TABANAN – Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) mengakibatkan harga sayur mayur di Bali terjun bebas.
Di tingkat petani, harga sayur lokal turun hingga 50 persen. Sementara serapan sayur mayur untuk kebutuhan hotel dan restoran terhenti.
Salah seorang petani sayuran I Wayan Ada, asal Banjar Pemuteran, Desa Candikuning menuturkan, kondisi berat dihadapi hampir seluruh petani sayur di wilayah Tabanan terutama Baturiti yang menjadi sentra pengembangan tanaman sayur mayur.
Meski demikian, permintaan tetap ada khususnya untuk pemenuhan pasar yakni sayur lokal. “Sayur tetap ada saja permintaan, berjalan lancar. Walaupun menurun, tidak seperti biasa,” tutur Wayan Ada.
Hanya saja, ia mengakui di tengah keterbatasan saat ini, harga sayur lokal di tingkat petani anjlok. Bahkan hingga 50 persen.
Sebagai gambaran, untuk harga sayuran bawang pre di tingkat petani sebelum pandemi covid-19 ini menyerang harganya mencapai Rp10 ribu per kg.
Namun, sejak beberapa bulan terakhir, harganya menjadi Rp 4000 per kg. “Ini terjadi dihampir semua jenis sayuran,” katanya.
Kondisi ini diperparah, ketika petani sayur di Baturiti banyak bergantung pada serapan hotel dan restoran di sektor pariwisata.
Jika dihitung porsi pendistribusian, produk sayuran yang dipasok untuk kebutuhan hotel dan restoran ini memiliki jumlah lebih besar karena menghasilkan margin lebih tinggi dibanding harga sayur lokal.
Sehingga ketika ada guncangan yang mengancam pariwisata Bali, kondisi ini sangat dirasakan petani sayur mayur.
“Pariwisata mati, otomatis serapan tidak ada. Makanya saya dan beberapa teman petani lainnya tidak lagi menanam sayur yang dibutuhkan hotel dan restoran untuk menghindari kerugian lebih banyak,” terang Wayan Ada.
Dia berharap, kondisi sulit ini segera berlalu. Kehidupan masyarakat khususnya di Bali bisa normal kembali dan ekonomi bisa pulih. “Dari setengah hektar lahan saya, sekarang hanya ditanami sayur lokal saja,” pungkasnya.