29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:29 AM WIB

Warga Miskin Tak Terima Bantuan JPS, Dinsos Minta Desa Perbaiki Data

SINGARAJA – Keluarga miskin di Kabupaten Buleleng, diduga banyak yang tercecer. Akibatnya pada masa pandemi Covid-19 ini, mereka tak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Data kemiskinan yang tak pernah dilakukan pembaruan. Indikasi tercecernya data keluarga miskin itu diungkap Komisi III DPRD Buleleng.

Sejak sebulan terakhir, anggota Komisi III DPRD Buleleng turun tangan melakukan pemantauan penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Buleleng.

Dewan Buleleng menemukan indikasi adanya warga miskin yang tak mendapat bantuan selama masa pandemi ini.

Anggota Komisi III DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, pihaknya menerima laporan bahwa ada warga miskin terdampak yang tak mendapat bantuan.

“Ini kami temukan. Kami belum tahu ini kenapa kok bisa nggak dapat. Kami desak pemerintah bisa lakukan pembaruan data secara berkala, supaya data warga miskin benar-benar update,” kata Wandira.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Buleleng I Gede Sandhiyasa yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya telah meminta pada para perbekel dan lurah untuk melakukan pembaruan terhadap data kemiskinan.

Data itu tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan Kementerian Sosial.

Sandhiyasa menyatakan, Kemensos telah membuka peluang agar desa/kelurahan melakukan pembaruan data empat kali dalam setahun.

“Kalau dulunya kan hanya dua kali dalam setahun. Sekarang sudah dibuka peluang empat kali dalam setahun,” kata Sandhiyasa.

Ia menyatakan, data kemiskinan sebenarnya bersumber dari desa/kelurahan. Hanya saja data itu tak pernah dilakukan pembaruan.

Akibatnya banyak data lama yang masih tercantum dalam DTKS. Terutama data di tahun 2015 dan 2016.

Sandhiyasa menduga, pembaruan data tak dilakukan karena perangkat desa belum memahami penggunaan aplikasi.

Solusinya, pembaruan data harus dilakukan secara berkala. Desa dan kelurahan juga harus melakukan musyawarah desa/kelurahan secara berkala.

Sehingga warga miskin yang meninggal dunia atau yang sudah mampu, dapat dikeluarkan dari sistem penerima bantuan.

“Mungkin perbekelnya baru atau perangkat desanya belum paham cara menggunakan aplikasi. Makanya kami terus lakukan pelatihan,

supaya perangkat di desa bisa mengoperasikan data di SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial),” tukasnya.

Sekadar diketahui saat ini data kemiskinan yang tercantum dalam DTKS, mencapai 241.583 jiwa. Data ini semestinya dilakukan pembaruan secara berkala setiap 6 bulan sekali.

Sayangnya data ini jarang dilakukan pembaruan, sehingga banyak warga miskin yang tercecer. 

SINGARAJA – Keluarga miskin di Kabupaten Buleleng, diduga banyak yang tercecer. Akibatnya pada masa pandemi Covid-19 ini, mereka tak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Data kemiskinan yang tak pernah dilakukan pembaruan. Indikasi tercecernya data keluarga miskin itu diungkap Komisi III DPRD Buleleng.

Sejak sebulan terakhir, anggota Komisi III DPRD Buleleng turun tangan melakukan pemantauan penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Buleleng.

Dewan Buleleng menemukan indikasi adanya warga miskin yang tak mendapat bantuan selama masa pandemi ini.

Anggota Komisi III DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, pihaknya menerima laporan bahwa ada warga miskin terdampak yang tak mendapat bantuan.

“Ini kami temukan. Kami belum tahu ini kenapa kok bisa nggak dapat. Kami desak pemerintah bisa lakukan pembaruan data secara berkala, supaya data warga miskin benar-benar update,” kata Wandira.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Buleleng I Gede Sandhiyasa yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya telah meminta pada para perbekel dan lurah untuk melakukan pembaruan terhadap data kemiskinan.

Data itu tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan Kementerian Sosial.

Sandhiyasa menyatakan, Kemensos telah membuka peluang agar desa/kelurahan melakukan pembaruan data empat kali dalam setahun.

“Kalau dulunya kan hanya dua kali dalam setahun. Sekarang sudah dibuka peluang empat kali dalam setahun,” kata Sandhiyasa.

Ia menyatakan, data kemiskinan sebenarnya bersumber dari desa/kelurahan. Hanya saja data itu tak pernah dilakukan pembaruan.

Akibatnya banyak data lama yang masih tercantum dalam DTKS. Terutama data di tahun 2015 dan 2016.

Sandhiyasa menduga, pembaruan data tak dilakukan karena perangkat desa belum memahami penggunaan aplikasi.

Solusinya, pembaruan data harus dilakukan secara berkala. Desa dan kelurahan juga harus melakukan musyawarah desa/kelurahan secara berkala.

Sehingga warga miskin yang meninggal dunia atau yang sudah mampu, dapat dikeluarkan dari sistem penerima bantuan.

“Mungkin perbekelnya baru atau perangkat desanya belum paham cara menggunakan aplikasi. Makanya kami terus lakukan pelatihan,

supaya perangkat di desa bisa mengoperasikan data di SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial),” tukasnya.

Sekadar diketahui saat ini data kemiskinan yang tercantum dalam DTKS, mencapai 241.583 jiwa. Data ini semestinya dilakukan pembaruan secara berkala setiap 6 bulan sekali.

Sayangnya data ini jarang dilakukan pembaruan, sehingga banyak warga miskin yang tercecer. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/