26.6 C
Jakarta
21 November 2024, 4:05 AM WIB

Karangasem Keterlaluan, Lepas Tangan Nasib Pendidikan Siswa Pengungsi

RadarBali.com – Pemerintah Kabupaten Karangasem seolah lepas tangan dengan nasib pendidikan siswa di daerah pengungsian.

Kini nasib pendidikan para pengungsi, diserahkan pada daerah asal. Sayangnya tak semua sekolah mampu menampung siswa pengungsian.

Beberapa sekolah bahkan mengalami overload karena jumlah siswa terlalu banyak. Kondisi itu terjadi di SDN 2 Tembok.

Sekolah di ujung timur Kabupaten Buleleng ini, menerima 195 orang siswa pengungsian. Sementara siswa asli di sekolah itu hanya 111 orang saja.

Dulunya sekolah ini sempat menjalankan sistem double shift. Sekolah pagi diperuntukkan bagi siswa asli bersama beberapa siswa titipan.

Shift pagi diisi oleh guru-guru setempat. Sementara shift siang, khusus bagi siswa yang ikut mengungsi. Pada sesi siang, giliran guru-guru asal Karangasem yang ikut ngungsi, yang mengajari siswa.

Sayang sistem double shift itu hanya bertahan beberapa hari. Para guru asal Karangasem terpaksa tidak mengajar lagi.

Penyebabnya, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem menerbitkan larangan bagi para guru yang mengungsi, mengajar di daerah pengungsian.

Mereka hanya diperkenankan mengajar di dalam wilayah Kabupaten Karangasem. Beberapa kepala sekolah asal Karangasem juga disebut sempat datang ke SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Tejakula.

Mereka meminta permakluman menarik guru-guru yang sempat ditugaskan, karena larangan tersebut.

Beberapa guru sempat ngotot mengajar karena prihatin dengan nasib siswa. Sayangnya guru yang ngotot itu mendapat teguran keras.

Kepala Disdikpora Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi kemarin, mengakui kondisi itu. Sejumlah guru asal Karangasem yang sempat diperbantukan, ditarik kembali oleh Disdikpora Karangasem.

Padahal sejumlah sekolah, seperti SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Tejakula, sangat membutuhkan guru bantu.

Setidaknya Disdikpora Buleleng membutuhkan 12 guru kelas SD dan 5 guru mata pelajaran SMP, untuk membantu proses pendidikan.

“Guru yang ada di pengungsian, termasuk guru yang asalnya dari Tejakula yang jadi guru di Karangasem, itu tidak diizinkan mengajar oleh Disdikpora Karangasem.

Alasannya, silahkan tanya sama Pak Kadisdikpora Karangasem (I Gusti Made Kartika, Red),” tegas Suyasa kemarin.

Kondisi itu tak pelak membuat sejumlah sekolah kewalahan. SDN 2 Tembok contohnya, mereka kembali menerapkan sekolah pagi bagi semua siswa.

Baik siswa asli maupun titipan pengungsi. Dampaknya, siswa harus duduk di lantai karena tak kebagian tempat duduk. Selain itu proses belajar mengajar tidak bisa efektif, karena terlalu bising.

“Kalau mebel, kami bisa bantu pengadaan. Cuma yang jadi masalah sebenarnya kan guru. Guru mereka (Disdikpora Karangasem, Red) ada, tapi tidak mengajar.

Ketika kami minta mengajar, perintah dari dinas pendidikan kabupaten katanya tidak diperkenankan mengajar di luar Kabupaten Karangasem,” jelas Suyasa.

RadarBali.com – Pemerintah Kabupaten Karangasem seolah lepas tangan dengan nasib pendidikan siswa di daerah pengungsian.

Kini nasib pendidikan para pengungsi, diserahkan pada daerah asal. Sayangnya tak semua sekolah mampu menampung siswa pengungsian.

Beberapa sekolah bahkan mengalami overload karena jumlah siswa terlalu banyak. Kondisi itu terjadi di SDN 2 Tembok.

Sekolah di ujung timur Kabupaten Buleleng ini, menerima 195 orang siswa pengungsian. Sementara siswa asli di sekolah itu hanya 111 orang saja.

Dulunya sekolah ini sempat menjalankan sistem double shift. Sekolah pagi diperuntukkan bagi siswa asli bersama beberapa siswa titipan.

Shift pagi diisi oleh guru-guru setempat. Sementara shift siang, khusus bagi siswa yang ikut mengungsi. Pada sesi siang, giliran guru-guru asal Karangasem yang ikut ngungsi, yang mengajari siswa.

Sayang sistem double shift itu hanya bertahan beberapa hari. Para guru asal Karangasem terpaksa tidak mengajar lagi.

Penyebabnya, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem menerbitkan larangan bagi para guru yang mengungsi, mengajar di daerah pengungsian.

Mereka hanya diperkenankan mengajar di dalam wilayah Kabupaten Karangasem. Beberapa kepala sekolah asal Karangasem juga disebut sempat datang ke SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Tejakula.

Mereka meminta permakluman menarik guru-guru yang sempat ditugaskan, karena larangan tersebut.

Beberapa guru sempat ngotot mengajar karena prihatin dengan nasib siswa. Sayangnya guru yang ngotot itu mendapat teguran keras.

Kepala Disdikpora Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi kemarin, mengakui kondisi itu. Sejumlah guru asal Karangasem yang sempat diperbantukan, ditarik kembali oleh Disdikpora Karangasem.

Padahal sejumlah sekolah, seperti SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Tejakula, sangat membutuhkan guru bantu.

Setidaknya Disdikpora Buleleng membutuhkan 12 guru kelas SD dan 5 guru mata pelajaran SMP, untuk membantu proses pendidikan.

“Guru yang ada di pengungsian, termasuk guru yang asalnya dari Tejakula yang jadi guru di Karangasem, itu tidak diizinkan mengajar oleh Disdikpora Karangasem.

Alasannya, silahkan tanya sama Pak Kadisdikpora Karangasem (I Gusti Made Kartika, Red),” tegas Suyasa kemarin.

Kondisi itu tak pelak membuat sejumlah sekolah kewalahan. SDN 2 Tembok contohnya, mereka kembali menerapkan sekolah pagi bagi semua siswa.

Baik siswa asli maupun titipan pengungsi. Dampaknya, siswa harus duduk di lantai karena tak kebagian tempat duduk. Selain itu proses belajar mengajar tidak bisa efektif, karena terlalu bising.

“Kalau mebel, kami bisa bantu pengadaan. Cuma yang jadi masalah sebenarnya kan guru. Guru mereka (Disdikpora Karangasem, Red) ada, tapi tidak mengajar.

Ketika kami minta mengajar, perintah dari dinas pendidikan kabupaten katanya tidak diperkenankan mengajar di luar Kabupaten Karangasem,” jelas Suyasa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/