DENPASAR – “Kegilaan” Ketua Yayasan Perpustakaan Bung Karno, Gus Marhaen terhadap sosok presiden pertama Republik Indonesia berlanjut.
Di saat banyak instansi pemerintah sibuk urus Covid-19, Gus Marhaen memilih fokus pada mahakarya baru seputar Bung Karno, yakni patung kayu setinggi 11 meter dan Museum Agung Pancasila.
Mengenang 50 tahun wafatnya Sang Proklamator, pendiri Museum Agung Bung Karno itu menyebut Provinsi Bali harus berterima kasih pada buah hati Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben.
“Saya penggagas. Melibatkan beberapa tukang. Saya berusaha semaksimal mungkin agar mereka tetap bekerja di masa Covid-19. Patung kayu digarap undagi dari Angantaka. Sumber dana dari Gus Marhaen seorang,” ucapnya.
Terkait bahan material, ia mengaku menghabiskan sekitar Rp 450 juta. Belum termasuk ongkos penggarap. Museum Agung Pancasila ditaksir menghabiskan anggaran Rp 6 miliar.
Belum termasuk isinya. Menariknya, 150 buah lukisan berukuran 150 cm x 1 meter (Rp 15 juta per lukisan belum termasuk bingkai, red) juga sedang dalam proses penggarapan.
“Tidak ada pawisik. Semata-mata untuk menegaskan bahwa Bung Karno dicintai oleh masyarakat dunia, khususnya Indonesia.
Siapa pun dia, apapun yang terjadi di republik ini, entah dia suka atau tidak dengan pemerintahan, selalu yang saya ketahui selaku ketua museum adalah kecintaan terhadap Bung Karno.
Berarti kata kuncinya adalah semuanya suka. Sekaliber Bapak Bangsa Bung Karno tidak ada tandingannya sampai detik ini kepemimpinannya,” ungkap Gus Marhaen.
Terkait proyek mahakarya tersebut, Gus Marhaen mengaku selalu terngiang dengan kata-kata leluhur. Ungkapnya, manusia mati meninggalkan nama, macan mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading.
“Hidup saya ini sudah tidak ada urusan dengan itu. Sudah selesai hidup ini. Saya hanya berharap menuju kematian ini saya meninggalkan nama. Ini yang harus dicatat!” tegasnya.
Tatkala berbicara tentang restorasi Candi Borobudur, ungkapnya orang tentu akan bertanya siapa pembuat mahakarya itu. Orang akan berkata itu idenya Gunadharma. Semua merujuk filosofisnya, yakni sejarah.
“Ini persembahan saya untuk dunia. Apalagi Bali ini menjadi pusat pariwisata. Siapa yang tidak kenal Bung Karno di dunia?
Jangan bangga Bali terhadap pariwisatanya. Tanpa Bung Karno pariwisata Bali ini tidak ada apa-apanya,” tandas Gus Marhaen.
Bung Karno rincinya memiliki andil kehadiran pelukis Belgia, Adrien-Jean Le Mayeur dan Antonio Blanco ke Bali. Termasuk pendirian Istana Tampak Siring yang mengukuhkan pariwisata Bali.
“Setiap pemimpin negara di dunia seperti Norodom Sihanouk, Gandhi, Nehru semua memuji Bung Karno,” ungkapnya.
Walaupun ibu kota Indonesia di Jakarta, Bali selalu menjadi etalase Indonesia dan dunia. Keterlibatan Bung Karno terhadap pariwisata Bali sangat dominan. Hikmahnya dirasakan masyarakat Bali dan Indonesia.
“Selain Beliau adalah wartawan agung, pemimpin besar revolusi, presiden pertama Republik Indonesia, pramuka agung, bhayangkara agung, angkatan perang agung dan seterusnya dan seterusnya,
Bali ini selalu dinomorsatukan oleh Bung Karno; selalu dipromosikan; selalu digaungkan. Berbanggalah Bali, Soekarno mengatakan seperti itu.
Tatkala pidato Bung Karno tanggal 22 September 1955 di tanah lapang Denpasar tentang Pancasila. Soekarno mengatakan dirinya orang Bali.
Nama saya adalah Ida Bagus Made Karna. Ucapan yang tidak main-main. Beliau yang bicara,” tegas Gus Marhaen.