NEGARA – Hari pertama pemberlakuan surat edaran penghentian rapid tes gratis, Kamis kemarin (18/6), situasi pintu masuk Bali melalui Pelabuhan Gilimanuk langsung krodit.
Sopir angkutan logistik langsung mengeluhkan perubahan aturan rapid test di Pelabuhan Gilimanuk yang dinilai mendadak.
Pasalnya, para sopir angkutan harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk melakukan rapid test secara mandiri.
Menurut informasi, sopir dan kernet angkutan logistik yang sebelumnya dilayani rapid test gratis di pelabuhan Gilimanuk sebagian besar tidak mengetahui jika rapid test gratis ditiadakan.
Rapid test untuk sopir dan kernet harus dilakukan secara mandiri di laboratorium klinik Kimia Farma dengan membayar sebesar Rp 280 ribu di Pelabuhan Gilimanuk.
“Tambah lagi biaya, padahal biasanya gratis,” kata Amin, salah satu sopir logistik tujuan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Karena pemberlakukan aturan rapid test berbayar baru diberlakukan, pihak perusahaan angkutan logistik belum menanggung biaya rapid test.
Sedangkan rapid test hanya berlaku tujuh hari, sehingga jika akan menyeberang lagi setelah masa berlaku rapid test habis harus mengeluarkan biaya lagi.
“Saya setiap sepuluh hari antar barang dari Surabaya ke Denpasar, kalau rapid tes setiap masuk saya rugi. Perusahaan tidak menanggung biaya rapid test,” terang Adi, sopir truk asal Surabaya.
Angkutan logistik yang sudah terlanjur menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, melakukan rapid test di areal Pelabuhan Gilimanuk.
Ratusan sopir bergantian antre menunggu pemeriksaan dan hasil rapid test. Sayangnya, sopir dan kernet yang antre tidak menerapkan physical distancing karena memang tidak disediakan kursi oleh penyelenggara rapid test.
Karena sopir dan kernet antre rapid test, puluhan truk parkir di Jalan Denpasar – Gilimanuk. Kondisi ini amat disayangkan.