SINGARAJA – Kuasa Tim Litigasi kasus pengabenan massal di Desa Sudaji, Gede Pasek Suardika menyatakan masih menanti terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari penyidik kepolisian.
Penerbitan SP3 itu dianggap penting, untuk mengembalikan rasa keadilan masyarakat terkait penanganan kasus kerumunan massa yang terjadi di Bali.
Kabag Ops Polres Buleleng Kompol A.A. Wiranata Kusuma mengatakan, penerbitan SP3 sebenarnya bukan sebuah momok bagi kepolisian.
Hanya saja, polisi tak mau menerbitkan SP3 hanya karena desakan dari kelompok tertentu. Namun harus berdasar fakta-fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalau karena desakan dari kelompok tertentu, kemudian secara hukum tidak memungkinkan, ya tidak akan kami lakukan.
Tapi, apabila fakta hukumnya ada, pasti kami akan lakukan. Tentunya kami akan lihat seperti apa kondisi di lapangan. Fakta hukum, itu yang penting,” tegasnya.
Kompol Wiranata mengaku peluang menerbitkan SP3 untuk kasus Sudaji, masih ada. Namun penyidik masih menanti petunjuk lebih lanjut dari jaksa. Mengingat berkas sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum pekan lalu.
“Kami menunggu petunjuk jaksa. Kalau nanti mengarah SP3 kami akan lakukan. Tapi kalau (diminta) lanjut, kami akan lanjutkan.
Tapi melihat situasi di masyarakat, kami akan ambil langkah diskresi yang lebih bermanfaat untuk masyarakat Buleleng,” tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus di Sudaji bermula dari ngaben massal yang dilakukan Dadia Pasek Kubayan pada Jumat (1/5) lalu.
Peristiwa itu sempat viral di media sosial. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Gede Suwardana, sebagai tersangka dalam peristiwa tersebut.
Suwardana dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab. Sebab prosesi itu dinilai mengabaikan prinsip social dan physical distancing.
Tersangka Suwardana dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dengan ancaman hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara,
dan/atau Pasal 93 UU RI No. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dengan ancaman hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp100 juta.