25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:29 AM WIB

Kerap Tahan Kencing, Kejar Pasien yang Tak Terima Terjangkit Covid-19

Menjadi dokter di tengah pandemic Coronavirus Disease (Covid-19) penuh tantangan. Tidak boleh sakit. Badan harus fit.

RIbetnya lagi, selama bertugas harus memakai alat pelindung diri (APD) dan siap-siap menghadapi pasien yang tidak bisa terima kalua terjangkit Covid-19.

 

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Jimbaran

 “MAAF nanti saja ya, saya lagi visite,” begitu balasan singkat dr.  Cokorda Agung Wahyu P, SpPD, koordinator pelayanan Covid-19 di RS Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Udayana (Unud) saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali.

Akhirnya sore sekitar pukul 16.00 sang dokter baru mengabari memiliki waktu untuk diwawancarai di tengah kesibukannya melayani pasien.

Dr. Cok mengaku, setelah hampir dua bulan bertugas melayani pasien Covid-19 di RS PTN Unud, kebiasaannya  berubah.

Terutama harus setiap hari memakai alat pelindung diri (APD) yang super ribet. Dia mengaku menghabiskan waktu 15-20 menit untuk memasang APD.

Awal-awal menangani pasien Covid-19, dokter Cok mengaku menggunakan APD selama 30 jam. “Satu APD itu kalau dulu awal- awal bisa setengah jam memasangnya.

Kalau sekarang sudah mulai hafal. Karena sudah 2 bulan lebih memakainya. Sekarang bisa 15 menit sampai 20 menitan,” ucap dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini.

Sesudah kontak dengan pasien wajib mandi. Pulang dari rumah sakit, dia mandi di rumah sakit terlebih dulu. Sampai rumah mandi lagi. Kalau dihitung-hitung bisa lima kali Cok Agung mandi.

Menurutnya, tingkat stress juga tinggi. Apalagi, dia saban hari bertugas menangani pasien Covid-19. Solusi mujarab untuk menghilangkan stress, dokter Cok mengaku kerap berolahraga.

Olahraga adalah salah satu dirinya untuk menenang diri. Selain itu, dengan olahraga supaya badan tetap sehat. Makanya  badannya juga berbentuk ala-ala binaragawan.

“Kalau saya menghilangkan stress dengan olahraga. Jujur, tingkat stres menghadapi pasien Covid-19 sangat tinggi mbak. Takut tertular, takut pasien nggak sembuh, takut pasien meninggal.

Nah, untuk menghilangkan stress, habis dari rumah sakit, saya olahraga. Kami juga ada perasaan takut menularkan ke keluarga.

Tapi, karena tugas, ya kami jalankan. Mudah-mudahan dengan APD yang baik, kami bisa terhindar membawa virusnya,” bebernya.

Selain itu, setiap pagi juga ada senam pagi Bersama. Kalau di poli, dipimpin kepala instalasi rawat jalan dr susilawathi SpS.

Di Instagram RS Unud juga sering diposting kegiata-kegiatan antar perawat dan dokter. “Kalau tiktok beberapa tenaga Kesehatan (nakes) melakukan. Kalau saya pastinya nggak,” kelitnya.

Menurut pria yang lagi menempuh pendidikan S3 di Universitas Brawijaya, Jawa Timur, ini, menangani pasien Covid-19 adalah sebuah perbuatan terpuji.

Apalagi, kalau pasien yang terinfeksi dikucilkan orang-orang di sekitarnya. “Banyak suka dukanya mbak,” imbuhnya lagi.

Yang tidak menggenakkan tentu saja harus menggunakan APD. Karena dengan menggunakan APD, bisa menghilangkan kontak dengan pasien.

Seperti  senyum tidak terlihat karena APD lumayan berat. Apalagi APD yang digunakan tenaga medis level tiga.

Dukanya lagi, karena memakai APD berjam-jam mereka harus menahan kencing dan haus. Apalagi, untuk memakai maupun melepaskan mamakan waktu.

“Dokter yang lain takut tertular dan menularkan kepada keluarga. Syukurnya di RS Unud belum ada nakes yang tertular dan terjangkiti Covid-19, karena kami memakai APD lengkap,” jelasnya.

