I Made Agus Ardi Purnawan, bisa dibilang anak dengan “kelainan” pada rambutnya. Memiliki rambut gimbal, bahkan sejak lahir.
Orang tuanya tidak berani memotong, karena bisa membuatnya sakit. Orang tuanya harus meminta permakluman pada sekolah agar anaknya tetap bisa sekolah meski rambut sang anak tidak seperti anak kebanyakan.
MUHAMMAD BASIR, Negara
I MADE Agus Ardi Purnawan, Minggu (15/10) kemarin, terlihat santai di antara ratusan anak yang berolahraga pagi di kegiatan car free day di Kota Negara.
Bocah berusia sekitar 12 tahun mencuri perhatian banyak orang karena memiliki ciri berbeda dengan anak lain.
Hampir semua orang tertuju pada anak yang waktu itu menggunakan kaus putih, seperti tidak merasa sedang diperhatikan banyak orang. Cuek.
Begitu juga saat Jawa Pos Radar Bali mendekati dan menyapa. Respons Agus Purnawan biasa saja. Saat ditanya tentang rambut gimbalnya, hanya jawaban singkat yang diucapkan.
“Sudah dari kecil, tidak boleh dipotong,” ujar Agus Purnawan sambil mengayuh sepedanya. Bocah ini terus menghindar setiap didekati.
Akhirnya dengan sedikit memaksa, mau berkenalan. Tetapi seperti tidak terlalu menghiraukan. Terlihat seperti malu menceritakan mengenai rambut gimbalnya.
Tidak banyak yang bisa diceritakan. Bahkan menolak difoto. “Sudah biasa, di sekolah juga biasa,“ ujar anak kelahiran Negara 7 Juli 2005 ini.
Sikap cuek bocah kelas VI sekolah dasar negeri (SDN) IV Baler Bale Agung, Negara, ini diakui oleh orang tuanya, Putu Niama Santika, 41.
Saat ditemui di rumahnya di Tempek Dharma Laksana, Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Santika mengungkapkan bahwa anak keduanya itu memang cuek.
Kalau sedang tidak mood, siapa saja yang mengajak bicara pasti dicueki.”Anaknya memang pendiam dan penyendiri. Kalau tidak mood pasti cuek,” ujarnya.
Pria yang bekerja sebagai sopir Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Jembrana sejak tahun 2008 ini, menceritakan awal mula anaknya berambut gimbal dan tidak boleh dipotong.
Awalnya, saat masih memiliki anak pertama, istrinya Ni Putu Mei Diantari, 36, masih dalam program keluarga berencana (KB) karena berencana tidak memiliki anak lagi sebelum memiliki pekerjaan tetap.
Namun anehnya, suatu ketika Santika bermimpi ditemui seseorang berbadan besar dengan mengenakan baju putih besar.
Dalam mimpinya, wajah orang itu tidak terlihat karena pancaran sinar. Kemudian memberikan bayi berjenis kelamin laki-laki yang dipeluknya.
“Saya waktu itu cuek saja. Hanya mengira pasti akan dapat rezeki,“ ujarnya. Ternyata benar, rezeki yang diperoleh kabar bahwa istrinya hamil.
Sempat tidak percaya dengan hasil pemeriksaan dokter yang menyatakan istrinya positif hamil karena sat itu sedang dalam program KB.
Singkat cerita, anak keduanya ini lahir dengan normal dengan bantuan almarhum bidang Ibu Agung, di Kelurahan Lelateng. Lahirnya, tepat pada hari rambut Sedana.
Bahkan saat lahir masih terbungkus seperti telur, setelah dirobek lapisan yang membungkus bayi itu terlihat bayi jenis kelamin laki-laki.
Saat lahir, rambut yang berada tepat di atas ubun-ubun tumbuh gimbal menyerupai biji salak. Padahal rambut lain normal.
Awalnya dikira kotoran atau darah yang menggumpal, setelah diperiksa ternyata rambut. Santika tetap tidak percaya karena keluarganya tidak ada yang berambut gimbal.
Hingga akhirnya setelah bayi umur 2 bulan rambut dipotong. Saat itu juga, bayi yang diberi nama I Made Agus Ardi Purnawan itu rewel, sering sakit.
Anak yang saat ini biasa dipanggil Gus Ardi ini, baru bisa normal tidak pernah sakit setelah rambut gimbalnya tumbuh lagi.
Setelah bertanya kepada orang pintar, lima orang pintar yang diajak konsultasi sama-sama melarang Santika memotong rambut anaknya.
“Waktu ke orang pintar Tabanan, diberi pilihan rambut dipotong tapi umur pendek. Akhirnya saya putuskan tidak memotong lagi sejak saat itu,“ terangnya.
Santika sempat bingung ketika akan memasukkan anaknya sekolah taman kanak-kanak (TK), karena ditolak sekolah kalau rambutnya gimbal.
Sekolah baru bisa menerima setelah ditunjukkan foto-foto kecil Gus Ardi dengan rambut gimbalnya. Setelah meminta permakluman dengan alasan akan sakit jika dipotong, akhirnya sekolah menerima.
Saat akan masuk SD, Santika juga meminta permakluman pada sekolah agar anaknya tetap dengan rambut gimbal.
Meski awalnya semua guru dan teman sekolahnya merasa aneh, tapi sekarang sudah memahami dan memaklumi.
Santika berharap, setelah lulus SD nanti, anaknya mendapat permakluman lagi dari sekolah. Kalaupun tidak mendapat permakluman atau harus dipotong, lebih baik sekolah mandiri.
“Saya sudah tanya ke dinas pendidikan. Dengan alasan dan pertimbangan tertentu, katanya, boleh tidak dipotong rambutnya,” pungkasnya