DENPASAR – Wabah yang melanda Bali tak hanya menimpa manusia saja. Kasus babi mati dengan dugaan African Swine Fever (ASF) yang melanda Gianyar juga tak bisa diprediksi kapan akan berakhir.
Hal itu sama dengan situasi corona yang tidak bisa dipastikan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar, I Made Raka yang juga membidangi peternakan.
Bahkan, Kadistan Gianyar Made Raka menyebut kasus kematian yang menyerang babi hampir sama dengan Covid-19. Tak bisa diprediksi kapan berakhir.
“ASF ini persis Covid-19. Belum ada obat dan vaksin. Persis. Siapa yang berani menyatakan Covid-19 berakhir?” ujar Raka.
Sebagai pemegang kebijakan, Raka hanya bisa menyarankan supaya peternak babi melakukan lock down terhadap kandang mereka.
Raka mengaku, dari 64 desa, 11 diantaranya masuk zona merah kasus babi mati. Dia hanya bisa memberlakukan kebijakan tidak memelihara babi di zona merah tersebut.
“Zona merah ini kematian cukup tinggi. Kalau sekarang memasukkan ternak, ya sia-sia. Kalau aman silahkan,” ujarnya.
Raka sendiri tidak bisa melepas begitu saja kebijakan zona merah itu. “Kalau di daerah zona merah ya seperti itu (tidak boleh memelihara babi, red).
Kalau selain zona merah, boleh saja dia memelihara. Tapi di zona merah tidak ada yang berani,” ungkapnya.
Selama kandang ditutup untuk ternak babi, Made Raka telah mengutus petugas ke peternakan.
Selama masa lockdwon kandang babi, peternak dianjurkan melakukan penyemprotan terhadap kandang.
“Melakukan bio security. Membersihkan kandang,” jelasnya. Kapan zona merah dicabut? Raka pun tak bisa memastikan.
Kata dia, indikatornya ketika babi yang dipelihara di zona merah selamat, maka semua ternak bisa dipastikan sehat.
“Kalau mau memelihara, lihat dulu tetangga di sekitarnya, apakah babi mereka sehat. Kalau aman silakan. Bisa dia memelihara,” pungkasnya.