DENPASAR– Dewi Retno S, 22, dan Sefthy A, 23, dua perempuan berstatus janda muda ini langsung sig-sigan sesaat setelah jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar menuntutnya dengan hukuman tiga tahun penjara.
Keduanya terlihat syok berat dengan tuntutan JPU.
Keduanya tidak menyangka bakal dituntut tinggi.
Pasalnya, saat digerebek polisi, kedua terdakwa yang bekerja di sebuah kafe di kawasan Denpasar Selatan itu belum sempat menikmati sabu-sabu yang baru dibelinya.
Selain itu, di persidangan, keduanya juga tidak terbukti sebagai pengedar narkoba.
Karena itu, saat tuntutan, JPU meyakini para terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dimaksud dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU yang sama Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
Meskipun demikian, keduanya hanya bisa pasrah menjalani nasib. “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun,” tuntut JPU Ni Ketut Hevy Yushantini di muka majelis hakim Putu Gde Novyartha.
Para terdakwa telah terbukti melakukan percobaan atau bermufakat jahat menyalahgunakan narkoba untuk diri sendiri.
Setelah JPU selesai membacakan putusan, hakim memberikan kesempatan pada kedua terdakwa melakukan pembelaan. Nah, saat menyampaikan pledoi lisan inilah momen haru tersaji.
“Yang Mulia, saya mohon keringanan. Saya ini tulang punggung keluarga. Saya punya anak kecil,” kata Dewi.
Hakim sempat kaget dengan pengakuan terdakwa yang menjadi tulang punggung keluarga. “Suamimu ke mana?” tanya hakim Novyartha. Sambil menangis sesenggukan Dewi menjawab. “Saya ditinggal suami. Saya single parent, saya harus mengurus anak dan orang tua di kampung,” tutur perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu.
Pembelaan tak kalah mengharukan dilontarkan terdakwa Sefthy. Sambil berurai air mata, perempuan berambut panjang ini meminta keringanan hukuman.
“Saya juga hidup sendiri (orang tua tunggal). Saya tulang punggung keluarga harus menghidupi anak yang masih kecil,” ujarnya. Hakim sempat kaget mengetahui jika kedua terdakwa ditinggal suami.
Hakim kemudian menasihati keduanya agar lebih berhati-hati dalam menjaga pergaulan.
“Kejadian ini kalian jadikan pelajaran, ya. Apalagi kalian ini orang tua tunggal. Kalian punya anak dan orang tua yang harus ditanggung. Jangan sampai main narkoba lagi. Kerja yang benar,” kata hakim Novyartha.
Kedua terdakwa pun mengangguk.
Sementara itu, JPU Hevy tetap dalam tuntutannya. Usai sidang, kedua mata terdakwa terlihat sembab. Mereka juga masih menangis saat digiring ke ruang tahanan.
Sidang dilanjutkan dua pekan mendatang setelah Nyepi. PN Denpasar harus menunda sidang hingga dua pekan karena imbauan pemerintah pusat terkait mewabahnya virus Covid-19 atau korona.
Kedua terdakwa ini oleh pihak kepolisian Polresta Denpasar.
Berawal dari terdakwa Sefthy yang bekerja di Kafe Pendara disebut sering mengedarkan Narkotika di seputaran Jalan Jewut Sari, Pemongan, Denpasar Selatan.
Setelah melakukan penyelidikan, pada 13 Oktober 2019 sekitar pukul 18.42, petugas kepolisian melakukan pengrebekan terhadap terdakwa Sefthy di kamar kos milik terdakwa Dewi di Jalan Juwet Sari, Pemogan, Denpasar Selatan.
Saat ditangkap, para terdakwa mengaku selesai membeli sabu dan meletakan sabu tersebut di tas pinggang yang digantung di tembok.
Petugas yang menggeledah kamar menemukan beberapa barang bukti berupa satu plastik klip berisi sabu dan satu buah bong (alat isap sabu).
Menurut terdakwa, barang terlarang itu dibeli oleh para terdakwa dengan cara patungan dari seseorang bernama Dory (DPO) seharga Rp 400 ribu.
Sebelum ditangkap, terdakwa Sefthy menghubungi Dory untuk membeli sabu. Lalu, Dory menyuruh terdakwa Sefthy datang ke rumahnya untuk mengambil barang yang dipesannya.
Kedua terdakwa kemudian mengambil sabu tersebut dan langsung pulang ke kamar kos milik terdakwa Dewi.
Namun, belum sempat menikmati barang “enak-gila” itu kedua terdakwa diringkus polisi. Dari hasil penimbangan terhadap satu plastik klip sabu yang dikuasai para terdakwa ditemukan berat 0,14 gram netto.