RadarBali.com – Pemerintah Kota Denpasar terkesan tutup mata dengan pelanggaran yang dilakukan pengusaha bioskop Cinemaxx yang berada di Plaza Renon, Jalan Raya Puputan.
Buktinya, meski belum berizin, Satpol PP seperti macan ompong. Tidak seperti saat menindak tegas pelanggaran yang dilakukan pedagang kaki lima (PKL).
Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Sayoga yang dikonfirmasi kemarin, ogah berkomentar terkait bioskop Cinemaxx yang dimiliki PT Cinemaxx Global Pasifik tersebut.
Dia beralasan baru menduduki jabatan sebagai Kasat Pol PP Kota Denpasar pada Kamis (12/10), sehingga belum mengenal bagaimana standar operasional prosedur (SOP) maupun payung hukumnya.
“Mohon maaf saya belum bisa komentar. Saya belum melihat SOP seperti apa dan mekanisme seperti apa. Nantilah, baru kemarin (Kamis, Red) saya dilantik. Saya ingin mengenal instansi saya dulu,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Setda Kota Denpasar, AA Ngurah Rai Iswara juga tidak mau menanggapi permasalahan tersebut.
Dia juga tak mau mengomentari dengan alasan belum mengetahui permasalahannya. “Coba tanyakan ke Satpol PP untuk lebih jelasnya,” ucapnya.
Jawa Pos Radar Bali pun mengatakan kepada Rai Iswara bahwa Kasatpol PP Kota Denpasar enggan memberikan komentar karena alasan baru menduduki jabatan Kasat Pol PP.
Pria yang berasal dari Puri Celagigendong ini pun meminta agar Jawa Pos Radar Bali bersabar, sebab baru ada mutasi pejabat eselon.
Terutama Dewa Sayoga baru menduduki jabatan Satpol PP Kota Denpasar. “Jadi sabar dulu ya. Senin coba tanya lagi saat rapat bersama,” tandas Rai Iswara.
Sementara itu, aktivis lingkungan, Nyoman Mardika mengatakan seharusnya pemerintah Kota Denpasar tidak boleh tebang pilih ketika ada yang melanggar.
Dia pun menyebutkan Instansi Satpol PP, jangan berani kepada pedagang-pedagang kaki lima saja.
“Investor besar harus ditindak ketika melanggar hukum. Jangan tebang pilih. Jangan berani dengan pedagang kaki lima saja,” ucap Mardika.
Mardika juga merasakan bagaimana kacaunya pembangunan di Kota Denpasar yang tidak berpihak kepada kepentingan publik. Bahkan mengabaikan peraturan yang ada.
Dia menyayangkan Perwali 31 Tahun 2016 tentang pengaturan Pendirian Bioskop yang mengatur tentang jarak bioskop dicabut.
Menurutnya, peraturan mudah dirubah untuk kepentingan investor. Mardika mengakui Denpasar memang butuh investasi. Tapi, investasi yang harus ramah publik.
Sehingga seharusnya peraturan yang ada harus sesuai dengan kondisi kepentingan publik, bukan berdasarkan kondisi sang pemodal.
“Apalagi kalau peraturan menyesuaikan investor bukan untuk kepentingan. Ini menjadi pertanyaan,” ujarnya.
“Jangan sampai peraturan dirubah untuk menyesuaikan dengan kondisi sang pemodal. Itu gawat sekali. Seharusnya peraturan dibuat untuk kepentingan publik,” tandasnya.