31.6 C
Jakarta
25 November 2024, 16:03 PM WIB

Terbukti Korupsi Santunan Kematian, Dua Kaling Dituntut 15 Bulan

DENPASAR – Terdakwa Tumari dan Ni Luh Sridani dituntut 15 bulan dalam sidang daring Pengadilan Tipikor yang bertempat di salah satu ruang sidang di PN Denpasar kemarin (14/7).

Kedua terdakwa yang merupakan mantan kepala lingkungan (kaling) di wilayah Gilimanuk, Jembrana, itu dinilai bersalah mengorupsi uang santunan kematian warga.

Modus yang digunakan terdakwa yaitu membuat laporan kematian fiktif. Dua terdakwa yang disidang kemarin merupakan terdakwa kelima dan ke enam.

Sebelumnya ada terdakwa lain yang sudah diadili. Di antaranya oknum PNS Pemkab Jembrana.

“Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP,” ujar JPU Kejari Jembrana di hadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.

Dalam surat tuntutan tidak dicantumkan soal pengembalian akibat merugian keuangan negara. Pasalnya, terdakwa sebelum masuk ke pengadilan sudah mengembalikan kerugian keuangan negara.

Pemberian santunan ini berdasar Perbup Jembrana Nomor 1/2014. Santunan kematian adalah santunan dari Pemkab Jembrana kepada setiap penduduk yang memiliki KTP Jembrana, yang dinyatakan meninggal dunia. 

Dana santunan diberikan Rp 1,5 juta. Di tahun anggaran 2015 bulan Januari berdasarkan Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKDP) di Dinas Kesejahteraan Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jembrana, mendapatkan dana untuk santunan kematian sebesar Rp 2,1 miliar. Pada Agustus anggaran naik menjadi Rp 3,7 miliar.

Para terdakwa membuat laporan fiktif santunan kematian agar dana bantuan cair. Para terdakwa juga menyulap nama warga yang sudah meninggal dimintakan ulang untuk menerima santunan kematian. 

DENPASAR – Terdakwa Tumari dan Ni Luh Sridani dituntut 15 bulan dalam sidang daring Pengadilan Tipikor yang bertempat di salah satu ruang sidang di PN Denpasar kemarin (14/7).

Kedua terdakwa yang merupakan mantan kepala lingkungan (kaling) di wilayah Gilimanuk, Jembrana, itu dinilai bersalah mengorupsi uang santunan kematian warga.

Modus yang digunakan terdakwa yaitu membuat laporan kematian fiktif. Dua terdakwa yang disidang kemarin merupakan terdakwa kelima dan ke enam.

Sebelumnya ada terdakwa lain yang sudah diadili. Di antaranya oknum PNS Pemkab Jembrana.

“Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP,” ujar JPU Kejari Jembrana di hadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.

Dalam surat tuntutan tidak dicantumkan soal pengembalian akibat merugian keuangan negara. Pasalnya, terdakwa sebelum masuk ke pengadilan sudah mengembalikan kerugian keuangan negara.

Pemberian santunan ini berdasar Perbup Jembrana Nomor 1/2014. Santunan kematian adalah santunan dari Pemkab Jembrana kepada setiap penduduk yang memiliki KTP Jembrana, yang dinyatakan meninggal dunia. 

Dana santunan diberikan Rp 1,5 juta. Di tahun anggaran 2015 bulan Januari berdasarkan Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKDP) di Dinas Kesejahteraan Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jembrana, mendapatkan dana untuk santunan kematian sebesar Rp 2,1 miliar. Pada Agustus anggaran naik menjadi Rp 3,7 miliar.

Para terdakwa membuat laporan fiktif santunan kematian agar dana bantuan cair. Para terdakwa juga menyulap nama warga yang sudah meninggal dimintakan ulang untuk menerima santunan kematian. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/