SINGARAJA – Sejumlah desa di Kabupaten Buleleng terancam tak mampu membiayai Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana Desa (BLT-DD) untuk gelombang kedua.
Penyebabnya, dana desa sebagian besar sudah dihabiskan untuk membiayai BLT-DD tahap pertama. Bahkan, besaran BLT-DD itu menelan lebih dari 40 persen total anggaran yang ada di desa.
Selama masa pandemi covid-19, warga miskin yang ekonominya terdampak selama ini mendapat dana stimulan berupa BLT-DD.
Mereka mendapat bantuan sebesar Rp 600 ribu per bulan yang diberikan pada bulan April hingga Juni.
Belakangan terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2020 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Pada pasal 32A ayat 5 peraturan tersebut, secara tegas disebutkan bahwa BLT-DD diberikan dalam dua gelombang.
Gelombang pertama yakni kurun waktu April-Juni senilai Rp 600 ribu per bulan. Kemudian gelombang kedua pada kurun waktu Juli-September dengan nilai Rp 300 ribu per bulan per keluarga.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng Made Subur mengatakan, pihaknya masih mempelajari peraturan tersebut. Terutama yang mengatur mekanisme penyaluran dana desa.
Menurut Subur, selama ini desa telah menyalurkan BLT dengan pola maksimal. Sebesar 40 persen dana desa, telah disalurkan untuk BLT-DD tahap pertama.
Total dana BLT-DD yang disalurkan hingga Senin (22/6) lalu telah mencapai Rp 26,28 miliar dari total alokasi anggaran sebesar Rp 36,03 miliar.
“Kalau ikut memberikan BLT lanjutan dengan besaran Rp 300ribu per keluarga per bulan itu, akan ada masalah. Sebab selama ini desa sudah mengalokasikan dana dengan pola maksimal.
Beberapa desa sudah nggak mampu mengalokasikan dana untuk BLT gelombang kedua ini,” kata Subur saat ditemui di ruang kerjanya, Senin siang.
Ia mengaku telah menyurati sejumlah pihak terkait masalah itu. Diantaranya Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Denpasar, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Bali.
Dinas PMD Buleleng berupaya meminta fatwa terkait penyaluran BLT gelombang kedua. Solusi yang bisa diambil, ialah mengalihkan dana program Padat Karya Tunai (PKT) ke BLT-DD gelombang kedua.
Menurut Subur, rata-rata dana PKT yang dipasang oleh desa mencapai 35 persen dari total belanja. Hanya saja proses peralihan belanja itu, membutuhkan dasar hukum tersendiri. Sebab desa tak bisa menggeser APBDes sewaktu-waktu.
“Kalau menurut kami sih, lebih baik diberdayakan lewat PKT. Misalnya keluarga miskin diberdayakan untuk menyemprot disinfektan.
Langkah pencegahan covid jalan, pekerjaan jalan, PKT jalan, keluarga miskin juga dapat uang. Jadi dia kerja, nggak cuma duduk di rumahnya menunggu bantuan. Kami masih konsultasi, bisa nggak dengan pola seperti ini,” papar Subur.
Sekadar diketahui, selama masa pandemi covid-19 tercatat ada 20.018 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima BLT-DD di Buleleng.
Dalam sekali pencairan, total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 12,01 miliar. Hingga kini pencairan BLT-DD gelombang pertama, sudah masuk pencairan bulan ketiga.