SINGARAJA – Siswa baru di SMAN Bali Mandara, dipastikan tak menghuni asrama dalam waktu dekat. Mereka akan tetap menjalani proses pembelajaran secara online.
Hanya saja, proses pembelajaran online itu akan memberikan tantangan tersendiri bagi para pendidik di sekolah tersebut.
Tahun ini proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN Bali Mandara berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pada masa pandemi ini, tim rekrutmen tak melakukan proses home visit pelamar secara faktual. Selain itu boot camp yang menjadi salah satu tahap dalam rekrutmen, juga tak dilakukan.
Kepala SMAN Bali Mandara I Nyoman Darta mengatakan, tahun ini proses rekrutmen diawali dengan verifikasi dokumen pelamar.
Tercatat ada 522 orang yang melamar. Berkas pendaftaran mereka diverifikasi secara manual. Setelah dilakukan verifikasi, pihak Smanbara kemudian melakukan seleksi home visit.
Namun, seleksi itu dilakukan secara virtual. Pelamar harus mengirimkan 23 foto kondisi rumahnya. Selain itu mereka juga harus melampirkan surat pernyataan bahwa surat itu benar adanya.
Selain itu pernyataan itu juga harus mendapat dukungan dari aparat desa setempat. “Kami kemudian melakukan home visit secara acak. Ada 21 rumah yang kami kunjungi.
Dari 21 rumah itu, 15 rumah itu nilainya sama, 3 orang nilainya naik, dan 3 orang nilainya turun. Tapi ada juga yang kami gugurkan satu,” kata Darta.
Khusus tahap boot camp, Darta juga mengatakan tahun ini tidak dilaksanakan. Solusinya, tim rekrutmen melakukan video call melalui aplikasi WhatsApp.
Media video call itu juga menjadi salah satu cara tim rekrutmen melalukan verifikasi pada masa home visit.
Hingga kini tim rekrutmen telah meluluskan 141 orang siswa. Rencananya mulai besok, secara bertahap siswa akan didatangkan ke sekolah guna menjalani pengukuran baju.
Serta diberikan pemahaman mengenai pembelajaran online. Mengingat asrama di sekolah masih ditutup hingga waktu yang tak ditentukan, siswa pun telah dipulangkan sejak 16 Maret silam.
Darta pun menyebut proses pembelajaran online itu akan menjadi tantangan tersendiri. “Karena anak-anak ini aksesnya lemah.
Kami sudah pernah coba tatap muka melalui zoom meeting, google meet, macam-macam. Tapi tidak semua punya perangkat, sinyal di rumahnya juga tidak mendukung.
Apalagi tahun ajaran baru ini ada 97,5 persen siswa yang IQ-nya di bawah normal. Ini akan jadi tantangan bagi kami,” demikian Darta.