 Nakes di RS Unud hampuir setiap minggu di swab sehingga hasil ketahuan. Syukurnya hasilnya selalu negatif.

Hal yang paling tidak terlupakan bagi dokter di RS Unud adalah mengejar pasien kabur. Katanya, ada pasien berusaha untuk kabur.

Cok Agung mengaku ikut mengejar pasien sampai gerbang parkir bersama security.  Maka dia sempat sedih juga.

“Seharusnya pasien sadar diri. Bila dia positif, dia bisa menularkan ke orang lain. Sebaiknya mau diisolasi di rumah sakit,” bebernya.

Diakuinya, banyak pasien yang berusaha kabur. Mereka menyangkal terjangkit Covid-19. Bahkan, ada yang depresi.

Syukurnya tim RS PTN Unud dilengkapi dokter yang melakukan psikoterapi. Sehingga banyak pasien yang merasa senang. Tidak sedih selama perawatan. Dan tetap semangat menjalani perawatan.

Bagaimana dengan para tenaga kesehatan? Mereka juga saling menyemangati satu sama lain. Seperti bercanda bersama atau memberikan semangat langsung kepada kawannya.

Seperti diketahui RS PTN Unud memiliki 97 bed yang terbagi dalam 4 lantai ruang isolasi. Satu lantai yang bertugas ada 1 dokter umum dan 6 perawat setiap shift, sehari ada 3 shift. 

Untuk dokter spesialis tim Covid ada 28 orang, terdiri dari berbagai macam ilmu mulai dari penyakit dalam, THT, anestesi, pediatri, neurologi, psikiatri, paru, radiologi, patologi klinik, bedah, obgyn, dan lainnya.

Dokter Cok menambahkan, tugas mereka tidak hanya di RS PTN Unud tapi sampai memeriksa ke hotel-hotel tempat pekerja migran Indonesia (PMI) dikarantina.

“Terakhir kami berpesan untuk masyarakat agar selalu menggunakan masker jika berpegian, cuci tangan dan perilaku hidup bersih, jaga jarak, dan bila tidak ada keperluan mendesak sebaiknya dirumah saja,” pungkasnya. (*)

 

Menjadi dokter di tengah pandemic Coronavirus Disease (Covid-19) penuh tantangan. Tidak boleh sakit. Badan harus fit.

RIbetnya lagi, selama bertugas harus memakai alat pelindung diri (APD) dan siap-siap menghadapi pasien yang tidak bisa terima kalua terjangkit Covid-19.

 

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Jimbaran

 “MAAF nanti saja ya, saya lagi visite,” begitu balasan singkat dr.  Cokorda Agung Wahyu P, SpPD, koordinator pelayanan Covid-19 di RS Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Udayana (Unud) saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali.

Akhirnya sore sekitar pukul 16.00 sang dokter baru mengabari memiliki waktu untuk diwawancarai di tengah kesibukannya melayani pasien.

Dr. Cok mengaku, setelah hampir dua bulan bertugas melayani pasien Covid-19 di RS PTN Unud, kebiasaannya  berubah.

Terutama harus setiap hari memakai alat pelindung diri (APD) yang super ribet. Dia mengaku menghabiskan waktu 15-20 menit untuk memasang APD.

Awal-awal menangani pasien Covid-19, dokter Cok mengaku menggunakan APD selama 30 jam. “Satu APD itu kalau dulu awal- awal bisa setengah jam memasangnya.

Kalau sekarang sudah mulai hafal. Karena sudah 2 bulan lebih memakainya. Sekarang bisa 15 menit sampai 20 menitan,” ucap dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini.

Sesudah kontak dengan pasien wajib mandi. Pulang dari rumah sakit, dia mandi di rumah sakit terlebih dulu. Sampai rumah mandi lagi. Kalau dihitung-hitung bisa lima kali Cok Agung mandi.

Menurutnya, tingkat stress juga tinggi. Apalagi, dia saban hari bertugas menangani pasien Covid-19. Solusi mujarab untuk menghilangkan stress, dokter Cok mengaku kerap berolahraga.

