29.2 C
Jakarta
25 November 2024, 18:58 PM WIB

Pemuda Tejaku Ajak Nelayan & Ibu Rumah Tangga Bikin Abon Tuna “Corona”

Jika Pemprov Bali terlihat agak gamang menyalurkan bantuan secara tunai, maka pemuda Desa Tejakula, Buleleng, selangkah lebih cepat.

Melalui aksi “rakyat bantu rakyat”, para pemuda yang tergabung dalam Garda Muda Tejakula (GMT) mencoba memanfaatkan potensi desa, yakni membuat abon ikan tuna yang diberi merek “Corona”.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

AKSI “rakyat bantu rakyat” ini sejatinya kelanjutan dari aksi sosial sebelumnya yang mengambil tema “ketahanan pangan keluarga” beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya aksi kepedulian berupa bagi-bagi beberapa jenis bibit sayur kepada warga desa. Bedanya, kali ini aksi “rakyat bantu rakyat” bergeser pada isu perputaran ekonomi rumah tangga.

Semua bahan baku hingga proses pengolahan melibatkan masyarakat Desa Tejakula. Berdikari dalam bidang ekonomi. Harapannya, tentu saja perekonomian desa bisa tetap bergerak meski dilanda grubuk corona.

Koordinator aksi GMT Gede Kamajaya menuturkan, aksi di Tejakula ini bermula dari kondisi di masyarakat yang mengalami pelambatan ekonomi.

Banyak warga yang mengalami pemutusan hubungan kerja. “Sekarang ini kami mencoba memanfaatkan potensi perikanan

di desa untuk kami olah sebagai abon ikan dengan packing yang profesional,” ujar Kamajaya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Meski sifatnya swadaya, proses pembuatan abon ini dibuat dengan memerhatikan kualitas. GMT bekerjasama dengan nelayan setempat agar mendapatkan ikan berkualitas.

Ikan yang dipilih adalah ikan tuna yang baru turun dari perahu. Setelah mendapat ikan segar, GMT mengajak ibu rumah tangga untuk memproduksi abon. 

Bukan sekadar diajak, ibu rumah tangga yang membuat abon juga digaji dengan upah layak untuk tiap kali produksi.

Menurut Kamajaya, dipilihnya abon ikan ini dilandasi beberapa alasan. Pertama, jelas Kamajaya, ikan bisa dinikmati oleh kelompok masyarakat apa saja.

Bahan bakunya juga mudah didapat dengan bekerjasama dengan nelayan lokal yang baru datang melaut.

“Proses pembuatan abon dari mendapat ikan segar sampai kemasan cukup sehari. Pagi ambil ikan, petang sudah packing.

Dan, yang paling penting, produk ini masih jarang di pasaran,” tandas pria yang juga dosen di Universitas Udayana itu.

Dalam uji coba tahap pertama, dengan modal Rp 100 ribu, didapat 18 cup abon ukuran 200 mili. Ke depan, akan dibuat kemasan cup ukuran 450 mili, dan kemasan plastik.

Dengan cara seperti ini, lanjut Kamajaya, perputaran ekonomi rumah tangga perlahan bisa berputar, meskipun kecil.

Abon yang diolah GMT terbagi dalam dua varian, yaitu rasa original dan pedas. Dua varian itu diharapkan semua kalangan bisa menikmati. Dari anak-anak hingga dewasa.

Pihaknya mencoba meproduksi dalam jumlah terbatas untuk mengetahui respons masyarakat. Ternyata sangat diminati.

“Jika pemesanan dalam jumlah banyak, kami akan kembali mengajak ibu rumahtangga yang lain untuk memproduksinya,” imbuh pria yang juga sosiolog itu.

Pihaknya juga merencanakan audiensi dengan pihak-pihak terkait untuk memperkenalkan produk ini. Tujuannya menjangkau pasar yang lebih luas.

“Karena itu kami perlu memperkenalkan produk ini pada semua pihak. Jika respons pasar bagus, kami bisa pelan-pelan membuka kesempatan kerja,” tukas pria 33 tahun itu.

Bagaiamana dengan sumber modal? Dijelaskan Kamajaya, sementara ini dana didapat dari keuntungan aksi sosial menjual baju GMT.

Sebelumnya GMT menjual baju yang didesain sendiri. Di luar dugaan, lumayan banyak yang meminati baju GMT tersebut.

Keuntungan menjual baju itulah yang gunakan sepenuhnya untuk membiayai aksi-aksi sosial GMT lainnya.

Tak cukup sampai pada aksi sosial, rencananya pembuatan abon ini akan digarap serius. Pihaknya sudah mulai menyiapkan dokmen-dokumen

yang diperlukan untuk mengajukan izin industri rumah tangga, sehingga produk ini bisa membuka dijangkau pasar yang lebih luas.

Ditanya kendala, Kamajaya menyebut masih soal pembiayaan. Karena modal terbatas, GMT harus pintar-pintar memilih cara promosi agar menarik konsumen.

