RadarBali.com – Tenaga Ahli PVMBG Kementerian ESDM Umar Rosadi memaklumi kegagalan uji coba drone Tawon 1.8 kemarin.
Menurut Umar Rosadi, agar drone bisa mendekati kawah harus terus dicoba untuk menemukan titik terbang ideal.
“Namanya uji coba kan? Hari ini (kemarin, Red) tidak akan selesai. Besok (hari ini, Red) dan seterusnya akan kami coba terus,” jelasnya.
Pria asal Bandung, Jawa Barat, itu mengaku PVMBG memerlukan data terbaru kondisi kawah Gunung Agung dari dekat.
Satu-satunya harapan itu ada pada gambar yang diambil kamera drone. PVMBG bisa mengamati kawah dari satelit. Namun gambarnya tidak jelas.
Umar mengklaim drone diberi nama Tawon 1.8 mampu terbang tiga jam lebih. Jika tidak ada kendala, dari titik take off ke puncak butuh waktu sekitar 20 menit.
Lebih lanjut dijelaskan, drone dikirim ke puncak tidak untuk mengamati kawah semata. Namun drone juga bertugas memotret gambaran kondisi pemukiman di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Termasuk jalur yang akan dilalui lava dan lahar. “Kami juga ingin mengetahui kaki-kaki Gunung Agung ini masih mampu atau tidak menampung aliran lahar. Jadi, drone itu cakupannya sangat luas,” imbuhnya.
Penggunaan drone untuk penanggulangan bencana bukanlah hal yang baru. Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat.
Keluwesan terbang drone, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, drone telah menawarkan gambar atau landscape berbeda dalam melihat peristiwa bencana.
Beberapa kali BNPB bersama Lapan, BIG, BPPT, TNI, Basarnas, BPBD dan relawan menerbangkan drone untuk penanganan bencana.
Seperti dalam penanganan letusan Gunung Sinabung, Gunung Kelud, banjir Jakarta, longsor Ponorogo, longsor Banjarnegara dan lainnya.