DENPASAR – Terdakwa Titian Wilaras, 55, yang mendapat pengalihan penahanan dari majelis hakim kembali muncul ke persidangan di PN Denpasar.
Bos PT. BPR Legian itu tampil necis dengan mengenakan kemeja putih panjang dan sepatu pantofel mengkilat.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Angeliky Handajani Day itu menghadirkan empat saksi dari jajaran direksi dan komite PT. BPR Legian.
Mereka adalah Indra Wijaya (Direktur Utama), Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), dan saksi Andre Muliya (HRD).
Dari keterangan saksi Karyawan, periode Agustus 2017 – Oktober 2018, mendapat perintah dari terdakwa Titian untuk mentransfer uang ke sejumlah rekening.
Uang itu bersumber dari pos biaya dibayar dimuka (BDD) yang merupakan dana cadangan atau dana darurat bank.
Namun, BDD yang merupakan kas perusahaan malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Dalam sidang juga terungkap, terdakwa awalnya memiliki tabungan pribadi sebagai nasabah.
“Awalnya terdakwa meminta dana tabungan pribadi dikirim. Namun, karena rekening pribadi tidak cukup akhirnya mengambil BDD,” ungkap saksi Dewi, kemarin (4/6).
Yang menarik, perintah pengeluaran dana secara transfer oleh terdakwa hanya melalui pesan WhatsApp (WA). Bukan melalui surat resmi lazimnya sebuah instansi resmi.
“Ada perintah permintaan uang dari Bapak Titian lewat WA. Perintah itu akhirnya saya limpahkan ke direksi,” ungkap Karyawan.
Pengakuan perintah pengeluaran uang lewat WA itu juga dibenarkan saksi Dewi. Sementara saksi Indra mengaku tidak pernah mendapat WA.
Indra mengatakan baru mengetahui adanya perintah pengeluaran uang berupa lisan. Sementara saksi Andre mengaku mendapat perintah mengambil mobil merek Porche di Jakarta.
Andre juga mengetahui kepentingan pribadi terdakwa yaitu pembelian mobil Alphard dan Mercy. Menurut Indra, terdakwa juga memaksa menyewa apartemen di Jakarta.
Direksi sempat mengingatkan terdakwa karena kondisi keuangan perusahaan belum stabil. Namun, terdakwa tetap ngotot.
Tapi, uang akhirnya dikembalikan setelah ada temuan dan pemberkasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kok bisa kalian sampai mengeluarkan BDD? Padahal secara aturan salah, tapi kenapa harus dikeluarkan uang itu?” kejar hakim Angeliky.
Semua saksi terdiam tidak bisa menjawab sampai hakim keheranan. Sempat terdiam cukup lama, akhirnya saksi Karyawan menjawab. “Berani memberikan BDD karena akan ada pengembalian secara dicicil,” terang saksi Karyawan.
Menurut saksi, jumlah kerugian hingga Rp 22 miliar lebih karena terdakwa telat membayar. “Awalnya terdakwa mengembalikan sedikit-sedikit, tapi karena kesulitan uang akhirnya membengkak hingga Rp 22 miliar,” beber Karyawan.
Momen panas tersaji saat hakim memberikan kesempatan pada terdakwa untuk menanggapi keterangan saksi.
Terdakwa dengan menggebu-gebu membantah sebagian besar keterangan saksi. Bahkan, saking geregetan, Titian menyebut saksi adalah mantan anak buahnya.
“Saya tidak pernah tahu apa itu BDD. Saya juga tidak tahu kegunaan BDD. Saya juga tidak pernah memerintahkan transfer uang dari BDB,” sagkalnya dengan nada berapi-api.
Hakim beberapa kali memenangkan terdakwa agar tidak buru-buru mengeluarkan semua amunisi yang dimiliki.
Titian juga menyatakan sudah bertemu dengan OJK di Jakarta untuk mengembalikan BDD senilai Rp 24 – 25 miliar disertai bukti penyerahan.
Pria asal Medan itu juga membeberkan telah membeli uang puluhan miliar di BPR Legian. “Uang pertama kali yang saya setor Rp 20 miliar,
lalu nilai bangunan Rp 40 miliar di Jalan Gajah Mada, dan di Tabanan Rp 7 miliar. Total uang saya masukkan Rp 92 miliar,” cetusnya.
Sementara itu, Acong Latif sebagai pengacara terdakwa menanyakan apakah pernah ada pengembalian uang dari terdakwa, saksi Indra dan Dewi menyatakan sudah mengembalikan, tapi jumlah pastinya nominal tidak tahu.
Di lain sisi, Acong Latif pengacara Titian membantah terdakwa ditangkap di Belanda. Dijelaskan Acong, terdakwa Titian datang menyerahkan diri saat pelimpahan tahap dua ke Kejari Denpasar. Bukan ditangkap di Belanda.
“Saya tegaskan, Pak Titian datang sendiri ke kejaksaan saya yang mengawal, bukan ditangkap di Belanda. Jangankan di Belanda, di Indonesia saja tidak pernah ditangkap,” kata Acong usai sidang.
Ditambahkan, Acong juga tidak pernah dicekal oleh aparat, sehingga tidak pernah kabur ke luar negeri. Justru pihaknya kooperatif menanyakan kepada penyidik OJK kapan akan dilimpahkan.
Saat ditanya apakah Titian pernah menjadi buron Mabes Polri, Acong mengaku belum pernah melihat dokumen itu.