Olahraga adalah salah satu dirinya untuk menenang diri. Selain itu, dengan olahraga supaya badan tetap sehat. Makanya  badannya juga berbentuk ala-ala binaragawan.

“Kalau saya menghilangkan stress dengan olahraga. Jujur, tingkat stres menghadapi pasien Covid-19 sangat tinggi mbak. Takut tertular, takut pasien nggak sembuh, takut pasien meninggal.

Nah, untuk menghilangkan stress, habis dari rumah sakit, saya olahraga. Kami juga ada perasaan takut menularkan ke keluarga.

Tapi, karena tugas, ya kami jalankan. Mudah-mudahan dengan APD yang baik, kami bisa terhindar membawa virusnya,” bebernya.

Selain itu, setiap pagi juga ada senam pagi Bersama. Kalau di poli, dipimpin kepala instalasi rawat jalan dr susilawathi SpS.

Di Instagram RS Unud juga sering diposting kegiata-kegiatan antar perawat dan dokter. “Kalau tiktok beberapa tenaga Kesehatan (nakes) melakukan. Kalau saya pastinya nggak,” kelitnya.

Menurut pria yang lagi menempuh pendidikan S3 di Universitas Brawijaya, Jawa Timur, ini, menangani pasien Covid-19 adalah sebuah perbuatan terpuji.

Apalagi, kalau pasien yang terinfeksi dikucilkan orang-orang di sekitarnya. “Banyak suka dukanya mbak,” imbuhnya lagi.

Yang tidak menggenakkan tentu saja harus menggunakan APD. Karena dengan menggunakan APD, bisa menghilangkan kontak dengan pasien.

Seperti  senyum tidak terlihat karena APD lumayan berat. Apalagi APD yang digunakan tenaga medis level tiga.

Dukanya lagi, karena memakai APD berjam-jam mereka harus menahan kencing dan haus. Apalagi, untuk memakai maupun melepaskan mamakan waktu.

“Dokter yang lain takut tertular dan menularkan kepada keluarga. Syukurnya di RS Unud belum ada nakes yang tertular dan terjangkiti Covid-19, karena kami memakai APD lengkap,” jelasnya.

 Nakes di RS Unud hampuir setiap minggu di swab sehingga hasil ketahuan. Syukurnya hasilnya selalu negatif.

Hal yang paling tidak terlupakan bagi dokter di RS Unud adalah mengejar pasien kabur. Katanya, ada pasien berusaha untuk kabur.

Cok Agung mengaku ikut mengejar pasien sampai gerbang parkir bersama security.  Maka dia sempat sedih juga.

“Seharusnya pasien sadar diri. Bila dia positif, dia bisa menularkan ke orang lain. Sebaiknya mau diisolasi di rumah sakit,” bebernya.

Diakuinya, banyak pasien yang berusaha kabur. Mereka menyangkal terjangkit Covid-19. Bahkan, ada yang depresi.

Syukurnya tim RS PTN Unud dilengkapi dokter yang melakukan psikoterapi. Sehingga banyak pasien yang merasa senang. Tidak sedih selama perawatan. Dan tetap semangat menjalani perawatan.

Bagaimana dengan para tenaga kesehatan? Mereka juga saling menyemangati satu sama lain. Seperti bercanda bersama atau memberikan semangat langsung kepada kawannya.

Seperti diketahui RS PTN Unud memiliki 97 bed yang terbagi dalam 4 lantai ruang isolasi. Satu lantai yang bertugas ada 1 dokter umum dan 6 perawat setiap shift, sehari ada 3 shift. 

Untuk dokter spesialis tim Covid ada 28 orang, terdiri dari berbagai macam ilmu mulai dari penyakit dalam, THT, anestesi, pediatri, neurologi, psikiatri, paru, radiologi, patologi klinik, bedah, obgyn, dan lainnya.

Dokter Cok menambahkan, tugas mereka tidak hanya di RS PTN Unud tapi sampai memeriksa ke hotel-hotel tempat pekerja migran Indonesia (PMI) dikarantina.

“Terakhir kami berpesan untuk masyarakat agar selalu menggunakan masker jika berpegian, cuci tangan dan perilaku hidup bersih, jaga jarak, dan bila tidak ada keperluan mendesak sebaiknya dirumah saja,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/