serabutan tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
“Setelah lulus SD, saya langsung bekerja. Karena kondisi ekonomi keluarga dan tidak ada alat transportasi,
saya memutuskan tidak melanjutkan sekolah dan akhirnya bekerja. Sebenarnya saya masih ingin bersekolah,” terangnya.
Gunawan menambahkan, pekerjaannya sebagai buruh bangunan yang tenaganya tidak selalu dibutuhkan rata-rata hanya Rp 1 juta per bulan.
Dengan upah sejumlah itu, menurutnya, tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi dengan kondisi sang istri meninggal dunia dan anak sulungnya berhenti bekerja,
Gunawan mengaku sempat kesulitan membeli susu untuk anak bungsunya yang harganya sekitar Rp 250 ribu per kaleng.
“Saya akhirnya pinjam ke mertua dan saudara. Ada juga saudara yang kasih minta uang untuk beli susu. Untuk kebutuhan beras, saya dapat dari pemerintah setiap bulan,” ungkap ayah tiga orang anak itu.
Setelah kondisi keluarganya terekspose, banyak pihak yang akhirnya membantu keluarganya. Terutama membantu memenuhi kebutuhan si bungsu.
Mulai dari susu, pakaian, popok dan kebutuhan sehari-hari lainnya. “Saya sangat bersyukur banyak orang yang membantu keluarga saya. Beban saya menjadi diringankan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Klungkung, I Made Kasta yang dalam kesempatan itu juga mengunjungi keluarga Gunawan menuturkan bahwa keluarga Gunawan
adalah keluarga kurang mampu yang telah masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan telah menerima sejumlah bantuan.
Seperti bantuan sembako berkala setiap bulan dan juga bedah rumah. “Untuk bayinya juga secara rutin telah dicek kesehatan oleh tenaga kesehatan.
Untuk kebutuhan susu, Dinas Kesehatan juga mengalokasikan untuk pemenuhan susu selama enam bulan. Pemerintah Kabupaten Klungkung selama ini sudah hadir untuk membantu keluarga ini,” bebernya.
Meski begitu pihaknya juga mengharapkan peran serta masyarakat lainnya untuk membantu warga kurang mampu tersebut.
Sebab tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh pemerintah. “Tetapi saya mengingatkan sebelum memberikan bantuan agar dicek terlebih dahulu apa yang dibutuhkan.
Sehingga bantuan jenis tertentu menumpuk dan malah menjadi mubazir. Untuk saat ini, saya lihat kebutuhan susu bayi sudah mencukupi,” tandasnya. (*)