DENPASAR – Kinerja Polda Bali mengungkap pelaku penyekapan Oka Mahendra Susilo selama 30 hari di sebuah vila kosong yang dilakukan anak pengusaha kaya tanah air berinisial KY dipertanyakan.
Betapa tidak, sejak kasus penyekapan terungkap dua minggu lalu, polisi tak kunjung mengungkap, apalagi menangkap pelaku penyekapan.
Korban Oka Mahendra pun mempertanyakan komitmen Kapolda Bali Irjen Petrus Golose untuk memberantas aksi premanisme yang selama ini kerap dilakukannya di Bali.
Kuasa hukum Oka Mahendra, Rizal Akbar Maya Poetra menegaskan bahwa jika penanganan tidak serius, dia akan menginstruksikan Pusbakum DPC AAI Denpasar yang beranggotakan 231 pengacara untuk mengawal kasus penyekapan ini.
“Jangan tebang pilih dong. Kalau seperti ini, kasihan masyarakat. Percuma komitmen Irjen Petrus Golose memberantas premanisme, kalau kejadian preman seperti ini dibiarkan,” ujar Rizal Akbar.
Dia pun membandingkan aksi Kapolda saat memberantas preman-preman lokal Bali, beberapa waktu lalu yang begitu keras dan tegas.
Namun, untuk kasus penyekapan yang melibatkan orang terkaya di tanah air, Kapolda Bali seperti kehilangan taji.
Yang membuat dia sedih, gara-gara pelaku tak kunjung diamankan, pelaku beberapa kali meneror kliennya.
“Menurut korban akibat tidak dilakukan penahanan, tiga terduga pelaku masih meneror agar Oka mencabut pengaduannya, mencabut kuasa kepada pengacaranya.
Jika tidak, maka masalahnya akan panjang, korban akan ditutup mata pencahariaannya,” tegas Rizal mengutip keterangan korban.
Oka Mahendra, kata dia, bahkan diancam akan diadukan ke Kapolresta Denpasar dan Polda Bali oleh oknum yang diduga orang suruhan tiga eksekutor penyekapan.
“Korban malah ditakut-takuti akan keluar uang banyak untuk membayar pengacara dan membayar urusan ini dengan uang sendiri,
sementara untuk para pelaku tidak akan mengeluarkan uang pribadi melainkan akan dibiayai oleh perusahaan. Begitu ancaman para terduga pelaku kepada korban,” bebernya.
Ditegaska lagi bahwa kasus penyekapan ini adalah kasus yang sangat serius. Hal itu sangat mencoreng nama Bali sebagai daerah pusat pariwisata, karena ada kesan, Bali tidak aman.
“Kasus ini tidak manusiawi, jadi tidak bisa ditolerir dan tidak boleh sejengkal tanah di Bali dipergunakan sebagai tempat untuk melakukan kejahatan karena akan membuat Bali menjadi kotor,” tegasnya.
Sayangnya belum ada keterangan dari pihak kepolisian. Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Dodi Rahmawan maupun Wadirreskrimum AKBP Suratno belum memberikan keterangan terkait kasus ini.