RadarBali.com – Rencana kenaikan penghasilan anggota DPRD Bali berdasar PP No18/2017, dipastikan membuat Pemprov Bali kelimpungan.
Sebab, tanpa penghasilan anggota dewan naik sekalipun eksekutif sudah keteteran. Dalam APBD induk 2017, Pemprov Bali defisit anggaran hingga Rp 200 miliar lebih.
Jika kenaikan penghasilan anggota dewan disahkan pada APBD perubahan 2017 atau induk 2018, maka lubang defisit anggaran Pemprov Bali bakal semakin menganga.
Imbasnya adalah rasionalisasi sejumlah program yang sudah dirancang. Program seperti pembelian alat kesehatan (alkes) menjadi “tumbal” defisit anggaran.
Dampak akibat kenaikan penghasilan dewan itu tak dibantah Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, I Putu Astawa, saat ditemui Senin (17/7) lalu.
“Menambah belanja, karena itu (PP No 18/2017) kan baru turun. Kami lihat nanti kemungkinan mana yang bisa ditunda dulu kegiatannya. Mana yang tidak terlalu urgent dan important, nanti kan bisa ditunda dulu,” jelas Astawa.
Pejabat berkumis tipis itu menambahkan, program yang ditunda akan dipasang pada APBD berikutnya.
Astawa memperkirakan Ranperda tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD dijadwalkan ketok palu bulan ini.
Setelah menjadi perda, barulah bisa dianggarkan di APBD Perubahan. Namun, pihaknya mengaku sudah mengantisipasi.
Mengingat, pemberian penghasilan, tunjangan kesejahteraan, uang jasa pengabdian serta belanja penunjang kegiatan untuk mendukung kelancaran tugas dan fungsi DPRD akan berpengaruh pada belanja di Rancangan APBD Perubahan 2017.
Besaran anggaran untuk hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD saat ini masih digodok oleh Sekretaris Dewan.
“Kami rapat lagi dengan Sekda dan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) untuk memfinalkan apa yang ditunda dulu, mana yang akan dirasionalisasi,” tegasnya.
Di lain bagian, Sekda Provinsi Bali, Cokorda Ngurah Pemayun mengungkapkan, eksekutif mencoba merevitalisasi semua program dan kebijakan setelah muncul PP 18/2017.
“Mau tidak mau semua harus disesuaikan, supaya kami tidak salah. Karena dari segi amanat aturan itu sendiri dalam waktu 3-4 bulan maksimal mulai Juli ini harus sudah selesai,” papar Cok Pemayun.
Terkait defisit anggaran, Cok Pemayaun menyebut masih ada defisit dalam struktur KUA-PPAS Rancangan APBD Perubahan 2017.
Namun tetap diupayakan agar tidak melebihi 6 persen, sesuai standar Menteri Keuangan. Yakni dengan merasionalisasi sejumlah pos anggaran.
“Kami tidak bisa utak-atik (pendapatan) lagi, pastinya dengan merasionalisasi yang sudah kita rancang sebelumnya sehingga amanat regulasi itu sendiri bisa dipenuhi,” papar asal Gianyar.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, I Made Santha juga tak menyangkal jika defisit dalam KUA-PPAS belum bisa tertutupi.
Dijelaskan, iddealnya ditutupi oleh Silpa dan penambahan pendapatan. Hanya saja belum ada kabar menggembirakan dari aspek pendapatan akibat lesunya pembelian kendaraan baru.
Sedangkan hampir 79 persen pendapatan bersumber dari kendaraan bermotor. Sumber pendapatan dari Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) terutama BBNKB-1 untuk kendaraan baru diklaim masih seret.
Dalam satu semester saja, BBNKB Pemprov Bali minus. “Kami pasang 45 persen realisasinya hanya 40 persen dari target sekitar Rp 1,2 triliun. Sampai bulan Juli ini baru 41,8 persen. Masih menyedihkan,” cetus Santha.