DENPASAR – Baru dua tahun menjadi sipir di Lapas Perempuan Kelas IIA Denpasar, Luh Eka Ratna Paramita, 26, sudah berulah.
Karir perempuan kelahiran Bangli, itu terancam tamat setelah Selasa (28/4) malam pukul 19.00 kedapatan membawa masuk sabu-sabu yang disembunyikan di dalam batok charger handpone.
Menariknya, yang menangkap tersangka adalah rekan sejawatnya sesama sipir. Saat itu tersangka hendak melaksanakan tugas jaga sift malam.
Tersangka kebetulan menjadi anggota petugas regu jaga kelompok IV yang menggantikan regu jaga I.
Nah, saat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan penggeledahan fisik, di dalam tas tersangka ada batok charger tanpa kabel kondisinya sudah usang. Selain itu, kondisi batok charger agak terbuka.
Dari luar kelihatan ada plastik yang menyembul dari dalam batok charger. Merasa curiga, petugas meminta tersangka membuka batok charger tersebut.
Tersangka berusaha membuka namun tidak bisa. Akhirnya sipir lain berinsiitaif membuka paksa dengan cara mencongkel mengunakan gunting.
Saat membuka itu disaksikan tujuh sipir lainnya. Agar tidak dituduh mengada, proses pembukaan tersebut divideokan.
Benar saja, saat dibuka di dalam batok charger itu terdapat plastik yang di dalamnya berisi kristal putih diduga kuat sabu-sabu.
“ER (Luh Eka Ratna Paramita) terus mengelak saat ditanya batok charger ini punya siapa. Dia berkelit terus. Katanya bukan punya dia.
Tapi, barang itu ada di dalam tasnya dia,” ujar Humas Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, I Putu Surya Dharma.
Petugas kemudian melakukan pemeriksaan internal. Ketika ditanya barang terlarang itu milik siapa, ER bergeming.
“Sumpah, saya tidak tahu. Itu sudah lama ada dalam tas saya. Charger-nya saya pakai masih bisa, kok,” kelit ER. Namun, saat ditanya di mana kabelnya, ER menyebut ada di rumah.
Jawaban perempuan berambut pendek itupun tidak masuk akal. “Kan tidak mungkin dari pabrik berisi beginian,” cetus sipir lain.
ER pun terus merengek tidak mengaku. Sambil menggelengkan kepala dan menundukkan padangan, ER menyangkal itu barangnya.
“Aku dari kemarin sudah bawa barang itu. Sumpah, aku gak tahu. Aduh, sumpah, aku benar-benar gak tahu,” rengeknya sambil menangis.
Temuan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada komandan regu jaga IV atas nama Ayu Mita Indrina. Petugas juga menghubungi Ayu Mudiartini, pelaksana harian (Plh) kalapas.
Informasi mencengangkan tersebut kemudian diteruskan kepada Suprapto, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM Bali.
Dikonfirmasi terpisah, Suprapto membenarkan. “Saya sudah perintahkan langsung kalapas koordinasi dengan Polres Badung,” tegas Suprapto.
Ditanya kejadian serupa pernah terjadi pada sipir laki-laki di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Suprapto menyebut menjadi seorang sipir dibutuhkan integritas.
Sebab, napi di dalam lapas sebagian besar kasus narkoba. Mereka akan terus berusaha mencari celah dengan menggoda sipir terlibat peredaran narkoba.
Suprapto menyebut beruntung barang yang dibawa ER tidak sampai lolos ke dalam lapas. Jika sampai lolos, maka barang tersebut sulit dilacak.
Ia pun memerintahkan petugas di lapas selalu menjaga integritas. Terkait sanksi, Suparpto masih menunggu proses penyidikan Polres Badung.
“Jika nanti setelah penyidikan muncul surat penahanan (sebagai tersangka), kami langung berhentikan sementara.
Jika di pengadilan divonis bersalah, sanksinya dipecat. Kami tegas. Ini pelanggaran berat,” tukas pria asal Solo, Jawa Tengah, itu.