DENPASAR – Pilkada Badung, 9 Desember 2020 mendatang berpeluang tidak “membosankan”.
Sebaliknya, bisa menjadi media edukasi, sarana melepas penat dan stres sekaligus hiburan di masa pandemi Coronavirus Disease alias Covid-19.
Hal ini sehubungan dengan tekad pengusaha muda nan nyentrik asal Banjar Tangguyuda, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, I Wayan Setiawan menantang petahana Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta.
“Tentu banyak pihak berpikir saya pasti kalah. Tapi saya pantang mundur. Memang bahaya kalau masyarakat memilih
saya jadi bupati. Jadi, tolong jangan pilih saya, nanti Kabupaten Badung maju,” ucap Setiawan mengawali pertemuan dengan Radarbali.id.
Ayah 4 orang anak yang terkenal dengan julukan Balian59 ini menegaskan setiap warga negara memiliki kesetaraan politik antara memilih dan dipilih.
“Kalau orang lain boleh maju kenapa saya tidak? Semua orang punya hak untuk mengabdi kepada daerahnya masing-masing lewat pintu yang tersedia, yakni politik,” tegasnya.
Karena lewat jalur independent berat, Setiawan mengaku akan mendaftar sesegera mungkin melalui Koalisi Rakyat Badung Bangkit alias KRBB.
Ia tak memungkiri program be lele be jair membuat posisi petahana sangat kuat. Imbasnya, tidak ada tokoh-tokoh di Badung yang siap menantang incumbent.
RBB sendiri belum menyebut tokoh penantang Giriasa. “Saya tidak ingin Pilkada Badung membosankan. Jangan sampai petahana
melawan kotak kosong. Itu sama dengan kegagalan partai politik di Badung. Kegagalan demokrasi di Bumi Keris,” ungkapnya.
Apakah main-main menantang petahana? “Saya tidak pernah main-main. Portofolio saya jelas. Apa yang saya pikirkan, itu saya ucapkan, dan saya lakukan.
Saya ingin memberikan pendidikan politik kepada rakyat Badung. Bahwa pilkada sangat murah dan sangat mahal bergantung elit politik dan masyarakat Badung sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan satu pihak semata,” urainya.
Setiawan sendiri dikenal sebagai sosok yang sangat kreatif dan intens memberdayakan masyarakat lapis bawah. Banyak aksi sosial dan pemberdayaan masyarakat yang dia lakukan.
Setiawan menilai Pemda Badung saat ini tidak sungguh-sungguh bekerja; tidak fokus dalam mengurus masyarakat.
Buktinya dalam kondisi pandemi corona, pemerintah terkesan abai melakukan kewajiban padahal di sisi lain semangat masyarakat Badung untuk survive tinggi.
Di masa kepemimpinan Giriasa, kata Setiawan, tidak ada perubahan fundamental yang terjadi. Sebaliknya malah kemerosotan mental masyarakat.
Ini terjadi karena pemerintah cenderung memanjakan masyarakat. “Membuat masyarakat manja dan ketergantungan adalah salah satu kemunduran nyata kepemimpinan Giriasa.
Dengan jumlah pendapatan asli daerah yang sangat besar, Badung gagal menciptakan masyarakat yang mandiri, kreatif, inovatif, dan solutif.
Sektor pertanian dan ekonomi kreatif seolah jalan di tempat. Pemerintah justru memberikan akses atau peluang besar bagi pelaku usaha padat modal dan menganaktirikan pelaku UMKM lokal,” tegasnya.
Beber Wayan Setiawan, di era teknologi informasi seharusnya birokrasi Pemda Badung diefisiensi seoptimal mungkin. Semua berbasis online.
Bila perlu, PAD Badung dan penggunaan anggaran didesain transparan serta bisa diakses publik secara luas.
“Sehingga jika memang terjadi defisit Rp 4 Triliun rupiah sejak kepemimimpinan Giriasa, masyarakat bisa gamblang mengetahuinya.
Apa sebenarnya tugas seorang bupati dan wakil bupati? Kalau hanya menghambur-hamburkan uang, anak saya yang baru berumur 4,5 tahun pun bisa,” tegasnya.
Lebih lanjut, sang Jero Balian59 mengaku lahir di keluarga yang serba kekurangan. Hingga SMA dia jarang tidur di rumah karena tidak punya kamar tidur.
“Saya tidur berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Ini realitas. Badung sangat kaya raya, tapi pembagian kue kesejahteraannya timpang.
Lebih banyak yang menikmati bukan warga Badung; bukan warga negara Indonesia. Saya sudah mulai perjuangan agar pembagian kue kesejahteraan ini seimbang, bahkan lebih untuk masyarakat Badung.
Saya tahu caranya. Oleh karena itu, saya harus maju dalam kontestasi politik. Ikut berjuang merebut dukungan rakyat,” ungkapnya berapi-api.