29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:04 AM WIB

Catut Nama Wakapolda Peras Ayah Kandung Rp 95 Juta, Terdakwa Menyesal

DENPASAR – Sejoli terdakwa  Naufal Ibrahim Antonie, 29, dan Popy Christine, 29, benar-benar nekat.

Keduanya turut serta melakukan penipuan, membuat dan menyebarkan berita palsu serta menyesatkan dengan mencatut nama Wakapolda Bali. 

Memanfaatkan aplikasi WhatsApp (WA), Naufal dan Poppy bersama terdakwa lain Stefanus Abraham Antonius (berkas terpisah) berpura-pura menjadi Wakapolda Bali.

Mereka menipu korban I Putu Oka Sumadi, 53. Yang menarik, terdakwa Stefanus adalah ayah terdakwa Naufal. 

Untuk meyakinkan korbannya, terdakwa juga mengirimkan foto presiden Jokowi dan mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam suatu kegiatan.

Karena ketakutan, korban pun percaya. Korban lantas mentransfer beberapa kali hingga Rp 95 juta. 

Dalam sidang kemarin (9/3), terdakwa Naufal dan Poppy dinilai dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45A UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara,” tuntut JPU I Made Dipa Umbara di muka majelis hakim yang diketuai I Ketut Kimiarsa. 

Sontak, tuntutan iu langsung disambut tangis terdakwa Popy. Ibu rumah tangga itu syok. Popy langsung menangis tersedu-sedu. Sedangkan terdakwa Naufal tercenung. 

Diuraikan dalam dakwaan JPU, peristiwa ini bermula pada 21 Oktober 2019 pukul 16.00, saat saksi korban berada di tempat kerjanya di PT. Bali 66 Citra Persada di Jalan Dewi Sri, Nomor 23, Kuta, Badung.

Saksi diberitahu rekan kerjanya Ni Made Sri Handarini yang menerima WhatsApp dari seseorang yang mengaku bernama AKBP Bambang Kertianto selaku Wadir Reskrimsus Polda Bali.

WA tersebut isinya meminta bantuan karena Wadir Reskrimsus akan ke Jakarta menghadiri acara gelar perkara di Mabes Polri. 

Selanjutnya, saksi meminta saksi Handarini agar menghubungi saksi I Putu Oka Sumadi. Sekitar pukul 16.00 saksi Oka menerima pesan,

yang isinya pengirim pesan mengaku sebagai Wadir Reskrimsus meminta biaya operasional menghadiri gelar perkara di Mabes Polri.

Selain mengaku petinggi di Polda Bali, terdakwa mengirimkan nomor rekening BCA atas nama terdakwa Nauval Ibrahim Antonie. 

Terdakwa kemudian meminta uang Rp 5 juta ke rekening BCA. Tanpa berpikir panjang, korban mengirimkan uang Rp 5 juta sesuai perintah terdakwa.

Bukti tersebut dikirim lewat WA. Terdakwa Naufal kemudian akan menyampaikan bantuan kepada Wakapolda Bali. Sebagai terima kasih korban akan dihubungi Wakapolda Bali. 

Selanjutnya saksi Oka menerima WA dari orang yang mengaku Wakapolda Bali menyampaikan terima kasih.

Selanjutnya orang yang mengaku Wakapolda Bali itu minta bantuan karena ada di Jakarta. Setelah itu, saksi korban Oka menerima

telepon WA dari orang yang mengaku AKBP Bambang Kertianto. Saksi kembali mentransfer Rp 20 juta ke nomor rekening terdakwa.

Pada 22 Oktober 2019, ketika saksi Oka kembali dihubungi nomor telepon yang mengaku Wakapolda Bali, mengirim foto gelar perkara yang dihadiri Kapolri Tito Karnavian dan Presiden Jokowi.

Untuk mengantisipasi apabila ada kepentingan minta dibantu tergantung situasi. Beberapa waktu kemudian menerima

pesan dari Wakapolda Bali meminjam Rp 45 juta. Dana dikirim ke rekening atas nama Murtiarani untuk menghindari pemeriksaan BPKP. 

Dana akan dikembalikan keesokan harinya diantar langsung anggota. Saksi pun mentransfer uang Rp 45 juta dan mengirimkan bukti transfer.

Pukul 22.00 saksi Oka kembali menerima pesan dari Wakapolda meminta tambahan pinjaman Rp 25 juta akan dikembalikan keesokan harinya. 

Singkat cerita, korban yang merasa curiga akhirnya mengonfirmasi langsung ke Polda Bali. Setelah ditelusuri, ternyata di Polda Bali tidak ada Wakapolda dan Wadireskrimsus pergi ke Jakarta menghadiri gelar perkara.

Wakapolda juga tidak pernah meminta uang pada korban. Merasa tertipu, akhirnya korban melaporkan kasus ini ke Polda Bali.

Atas tuntutan JPU, terdakwa langsung mengajukan pembelaan lisan. “Kami menyesal, Yang Mulia. Kami mohon keringanan,” ujar terdakwa.

