Yayasan Kasih Inspirasi yang bermarkas di Banjar Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan menjadi tempat kumpul perempuan yang dulu kurang beruntung.
Mereka terdiri dari latar belakang janda hingga ibu dengan anak berkebutuhan khusus. Di tengah Covid ini, keanggotannya melonjak karena banyak perempuan dirumahkan.
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
DI atas lahan kurang lebih 60 are, markas Yayasan Kasih Inspirasi Gianyar berdiri. Pepohonan dan udara sejuk menambah asri lingkungan.
Pemilik lahan adalah I Ketut Karda. Kakek 73 tahun itu mendukung penuh apa yang dilakukan oleh cucunya, Ni Komang Sariadi alias Sari Polen, 37.
Sari Polen yang seorang janda dan beberapa kali gagal bunuh diri mulai merintis yayasan sejak 2013 lalu.
“Latar belakang yang ikut di sini, single mother, janda melengis (bersinar, red). Ibu berkebutuhan khusus. Awalnya ikatan perempuan bermasalah,” ujar Sari sambil berkelakar.
Namun, pada perkembangannya, tidak hanya janda yang ditampung. “Tapi, sekarang tidak terbatas cerai. Siapapun kami welcome,” ujarnya.
Kini, ada kurang lebih 30 perempuan yang aktif ke base camp di Selasih. Anggotanya itu berasal dari tiga kecamatan di Gianyar.
Bahkan, ada dari luar Gianyar ikut kumpul. Terbaru, ada dari luar pulau ikut kumpul. Bagi anggota dari jauh, yayasan memberikan tempat menginap.
Sari mengaku, para perempuan yang kumpul bebas memilih hobi dan kemauan mereka. “Mereka kumpul ada jadwalnya. Yang jadwal menjahit ada hari apa. Ini kebetulan jadwal catering, jadi memasak hari ini,” ujarnya.
Hasil masakan itu, kemudian disantap bersama-sama para anggota yayasan. Sari menambahkan, seluruh hasil jahit, catering hingga hasil kebun dijual ke pasar lokal maupun internasional.
“Termasuk catering juga dijual ke acara. Ada acara yoga juga,” jelasnya. Disamping itu, pihaknya menjual hasil kerja para perempuan itu secara offline maupun online shop.
“Yang offline kami pajang di sini. Kami juga ada titip di sebuah art shop,” ungkapnya. Diakui, saat situasi pandemi seperti ini, justru keanggotanya dari perempuan kian banyak.
“Di masa Covid-19 ini, yang ikut lebih banyak,” ungkapnya. Pihaknya tetap menampung hasil karya para perempuan tadi.
“Karena sekarang tidak terbatas ke yang cerai. Kami welcome juga kepada siapa yang datang ke kami,” jelasnya.
Yang terpenting dari yayasan, selain beraktivitas, di tempat itu perempuan berbagi cerita dan pengalaman.
Masalah yang menimpa anggotanya, mulai dari perceraian, kekerasan di rumah tangga, hingga himpitan ekonomi dibicarakan di antara anggota komunitas untuk dicarikan solusi penyelesaiannya.
“Sekarang mereka berusaha move on. Malahan sekarang senang berada di sini,” jelasnya. Apalagi lokasi base camp dekat tebing. Pemandangannya di perkebunan dengan banyak pepohonan.
Lanjut dia, sejak berdiri 2013, telah meluluskan sekitar 600 orang perempuan yang memiliki masalah keluarga. Saat ini mereka sudah ada yang mandiri untuk bekerja sesuai potensi mereka.
Sebab selain dilatih secara psikologis, mereka juga dilatih keahliannya dan kemampuannya. “Selama di sini mereka dilatih ada yang menjadi penjahit, berkebun,
hingga belajar catering. Produknya juga kami pasarkan, dari sana mereka mendapat penghasilan sehingga bisa mandiri,” jelasnya.
Kesulitan selama ini, banyak dari ibu-ibu yang tidak mau membuka diri. Ada yang justru memendam kesedihan.
“Jelas sulit bagi mereka bisa maju. Kalau diam di dalam kotak. Tidak menyenangkan. Kami hargai itu,” terangnya.
Sementara itu, pemilik lahan, Ketut Karda, yang juga kakek Sari secara sukarela meminjamkan lahan untuk kegiatan women centre tersebut.
“Karena saya ingin mereka (ibu-ibu, red) memajukan masyarakay di sini. Mumpung ada kesempatan dan kemauan mereka ada. Jadi saya dukung dengan berikan lahan,” jelasnya.
Dengan upayanya itu, dia berharap perempuan yang tidak punya pekerjaan bisa mandiri. “Semoga orang yang kurang pekerjaan, ada keinginan maju, bisa dimajukan. Untuk ke depan,” pungkasnya. (*)