DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster dan jajarannya boleh berbangga diri dengan pujian yang diberikan Presiden Jokowi.
Namun, Koster diminta tidak cepat besar kepala. Pasalnya, penyebaran virus corona disease (Covid-19) di Bali belum tuntas benar.
Beberapa wilayah di Bali bahkan berencana memberlakuan pembatasan aktivitas masyarakat untuk mencegah kasus transmisi lokal meluas.
Seperti yang akan dilakukan Pemkot Denpasar yang akan memberlakukan Pembatasan Aktivitas Masyarakat (PKM) Jumat (15/5) lusa.
Kondisi ini menunjukkan Covid-19 masih perlu diwaspadai penyebarannya. Yang menarik, sosiolog Universitas Udayana Gede Kamajaya justru seolah menyindir rencana pemberlakukan pembatasan sosial berskala kecil di sejumlah tempat itu.
Menurut Kamajaya, selain menerapkan pembatasan sosial skala kecil juga harus dibarengi skenario pemberian kebutuhan dasar, terutama pangan.
“Pemerintah jangan hanya membuat larangan dan sanksi, tapi tanpa disertai solusi. Itu lebih berbahaya daripada Covid-19,” kata Kamajaya.
Karena itu, untuk menyambut gelombang kedua Covid-19, pemerintah perlu serius menyiapkan fasilitas kesehatan.
Di antaranya menambah kapasitas laboratorium dan infrastruktur penunjang kesehatan lainnya. Kasus transmisi lokal juga perlu diperhatikan serius.
Selain itu, pemerintah juga wajib membuat pemetaan terburuk dalam kondisi baik seperti sekarang.
Dalam waktu beberapa bulan ke depan pemerintah harus memastikan masalah ini ada titik terang. Jika membiarkan hal ini berlarut, maka masyarakat menjadi jenuh dan stres.
Dan, itu berbahaya. Sebab, masyarakat akan abai terhadap pemerintah. Masyarakat akan beraktivitas normal seperti biasa.
“Masyarakat yang jenuh, mereka akan abai dan terbiasa melihat Covid-19. Mereka akan terbiasa beraktivitas di luar.
Kalau itu terjadi, akan menjadi masalah baru yang merepotkan dan membuat kewalahan,” papar akademisi asal Tejakula, Buleleng ini.