DENPASAR – Mantan anggota DPR RI Komisi VI dari Dapil Bali, I Nyoman Dhamantra membela diri. Dia menyebut dakwaan (alternatif) pertama, terkesan mengandung unsur fitnah dan dipaksakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebagaimana diketahui, Dhamantra dituntut bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut seperti diatur
dalam pasal 12 huruf a UU No. 31/1999, yang telah dirubah dalam UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal itu disampaikan Nyoman Dhamantra melalui keterangan tertulisnya usai membaca nota pembelaan atau pledoi pribadi
berjudul TIADA KEBAJIKAN, KEBENARAN, KEADILAN KARENA FITNAH (Tan Hana Dharma Mejalarang Pisuna) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (29/4) kemarin.
“Penetapan saya selaku tersangka dalam perkara ini terkesan fitnah, dipaksakan dan dicari-cari kesalahannya, hal ini juga nampak dikenakan
pasal dalam pasal 12 huruf (a) UU Tipikor terhadap diri saya. Sesuatu yang ganjil dan sungguh tidak patut, serta penuh prasangka, ” kata Dhamantra.
Dhamantra menegaskan, ia tidak pernah mengetahui adanya transfer atau pengiriman uang sebesar Rp. 2 miliar ke rekening
PT. Indocev, yang katanya untuk membantu pengurusan RIPH Kementerian Pertanian dan SPI dari Kementerian Perdagangan.
Sekaligus juga tidak mengetahui adanya rencana pemberian suap tersebut ke beberapa pihak, termasuk dirinya.
“Hal ini sesuai keterangan Mirawati Basri dalam persidangan bahwa saya tidak tahu-menahu mengenai adanya pengiriman uang tersebut, berikut janji akan ada pemberian lanjutan kepada saya,” kata Dhamantra.
Sekaligus menegaskan, tidak mengetahui adanya janji atau kesepakatan pemberian uang senilai Rp. 3, 5 milyar terkait bantuan dalam pengurusan RIPH dan SPI bawang putih.
Faktanya, lanjut Dhamantra, kesepakatan tersebut tidak pernah ada, bahkan menolak untuk memberikan bantuan ketika dicegak Mirawati untuk bertemu Doddy Wahyudi.
“Artinya kesepakatan pemberian Suap, dan atau janji dengan saya tersebut tidak ada, namun dilakukan tanpa sepengetahuan saya,”ungkap Dhamantra.
Doddy Wahyudi dalam persidangan, kata Dhamantra, menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya pemberian uang tersebut untuk Mirawati.
Menurut Dhamantra, Doddy Wahyudi dalam persidangan juga menyampaikan bahwa pemberian uang untuk Mirawati tidak ada keterkaitan dengan dirinya.
Dan, masih menurut Dhamantra, Doddy pun tidak pernah memberitahu dirinya terkait pemberian uang tersebut.
Dhamantra menuturkan, Mirawati dalam persidangan juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya pemberian uang dari Doddy Wahyudi.
“Namun yang mengherankan dan tidak dipahami, saudara penuntut umum menyampingkan dan tidak membuat keterangan tersebut sebagai fakta persidangan dan pertimbangan hukum dalam surat tuntutan,” katanya.
Sekaligus, menyesalkan upaya KPK menjeratnya dengan pasal-pasal tersebut. Padahal, ia sama sekali tak mengetahui pembicaraan hingga kesepakatan fee terkait RIPH dan SPI bawang putih.
Selain itu, kesepakatan antara Doddy Wahyudi dan Mirawati tersebut dilakukan tanpa sepengetahuanya, dan bahkan menggunakan rekening perusahaannya, PT. Indocev.
“Sehingga, pertanyaan berdasarkan nalar dan logika, bagaimana saya dapat dituduh secara bersama-sama dan berlanjut melakukan tindak pidana suap tersebut.
Padahal, saya tidak tahu sama sekali adanya janji dan kesepakatan antara mereka serta pelaksanaannya yaitu berupa pemberian uang sebesar Rp 3,5 miliar,” kata dia.
Di mana, berdasarkan keterangan Doddy Wahyudi dan Mirawati, pemberian uang bertahap tersebut adalah realisasi janji yang telah terbangun di antara mereka sebelumnya,
bukan karena ada bantuan dari dirinya atau peranan dirinya sebagai anggota Komisi VI DPR RI, sehubungan dengan dugaan upaya pengurusan izin termaksud.
“Untuk itu, saya berani bersumpah, demi Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan para Leluhur (Nuatha), tidak ada niat
untuk melakukan kejahatan seperti apa yang didakwakan, dan sekaligus menanggung Karmaphala jika sebaliknya,” tandas Dhamantra.
“Mengingat, Jaksa Penuntut Umum telah tidak dapat membuktikan dakwaanya, dan untuk itu Majelis Hakim Yang Mulia, saya, I Nyoman Dhamantra selaku Terdakwa memasrahkan
perkara ini ke dalam pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia, agar kiranya membebaskan saya demi hukum, dan/atau setidak-tidaknya memberikan putusan lain yang benar dan berkeadilan,” katanya memohon.
Dalam sidang sebelumnya, Nyoman Dhamantra dituntut 10 (sepuluh) tahun penjara, dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan,
serta pidana tambahan pencabutan hak untuk menjadi pejabat sipil oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara ini.
Menurut jaksa, Nyoman Dhamantra diyakini terbukti membantu transaksi suap dalam pengurusan RIPH dan SPI bawang putih.
Dia dinilai memfasilitasi, atau mengarahkan pengurusan, dan sekaligus mengetahui adanya pemberian suap.
Adapun transaksi suap tersebut berupa pengiriman uang sebesar Rp 2 miliar melalui transfer ke rekening PT. Indocev, dimana dia sebagai pemegang saham.