GIANYAR – Masyarakat kota Gianyar sempat dibuat heboh dengan bunyi kulkul atau kentongan dari balai kulkul di Pura Puseh Gianyar.
Setelah ditelusuri, ternyata ada orang yang membunyikan pada Minggu (24/5) pukul 19.00. Padahal, sesuai tradisi, kulkul itu dibunyikan saat ada piodalan atau upacara besar di pura Puseh.
Ketika kulkul tersebut berbunyi, banyak masyarakat desa adat Gianyar berbondong-bondong menuju pura Puseh.
Si pemukul kentongan diminta turun. Kemudian warga menanyakan maksud pemukulan kentongan itu. Si pemukul saat itu mengaku disuruh oleh bendesa adat.
Humas Desa Adat Gianyar Dewa Nyoman Agung, mengakui prajuru atau pengurus adat membunyikan kulkul. Kata dia hal itu dilakukan saat prajuru sembahyang di pura Puseh.
“Kemarin prajuru desa lagi nunas ice (mohon karunia, red) di Pura Puseh dan Desa, terkait Covid-19. Karena bantennya lengkap makanya sampai nyuarang (membunyikan, red) kulkul,” ujarnya.
Dia mengaku, hal tersebut lumrah. “Itu saja tidak ada masalah jangan dibesar-besarkan,” pinta Dewa Nyoman Agung.
Lanjut Dewa Agung, prosesi nunas ica tersebut sesuai dengan imbauan Gubernur Bali guna mohon keselamatan saat wabah Covid-19. “Ini sesuai imbauan Gubernur Bali,” tegasnya.
Mengenai tidak adanya rahina khusus ataupun tidak ada piodalan di pura, dia mengaku kulkul bisa dibunyikan kapan saja.
“Kalau sembahyang untuk mohon keselamatan dan kerahayuan jagat kan setiap saat bisa sembahyang. Bila perlu tiga hari dalam sehari/Trisandya,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Sabha Desa Adat Gianyar, Ida Bagus Nyoman Rai mengakui kulkul sempat dibunyikan.
Namun selaku Sabha, termasuk masyarakat tidak ada diberitahu soal agenda sembahyang tersebut. Dia pun mengaku wajar jika masyarakat banyak bertanya.
“Karena kulkul disuarakan berkaitan dengan ritual-ritual. Misalnya Nedunan (menurunkan, red) Ida Bhatara dan Tapakan.
Termasuk susuhunan Kayangan Tiga. Kemarin itu tidak ada Nedunan Bhatara. Bhaktinya ngaturang pejati suci dan dipuput Mangku Puseh,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai tindakan bendesa bisa jadi karena kurang paham dengan uger-uger.
Termasuk petunjuk berkaitan dengan besarnya yadnya yang harus disertai menyuarakan kulkul.
“Mungkin saking antusiasnya melakukan upaya-upaya pencegahan dan pemutusan rantai penyebaran Covid 19 di Desa Adat Gianyar,” imbuhnya.
Dia berharap, ini jadi pembelajaran dalam tindakan yang memasuki wilayah religi. “Semoga ini yang pertama dan yang terakhir,” pintanya.