32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 16:31 PM WIB

Kembalikan Duit Korupsi, Terdakwa Ariyaningsih Dituntut 16 Bulan Bui

DENPASAR – Kasus korupsi dana silpa APBDes Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, memasuki babak tuntutan.

Yang mengejutkan, tuntutan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) I Nengah Astawa dkk, itu jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, terdakwa Ni Putu Ariyaningsih, 33, hanya dituntut 16 bulan.

Tuntutan ringan itu dibacakan JPU Mia Fida melalui sidang virtual kemarin (28/4). Tim JPU Kejari Denpasar yang dikomandoi Kasi Pidsus I Nengah Astawa itu

menilai terdakwa melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan subsider.

Dengan dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2, maka terdakwa yang juga mantan bendahara Desa Dauh Puri Klod, itu lolos dari tuntutan Pasal 2 UU Tipikor

dengan ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama seumur hidup, sebagaimana dakwaan primer JPU.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dan empat bulan penjara,” tuntut JPU Mia. Selain pidana badan, JPU juga mengajukan pidana denda Rp 50 juta subsider empat bulan penjara.

JPU juga menyertakan tuntutan pidana ung pengganti sebesar Rp 778.176.453. Jika tidak bisa mengganti, terdakwa diganjar delapan bulan penjara.

Namun, hukuman uang pengganti itu tak perlu dijalankan terdakwa. Pasalnya, sehari sebelum sidang terdakwa yang

sebelumnya mengaku kesulitan ekonomi, sehingga nekat melakukan korupsi itu tiba-tiba menitipkan uang pengganti.

Suami terdakwa membawa uang segepok berjumlah 778.176.500. Uang baru pecahan Rp 100 ribu tersebut dititipkan ke Kejari Denpasar.

Uang itu melengkapi uang pengganti yang sudah disetorkan terdakwa sebelumnya sebesar Rp 210 juta.

Uang pengganti kerugian negara itu pula yang dijadikan dalil pertimbangan JPU menuntut ringan terdakwa.

“Terdakwa juga menyesali perbuatannya, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum,” imbuh JPU Mia.

Sementara pertimbangan yang memberangkatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi.

Menanggapi tuntutan JPU, pengacara terdakwa akan mengajukan pledoi tertulis. Hakim I Wayan Gede Rumega yang memimpin persidangan memberi waktu sepekan untuk menyusun pledoi.

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, perbuatan terdakwa bersama para saksi IG Made Namiartha (mantan perbekel yang saat ini menjadi anggota DPRD Kota Denpasar),

saksi Luh Made China Kembar Dewi (sekretaris desa), dan saksi I Putu Wirawan, dalam mengelola keuangan desa mereka telah mengabaikan asas-asas pengelolaan

keuangan desa yang akuntabel, tertib, dan disiplin sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri 

Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Perwali Nomor 17/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Desa.

Perbuatan terdakwa dan para saksi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 988.457.608 berdasar hasil perhitungan BPKP Provinsi Bali.

Terdakwa melakukan perbuatan culasnya pada 2015 – 2016. Terdakwa sebagai bendahara tidak melakukan pencatatan terhadap penarikan atau pencairan dana dari bank.

Terdakwa hanya melakukan penatausahaan dalam buku kas umum (BKU) desa yang bukan penarikan bank. 

DENPASAR – Kasus korupsi dana silpa APBDes Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, memasuki babak tuntutan.

Yang mengejutkan, tuntutan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) I Nengah Astawa dkk, itu jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, terdakwa Ni Putu Ariyaningsih, 33, hanya dituntut 16 bulan.

Tuntutan ringan itu dibacakan JPU Mia Fida melalui sidang virtual kemarin (28/4). Tim JPU Kejari Denpasar yang dikomandoi Kasi Pidsus I Nengah Astawa itu

menilai terdakwa melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan subsider.

Dengan dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2, maka terdakwa yang juga mantan bendahara Desa Dauh Puri Klod, itu lolos dari tuntutan Pasal 2 UU Tipikor

dengan ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama seumur hidup, sebagaimana dakwaan primer JPU.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dan empat bulan penjara,” tuntut JPU Mia. Selain pidana badan, JPU juga mengajukan pidana denda Rp 50 juta subsider empat bulan penjara.

JPU juga menyertakan tuntutan pidana ung pengganti sebesar Rp 778.176.453. Jika tidak bisa mengganti, terdakwa diganjar delapan bulan penjara.

Namun, hukuman uang pengganti itu tak perlu dijalankan terdakwa. Pasalnya, sehari sebelum sidang terdakwa yang

sebelumnya mengaku kesulitan ekonomi, sehingga nekat melakukan korupsi itu tiba-tiba menitipkan uang pengganti.

Suami terdakwa membawa uang segepok berjumlah 778.176.500. Uang baru pecahan Rp 100 ribu tersebut dititipkan ke Kejari Denpasar.

Uang itu melengkapi uang pengganti yang sudah disetorkan terdakwa sebelumnya sebesar Rp 210 juta.

Uang pengganti kerugian negara itu pula yang dijadikan dalil pertimbangan JPU menuntut ringan terdakwa.

“Terdakwa juga menyesali perbuatannya, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum,” imbuh JPU Mia.

Sementara pertimbangan yang memberangkatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi.

Menanggapi tuntutan JPU, pengacara terdakwa akan mengajukan pledoi tertulis. Hakim I Wayan Gede Rumega yang memimpin persidangan memberi waktu sepekan untuk menyusun pledoi.

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, perbuatan terdakwa bersama para saksi IG Made Namiartha (mantan perbekel yang saat ini menjadi anggota DPRD Kota Denpasar),

saksi Luh Made China Kembar Dewi (sekretaris desa), dan saksi I Putu Wirawan, dalam mengelola keuangan desa mereka telah mengabaikan asas-asas pengelolaan

keuangan desa yang akuntabel, tertib, dan disiplin sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri 

Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Perwali Nomor 17/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Desa.

Perbuatan terdakwa dan para saksi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 988.457.608 berdasar hasil perhitungan BPKP Provinsi Bali.

Terdakwa melakukan perbuatan culasnya pada 2015 – 2016. Terdakwa sebagai bendahara tidak melakukan pencatatan terhadap penarikan atau pencairan dana dari bank.

Terdakwa hanya melakukan penatausahaan dalam buku kas umum (BKU) desa yang bukan penarikan bank. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/