26.6 C
Jakarta
19 September 2024, 1:25 AM WIB

Susrama Berulang Ajukan Resmisi, Kadivpas Ingatkan Bapas Profesional

DENPASAR – Upaya I Nyoman Susrama, 58, mendapatkan remisi perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara dipastikan membentur tembok tebal.

Pasalnya, aktor intelektual pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali mendiang AA Narendra Prabangsa itu tak mendapat maaf dari keluarga almahum.

Padahal, remisi baru bisa didapatkan jika terpidana mendapatkan maaf dari keluarga korban. Keluarga korban sendiri tidak memberikan maaf lantaran Susrama tetap tidak mengakui membunuh AA Prabangsa.

Kadivpas Kanwil Hukum dan HAM Wilayah Bali Suprapto mengatakan, jika terpidana merasa tidak bersalah sebagai pelaku, maka bisa meminta keadilan dengan cara mengajukan upaya hukum lainnya.

Yakni banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK). Tapi, usaha itu sudah dilakukan dan ditolak Mahkamah Agung?

“Kalau begitu, tidak ada jalan keluar lain kecuali grasi atau amnesti dari presiden. Tapi, untuk mendapat itu juga tidak mudah. Syaratnya lebih banyak lagi dibandingkan mendapat remisi,” jelasnya.

Namun demikian, pria yang pernah bertugas sebagai Kadivpas Kanwil Hukum dan HAM di Palu, itu meminta jajarannya bertugas profesional.

Tidak memihak salah satu pihak. Apalagi berani bermain dengan menyulap keterangan yang didapat di masyarakat.  

Bapas tetap berkewajiban memenuhi permohonan dari rutan untuk membuat Litmas. Karena itu merupakan kewajiban dari Bapas dan hak dari narapidana.

Jika tidak diproses, maka bisa dituntut keluarga terpidana. Namun, lanjut Suprapto, litmas harus lengkap dengan adanya tanggapan lingkungan masyarakat, terutama pihak keluarga korban.

“Saya sudah perintahkan pada petugas Bapas, tulis apa adanya litmas, terutama tanggapan pihak korban,” imbuhnya.

Wajar jika Suprapto mewanti-wanti anak buahnya agar menjaga profesionalitas. Sebab, kasus ini mendapat perhatian publik Indonesia, bahkan dunia.

Susrama dinyatakan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana oleh hakim PN Denpasar.

Yang menjadikan kasus ini luar biasa karena pembunuhan dilakukan terhadap seseorang jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.

Dalam menjalankan tugasnya jurnalis dilindungi UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Tidak hanya keluarga korban yang kehilangan, institusi pers juga terlukai.

“Kami bersikap netral dan profesional sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Pada prinsipnya, mengajukan remisi perubahan itu hak napi. Silakan diproses. Tapi, syaratnya harus dipenuhi semua,” tandasnya. 

Disinggung Susrama juga dinyatakan PN Bangli terlibat dalam satu kasus korupsi, namun karena sudah dipidana seumur hidup tidak bisa lagi dituntut, Suprapto mengaku belum mengetahui hal itu.

Menurut dia, jika itu benar, maka putusan pengadilan itu bisa diajukan ke penyidik atau penuntut umum untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Kembali ditanya jika remisi kali ini gagal, apakah Susrama harus tetap menjalani hukuman seumur hidup, Suprapto membenarkan. Hukuman harus dijalani sesuai putusan pengadilan yakni pidana penjara seumur hidup. 

DENPASAR – Upaya I Nyoman Susrama, 58, mendapatkan remisi perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara dipastikan membentur tembok tebal.

Pasalnya, aktor intelektual pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali mendiang AA Narendra Prabangsa itu tak mendapat maaf dari keluarga almahum.

Padahal, remisi baru bisa didapatkan jika terpidana mendapatkan maaf dari keluarga korban. Keluarga korban sendiri tidak memberikan maaf lantaran Susrama tetap tidak mengakui membunuh AA Prabangsa.

Kadivpas Kanwil Hukum dan HAM Wilayah Bali Suprapto mengatakan, jika terpidana merasa tidak bersalah sebagai pelaku, maka bisa meminta keadilan dengan cara mengajukan upaya hukum lainnya.

Yakni banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK). Tapi, usaha itu sudah dilakukan dan ditolak Mahkamah Agung?

“Kalau begitu, tidak ada jalan keluar lain kecuali grasi atau amnesti dari presiden. Tapi, untuk mendapat itu juga tidak mudah. Syaratnya lebih banyak lagi dibandingkan mendapat remisi,” jelasnya.

Namun demikian, pria yang pernah bertugas sebagai Kadivpas Kanwil Hukum dan HAM di Palu, itu meminta jajarannya bertugas profesional.

Tidak memihak salah satu pihak. Apalagi berani bermain dengan menyulap keterangan yang didapat di masyarakat.  

Bapas tetap berkewajiban memenuhi permohonan dari rutan untuk membuat Litmas. Karena itu merupakan kewajiban dari Bapas dan hak dari narapidana.

Jika tidak diproses, maka bisa dituntut keluarga terpidana. Namun, lanjut Suprapto, litmas harus lengkap dengan adanya tanggapan lingkungan masyarakat, terutama pihak keluarga korban.

“Saya sudah perintahkan pada petugas Bapas, tulis apa adanya litmas, terutama tanggapan pihak korban,” imbuhnya.

Wajar jika Suprapto mewanti-wanti anak buahnya agar menjaga profesionalitas. Sebab, kasus ini mendapat perhatian publik Indonesia, bahkan dunia.

Susrama dinyatakan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana oleh hakim PN Denpasar.

Yang menjadikan kasus ini luar biasa karena pembunuhan dilakukan terhadap seseorang jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.

Dalam menjalankan tugasnya jurnalis dilindungi UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Tidak hanya keluarga korban yang kehilangan, institusi pers juga terlukai.

“Kami bersikap netral dan profesional sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Pada prinsipnya, mengajukan remisi perubahan itu hak napi. Silakan diproses. Tapi, syaratnya harus dipenuhi semua,” tandasnya. 

Disinggung Susrama juga dinyatakan PN Bangli terlibat dalam satu kasus korupsi, namun karena sudah dipidana seumur hidup tidak bisa lagi dituntut, Suprapto mengaku belum mengetahui hal itu.

Menurut dia, jika itu benar, maka putusan pengadilan itu bisa diajukan ke penyidik atau penuntut umum untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Kembali ditanya jika remisi kali ini gagal, apakah Susrama harus tetap menjalani hukuman seumur hidup, Suprapto membenarkan. Hukuman harus dijalani sesuai putusan pengadilan yakni pidana penjara seumur hidup. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/