Sidang putusan digelar pekan depan. Usai sidang, terdakwa Poppy terus menangis hingga sampai ke ruang tahanan. 

DENPASAR – Sejoli terdakwa  Naufal Ibrahim Antonie, 29, dan Popy Christine, 29, benar-benar nekat.

Keduanya turut serta melakukan penipuan, membuat dan menyebarkan berita palsu serta menyesatkan dengan mencatut nama Wakapolda Bali. 

Memanfaatkan aplikasi WhatsApp (WA), Naufal dan Poppy bersama terdakwa lain Stefanus Abraham Antonius (berkas terpisah) berpura-pura menjadi Wakapolda Bali.

Mereka menipu korban I Putu Oka Sumadi, 53. Yang menarik, terdakwa Stefanus adalah ayah terdakwa Naufal. 

Untuk meyakinkan korbannya, terdakwa juga mengirimkan foto presiden Jokowi dan mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam suatu kegiatan.

Karena ketakutan, korban pun percaya. Korban lantas mentransfer beberapa kali hingga Rp 95 juta. 

Dalam sidang kemarin (9/3), terdakwa Naufal dan Poppy dinilai dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45A UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara,” tuntut JPU I Made Dipa Umbara di muka majelis hakim yang diketuai I Ketut Kimiarsa. 

Sontak, tuntutan iu langsung disambut tangis terdakwa Popy. Ibu rumah tangga itu syok. Popy langsung menangis tersedu-sedu. Sedangkan terdakwa Naufal tercenung. 

Diuraikan dalam dakwaan JPU, peristiwa ini bermula pada 21 Oktober 2019 pukul 16.00, saat saksi korban berada di tempat kerjanya di PT. Bali 66 Citra Persada di Jalan Dewi Sri, Nomor 23, Kuta, Badung.

Saksi diberitahu rekan kerjanya Ni Made Sri Handarini yang menerima WhatsApp dari seseorang yang mengaku bernama AKBP Bambang Kertianto selaku Wadir Reskrimsus Polda Bali.

WA tersebut isinya meminta bantuan karena Wadir Reskrimsus akan ke Jakarta menghadiri acara gelar perkara di Mabes Polri. 

Selanjutnya, saksi meminta saksi Handarini agar menghubungi saksi I Putu Oka Sumadi. Sekitar pukul 16.00 saksi Oka menerima pesan,

yang isinya pengirim pesan mengaku sebagai Wadir Reskrimsus meminta biaya operasional menghadiri gelar perkara di Mabes Polri.

Selain mengaku petinggi di Polda Bali, terdakwa mengirimkan nomor rekening BCA atas nama terdakwa Nauval Ibrahim Antonie. 

Terdakwa kemudian meminta uang Rp 5 juta ke rekening BCA. Tanpa berpikir panjang, korban mengirimkan uang Rp 5 juta sesuai perintah terdakwa.

Bukti tersebut dikirim lewat WA. Terdakwa Naufal kemudian akan menyampaikan bantuan kepada Wakapolda Bali. Sebagai terima kasih korban akan dihubungi Wakapolda Bali. 

Selanjutnya saksi Oka menerima WA dari orang yang mengaku Wakapolda Bali menyampaikan terima kasih.

Selanjutnya orang yang mengaku Wakapolda Bali itu minta bantuan karena ada di Jakarta. Setelah itu, saksi korban Oka menerima

telepon WA dari orang yang mengaku AKBP Bambang Kertianto. Saksi kembali mentransfer Rp 20 juta ke nomor rekening terdakwa.

Pada 22 Oktober 2019, ketika saksi Oka kembali dihubungi nomor telepon yang mengaku Wakapolda Bali, mengirim foto gelar perkara yang dihadiri Kapolri Tito Karnavian dan Presiden Jokowi.

Untuk mengantisipasi apabila ada kepentingan minta dibantu tergantung situasi. Beberapa waktu kemudian menerima

pesan dari Wakapolda Bali meminjam Rp 45 juta. Dana dikirim ke rekening atas nama Murtiarani untuk menghindari pemeriksaan BPKP. 

Dana akan dikembalikan keesokan harinya diantar langsung anggota. Saksi pun mentransfer uang Rp 45 juta dan mengirimkan bukti transfer.

Pukul 22.00 saksi Oka kembali menerima pesan dari Wakapolda meminta tambahan pinjaman Rp 25 juta akan dikembalikan keesokan harinya. 

Singkat cerita, korban yang merasa curiga akhirnya mengonfirmasi langsung ke Polda Bali. Setelah ditelusuri, ternyata di Polda Bali tidak ada Wakapolda dan Wadireskrimsus pergi ke Jakarta menghadiri gelar perkara.

Wakapolda juga tidak pernah meminta uang pada korban. Merasa tertipu, akhirnya korban melaporkan kasus ini ke Polda Bali.

Atas tuntutan JPU, terdakwa langsung mengajukan pembelaan lisan. “Kami menyesal, Yang Mulia. Kami mohon keringanan,” ujar terdakwa.

Sidang putusan digelar pekan depan. Usai sidang, terdakwa Poppy terus menangis hingga sampai ke ruang tahanan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/