MANGUPURA – Masih ingat pernyataan pengamat kebijakan publik sekaligus dedengkot Yayasan Manikaya Kawuci, Nyoman Mardika bahwa demi masyarakat luas, DPRD Badung tolong stop “tuli bisu”? Informasi terbaru, akibat cubitan tersebut Mardika mengaku ditantang sejumlah pihak untuk berdiskusi, khususnya mengenai recofusing dan pergeseran anggaran senilai Rp 274.919.457.818,68 untuk penanganan pandemi Covid-19 di Bumi Keris.
Sayangnya, meski banyak yang menantang debat via online, hingga Selasa (2/6) tak satu pun yang terealisasi.
“Saya siap kapan pun. Karena masih dalam masa pandemi Covid-19, tentu via online menjadi pilihan terbaik. Akan sangat bagus apabila ini terwujud sehingga masyarakat Badung
bisa lebih transparan mengetahui kerja pihak eksekutif. Yang mau mengeluh kenapa hingga saat ini anggaran Rp 274 miliar itu belum turun bisa mengetahui dengan gamblang.
Tentang dugaan anggaran tersebut ditahan untuk kepentingan hajatan Pilkada Badung 2020 juga bisa ditanyakan langsung. Ini negara demokrasi. Kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi, yakni UUD 1945,” ucapnya.
Disinggung soal pihak yang nantang debat, Mardika mensinyalir orang-orang yang dekat dengan eksekutif atau legislatif Badung.
“Ini bukan zaman Orde Baru di mana kebebasan dikekang. Mari bersuara demi kepentingan bersama. Bila sayang kepada pemerintah, kritik adalah salah satu upaya memperbaiki keadaan.
Kalau pemerintah salah terus kita memilih bungkam, itu tidak sayang namanya,” sambung pria berpenampilan sederhana itu.
Imbuhnya, jika wakil rakyat bungkam, rakyat berhak menegur pemerintah karena Indonesia menganut paham demokrasi.
“Misalnya ada yang tidak beres terkait penyaluran BLT pemerintah pusat di kabupaten/kota se-Bali, kita berhak bersuara,” sambungnya.
Terkait status Pemerintah Kabupaten Badung yang mendapat opini “tertinggi” Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) lima kali beruntun, Mardika menyebut capaian tersebut patut dipuji.
Namun, tidak lantas membuat Pemkab Badung tak boleh dikritik atas kinerja pihak eksekutif, khususnya eksekusi anggaran penanganan Covid-19 senilai Rp 274.919.457.818,68.
Dengan kata lain, wakil rakyat diharapkan “serius” menjadi corong rakyat. Bahkan Mardika menegaskan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih tak lantas memposisikan institusi terkait bebas korupsi atau bersih.
Buktinya, tegas Mardika sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bupati Purbalingga, Tasdi juga mencatatkan prestasi WTP bagi daerah yang dipimpinnya.
Tasdi juga mendulang prestasi gemilang, yakni 20 Rekor Muri. “Meraih WTP, tapi ternyata korupsi. Ini bukti nyata bahwa predikat WTP tak lantas berarti sebuah daerah “bersih”.
Oleh karena itu, wakil rakyat tak boleh tuli dan bisu. Tetap harus bersuara demi rakyat,” ungkapnya ditemui langsung Radarbali.id.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Mardika menyebut hegemoni Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta yang terlampau kuat. Imbasnya segala kebijakan sang bupati berjalan mulus tanpa cacatan.
DPRD Badung tidak maksimal menjalankan perannya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Peran check and balance tidak maksimal dijalankan di Badung.