DENPASAR – Segala cara dilakukan oknum tak bertanggung jawab agar bisa masuk Pulau Bali. Buktinya, Senin (1/6) lalu, tujuh orang dicegah saat hendak merapat di Pantai Desa Candikusuma, Melaya, Jembrana menggunakan perahu nelayan.
Beruntung satgas gotong royong setempat memergoki ulah nakal itu dan melakukan pengusiran. Namun, siapa yang berani menjamin tidak ada yang lolos ke Bali?
Syarat masuk Bali lewat pelabuhan juga dinilai bisa jadi bom waktu sebab hasil non reaktif alias negatif rapid test bukan berarti seseorang tak terinfeksi virus corona.
Menyikapi fakta tersebut, anggota DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa mendorong Pemprov Bali untuk meningkatkan standar tes masuk Bali lewat pelabuhan demi kepentingan bersama.
Bukan sekadar rapid tes, melainkan Swab dan PCR dengan akurasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Masyarakat harus melek informasi. Dalam dua hari, terjadi lonjakan 396 kasus positif Covid-19 di provinsi tetangga kita, Jawa Timur.
Jika tidak super ketat menjaga pintu masuk, Bali dalam bahaya. Apalagi yang masuk adalah warga Jawa Timur atau Jakarta,” ucap Disel Astawa.
Disel merinci Jawa Timur bobol karena penambahan 213 kasus positif dalam sehari pada Selasa (2/6). Keesokan harinya, Rabu (3/6) tercatat 183 kasus baru sehingga total warga positif Covid-19 di Jatim hingga Rabu (3/6) sebanyak 5.318 orang.
429 di antaranya meninggal dunia. Pada periode yang sama, ada tambahan 8 kasus positif dan dua pasien meninggal di Bali sehingga total keseluruhan kasus positif menjadi 490.
6 di antaranya meninggal dunia. “Becermin pada data ini, kita wajib meningkatkan kewaspadaan. Ikuti anjuran pemerintah terutama terkait PHBS, yakni pola hidup bersih sehat.
Hal lain yang menurut saya tak bisa ditawar-tawar lagi adalah mengharuskan orang-orang yang masuk Bali menunjukkan hasil tes Swab dan PCR. Bukan rapid tes,” tegasnya.
Mengerucut pada upaya penanganan Covid-19 di Bali, Disel meminta upaya serius pemerintah. Secepat mungkin tes Swab dan PCR massal bagi para pecalang dan petugas lapangan harus dilakukan.
Disel menyebut pecalang sangat rentan tertular virus korona karena melakukan kontak dengan banyak orang.
“Saya juga berharap Pemprov Bali, Pemkab Badung, dan lain-lain membebaskan biaya tes corona bagi masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Paket tarif Swab rRT-PCR sangat mahal, Rp 900.000. Untuk makan saja masyarakat kita susah. Jangankah Swab dan PCR, biaya Rapid tes sebesar Rp 350 ribu saja masyarakat tak sanggup.
Syukur LPD dan desa adat peka untuk urusan sembako. Maka kini giliran pemerintah di Bali menggratiskan biaya tes corona.
Dengan cara itu pemetaan kasus positif bisa dilakukan lebih cepat dan valid. Jika ingin situasi segera normal dan roda perekonomian kembali berputar pemerintah harus berani keluar uang,”tutup Disel.