SEMARAPURA – Petani cabai rawit di Desa Selisihan, Kecamatan Klungkung hanya bisa berpasrah.
Tidak hanya dihadapkan dengan harga cabai rawit yang murah, mereka juga dihadapkan dengan tanaman cabai yang layu, bahkan mati akibat cuaca yang tidak menentu.
Salah seorang petani di Desa Selisihan, Nengah Sudarma, saat ditemui di sawahnya, menuturkan, saat ini dia sedang menggarap sekitar 20 are lahan pertaniannya dengan sistem tumpang sari.
Di lahannya itu, dia menanam cabai rawit dan bunga pacar air. “Selain bisa panen cabai, juga bisa panen bunga,” ujarnya.
Hanya saja lantaran cuaca yang tidak menentu, pohon cabainya banyak yang layu bahkan ada yang mati.
Menurutnya, tanaman cabai yang kondisinya seperti itu sudah tidak bisa dipulihkan lagi meski dengan penyemprotan obat tanaman.
Sehingga dia sangat terpukul. “Malam-malamnya hujan, kemudian siangnya panas. Itu yang buat tanaman cabai layu bahkan mati,” katanya.
Apalagi saat ini harga cabai sedang murah sehingga pendapatannya kian menurun. Untuk cabai rawit yang masih hijau, harganya hanya Rp 4 ribu – Rp 5 ribu per kg.
Sementara untuk cabai yang sudah merah, harganya berkisar Rp 14 ribu-Rp 15 ribu per kg. “Belum panen, banyak yang sudah mati. Jadi petani yang lain sekarang mulai tanam jagung untuk mengurangi kerugian,” tandasnya.