27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:12 AM WIB

Meski Tak Ada Turis Singgah, Tak Ada Niat Ubah Rumah Kuno Jadi Kios

Di Desa Batuan Kecamatan Sukawati, terdapat rumah arsitektur Bali kuno. Tembok masih berbahan campuran tanah.

Termasuk atap menggunakan ilalang. Saat pariwisata jaya, sebelum Covid-19, rumah kuno di pinggir Jalan Raya Banjar Penida, Desa Batuan, sering dikunjungi turis yang melintas.

Namun, kini kondisinya berbanding terbalik, tak ada tamu. Meski begitu, pemilik rumah tak berniat membongkarnya. Apalagi menjadikan kios.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

RUMAH berarsitektur Bali bergaya kuno di Jalan Raya Banjar Penida, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, menjadi perlintasan pariwisata.

Turis yang mengambil rute dari desa perajin perak di Celuk, biasanya mampir di rumah bergaya kuno itu. Sebelum pandemi, setiap hari, dipastikan ada saja turis yang singgah.

Dari rumah kuno tersebut, turis melanjutkan rute wisata ke Pura Desa Batuan yang berasitektur Bali. Kemudian melanjutkan ke pasar seni atau langsung ke Ubud.

Pemilik rumah gaya kuno, Anak Agung Gede Puja yang juga Klian Dinas di banjar itu mengaku leluhurnya tinggal di rumah itu sejak 4 generasi silam.

“Dari dulu sampai sekarang gaya bangunan tidak pernah kami rubah, tetap begini. Ada Bale Daja, Bale Dangin, dapur tetap tembok kayu,” ujarnya ditemui di kediamannya.

Halaman tetap ditempel batu alam, bukan batu sikat yang tren. Mengenai bangunan, tembok kamar menggunakan campuran tanah liat.

“Atapnya dari ulatan (rangkaian, red) somi (ilalang). Dari dulu memang seperti ini,” jelasnya. Selama bertahun-tahun tinggal di rumah tersebut, kerusakan hanya terjadi pada atap ilalang.

“Atap ini paling cepat lapuk. 10 tahun paling cepat. Apalagi sering hujan,” jelasnya. Gaya kuno tersebut, rupanya menarik perhatian turis untuk singgah ke rumahnya yang berada di pinggir jalan raya besar itu.

Kalau dulu, sebelum pandemi Covid-19, setiap hari ada saja turis ke rumahnya dengan luas tanah kurang lebih 10 are itu.

“Minimal 4 minibus turun ke sini. Setidaknya ada 20-an turis setiap hari,” jelasnya. Terhadap turis yang datang, dia menjelaskan fungsi Bale yang dibangun.

Dimulai dari merajan atau pura keluarga. Hingga tempat tidur, dapur. Termasuk menjelaskan fungsi Bale Dangin kepada turis.

Dia juga tidak menentukan tarif masuk. “Ini bentuknya donasi. Berapapun dikasih sama turis, kami terima. Tidak mematok tarif,” ungkapnya.

Melalui donasi yang masuk, dia pun bisa merawat rumah kuno peninggalan leluhurnya itu. “Karena di atap cepat rusak. Ya, kami pakai perbaiki atap,” terangnya.

Begitu pula, apabila ada tembok tanah yang retak, langsung ditambal dengan tanah lagi. Kini, tak ada turis. Tak ada donasi masuk. Dia pun hanya bisa berharap situasi seperti ini cepat berlalu.

“Mudah-mudahan cepat berlalu, supaya ada turis lagi,” ungkapnya. Dia pun mencoba bertahan dengan membuat ukiran papan nama.

“Saya juga kerjakan papan nama,” ujarnya sambil menunjuk tempat mengukir. Meski berada di tengah jalan raya besar, tak ada niat baginya untuk membongkar bangunan dan dijadikan kios.

“Begini saya dikasih sama pendahulu. Ini akan tetap kami lestarikan,” pungkasnya. (*)

 

Di Desa Batuan Kecamatan Sukawati, terdapat rumah arsitektur Bali kuno. Tembok masih berbahan campuran tanah.

Termasuk atap menggunakan ilalang. Saat pariwisata jaya, sebelum Covid-19, rumah kuno di pinggir Jalan Raya Banjar Penida, Desa Batuan, sering dikunjungi turis yang melintas.

Namun, kini kondisinya berbanding terbalik, tak ada tamu. Meski begitu, pemilik rumah tak berniat membongkarnya. Apalagi menjadikan kios.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

RUMAH berarsitektur Bali bergaya kuno di Jalan Raya Banjar Penida, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, menjadi perlintasan pariwisata.

Turis yang mengambil rute dari desa perajin perak di Celuk, biasanya mampir di rumah bergaya kuno itu. Sebelum pandemi, setiap hari, dipastikan ada saja turis yang singgah.

Dari rumah kuno tersebut, turis melanjutkan rute wisata ke Pura Desa Batuan yang berasitektur Bali. Kemudian melanjutkan ke pasar seni atau langsung ke Ubud.

Pemilik rumah gaya kuno, Anak Agung Gede Puja yang juga Klian Dinas di banjar itu mengaku leluhurnya tinggal di rumah itu sejak 4 generasi silam.

“Dari dulu sampai sekarang gaya bangunan tidak pernah kami rubah, tetap begini. Ada Bale Daja, Bale Dangin, dapur tetap tembok kayu,” ujarnya ditemui di kediamannya.

Halaman tetap ditempel batu alam, bukan batu sikat yang tren. Mengenai bangunan, tembok kamar menggunakan campuran tanah liat.

“Atapnya dari ulatan (rangkaian, red) somi (ilalang). Dari dulu memang seperti ini,” jelasnya. Selama bertahun-tahun tinggal di rumah tersebut, kerusakan hanya terjadi pada atap ilalang.

“Atap ini paling cepat lapuk. 10 tahun paling cepat. Apalagi sering hujan,” jelasnya. Gaya kuno tersebut, rupanya menarik perhatian turis untuk singgah ke rumahnya yang berada di pinggir jalan raya besar itu.

Kalau dulu, sebelum pandemi Covid-19, setiap hari ada saja turis ke rumahnya dengan luas tanah kurang lebih 10 are itu.

“Minimal 4 minibus turun ke sini. Setidaknya ada 20-an turis setiap hari,” jelasnya. Terhadap turis yang datang, dia menjelaskan fungsi Bale yang dibangun.

Dimulai dari merajan atau pura keluarga. Hingga tempat tidur, dapur. Termasuk menjelaskan fungsi Bale Dangin kepada turis.

Dia juga tidak menentukan tarif masuk. “Ini bentuknya donasi. Berapapun dikasih sama turis, kami terima. Tidak mematok tarif,” ungkapnya.

Melalui donasi yang masuk, dia pun bisa merawat rumah kuno peninggalan leluhurnya itu. “Karena di atap cepat rusak. Ya, kami pakai perbaiki atap,” terangnya.

Begitu pula, apabila ada tembok tanah yang retak, langsung ditambal dengan tanah lagi. Kini, tak ada turis. Tak ada donasi masuk. Dia pun hanya bisa berharap situasi seperti ini cepat berlalu.

“Mudah-mudahan cepat berlalu, supaya ada turis lagi,” ungkapnya. Dia pun mencoba bertahan dengan membuat ukiran papan nama.

“Saya juga kerjakan papan nama,” ujarnya sambil menunjuk tempat mengukir. Meski berada di tengah jalan raya besar, tak ada niat baginya untuk membongkar bangunan dan dijadikan kios.

“Begini saya dikasih sama pendahulu. Ini akan tetap kami lestarikan,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/