Selain itu, GMT juga terus belajar menyajikan suguhan bernilai gizi tinggi dan higienis. Terutama memerhatikan tanggal kadaluarsa. Sehingga produk abon bisa diterima baik konsumen.(*)

 

Jika Pemprov Bali terlihat agak gamang menyalurkan bantuan secara tunai, maka pemuda Desa Tejakula, Buleleng, selangkah lebih cepat.

Melalui aksi “rakyat bantu rakyat”, para pemuda yang tergabung dalam Garda Muda Tejakula (GMT) mencoba memanfaatkan potensi desa, yakni membuat abon ikan tuna yang diberi merek “Corona”.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

AKSI “rakyat bantu rakyat” ini sejatinya kelanjutan dari aksi sosial sebelumnya yang mengambil tema “ketahanan pangan keluarga” beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya aksi kepedulian berupa bagi-bagi beberapa jenis bibit sayur kepada warga desa. Bedanya, kali ini aksi “rakyat bantu rakyat” bergeser pada isu perputaran ekonomi rumah tangga.

Semua bahan baku hingga proses pengolahan melibatkan masyarakat Desa Tejakula. Berdikari dalam bidang ekonomi. Harapannya, tentu saja perekonomian desa bisa tetap bergerak meski dilanda grubuk corona.

Koordinator aksi GMT Gede Kamajaya menuturkan, aksi di Tejakula ini bermula dari kondisi di masyarakat yang mengalami pelambatan ekonomi.

Banyak warga yang mengalami pemutusan hubungan kerja. “Sekarang ini kami mencoba memanfaatkan potensi perikanan

di desa untuk kami olah sebagai abon ikan dengan packing yang profesional,” ujar Kamajaya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Meski sifatnya swadaya, proses pembuatan abon ini dibuat dengan memerhatikan kualitas. GMT bekerjasama dengan nelayan setempat agar mendapatkan ikan berkualitas.

Ikan yang dipilih adalah ikan tuna yang baru turun dari perahu. Setelah mendapat ikan segar, GMT mengajak ibu rumah tangga untuk memproduksi abon. 

Bukan sekadar diajak, ibu rumah tangga yang membuat abon juga digaji dengan upah layak untuk tiap kali produksi.

Menurut Kamajaya, dipilihnya abon ikan ini dilandasi beberapa alasan. Pertama, jelas Kamajaya, ikan bisa dinikmati oleh kelompok masyarakat apa saja.

Bahan bakunya juga mudah didapat dengan bekerjasama dengan nelayan lokal yang baru datang melaut.

“Proses pembuatan abon dari mendapat ikan segar sampai kemasan cukup sehari. Pagi ambil ikan, petang sudah packing.

Dan, yang paling penting, produk ini masih jarang di pasaran,” tandas pria yang juga dosen di Universitas Udayana itu.

Dalam uji coba tahap pertama, dengan modal Rp 100 ribu, didapat 18 cup abon ukuran 200 mili. Ke depan, akan dibuat kemasan cup ukuran 450 mili, dan kemasan plastik.

Dengan cara seperti ini, lanjut Kamajaya, perputaran ekonomi rumah tangga perlahan bisa berputar, meskipun kecil.

Abon yang diolah GMT terbagi dalam dua varian, yaitu rasa original dan pedas. Dua varian itu diharapkan semua kalangan bisa menikmati. Dari anak-anak hingga dewasa.

Pihaknya mencoba meproduksi dalam jumlah terbatas untuk mengetahui respons masyarakat. Ternyata sangat diminati.

“Jika pemesanan dalam jumlah banyak, kami akan kembali mengajak ibu rumahtangga yang lain untuk memproduksinya,” imbuh pria yang juga sosiolog itu.

Pihaknya juga merencanakan audiensi dengan pihak-pihak terkait untuk memperkenalkan produk ini. Tujuannya menjangkau pasar yang lebih luas.

“Karena itu kami perlu memperkenalkan produk ini pada semua pihak. Jika respons pasar bagus, kami bisa pelan-pelan membuka kesempatan kerja,” tukas pria 33 tahun itu.

Bagaiamana dengan sumber modal? Dijelaskan Kamajaya, sementara ini dana didapat dari keuntungan aksi sosial menjual baju GMT.

Sebelumnya GMT menjual baju yang didesain sendiri. Di luar dugaan, lumayan banyak yang meminati baju GMT tersebut.

Keuntungan menjual baju itulah yang gunakan sepenuhnya untuk membiayai aksi-aksi sosial GMT lainnya.

Tak cukup sampai pada aksi sosial, rencananya pembuatan abon ini akan digarap serius. Pihaknya sudah mulai menyiapkan dokmen-dokumen

yang diperlukan untuk mengajukan izin industri rumah tangga, sehingga produk ini bisa membuka dijangkau pasar yang lebih luas.

Ditanya kendala, Kamajaya menyebut masih soal pembiayaan. Karena modal terbatas, GMT harus pintar-pintar memilih cara promosi agar menarik konsumen.

Selain itu, GMT juga terus belajar menyajikan suguhan bernilai gizi tinggi dan higienis. Terutama memerhatikan tanggal kadaluarsa. Sehingga produk abon bisa diterima baik konsumen.(*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/