Para pelajar SMP di Kabupaten Klungkung melakukan kegiatan pembelajaran di rumah sejak pertengahan Maret 2020 lalu akibat pandemi Covid-19.
Sejak saat itu pula para sopir program inovasi Angkutan Siswa Gratis tidak menikmati upahnya dan kini memilih bertani untuk bertahan hidup.
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura
PANDEMI Covid-19 jadi masalah para sopir angkutan di seluruh Bali. Tak terkecuali di Klungkung.
Mereka memilih banting setir lantaran sepi penumpang. Tumpuan mendapat rezeki tambahan dengan mengantar para pelajar, sudah tidak diharapkan.
Belajar daring dari rumah jadi penyebabnya. Padahal, sebelum pandemi datang, pendapatan yang diperoleh tidak banyak.
Menurut sopir angkutan siswa gratis, Nyoman Suardana, 55, mengatakan, saat ini hanya pedagang berusia lanjut yang masih menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi mereka.
Pendapatan kotor yang dia peroleh berkisar Rp 75 ribu – Rp 100 ribu per hari. “Rp 100 ribu per hari itu termasuk banyak.
Rata-rata kalau hanya mengandalkan penumpang umum pendapatannya sekitar Rp 75 ribu per hari.
Belum biaya bensin sekitar Rp 50 ribu – Rp 60 ribu per hari. Bersihnya cuma dapat sekitar Rp 30 ribuan sudah lumayan,” ungkap Suardana.
Sehingga dia sangat bersyukur dengan adanya program Angkutan Siswa Gratis. Sebab dengan adanya program itu, dia mendapatkan pemasukan tambahan sebesar Rp 100 ribu per harinya.
Selain itu jam kerjanya juga terbilang singkat. Dia hanya perlu menjemput siswa di lokasi yang sudah ditentukan pada pukul 06.00-06.30 dan pada siang hari sekitar pukul 12.00.
“Jadi hanya dua kali keberangkatan,” jelasnya. Hanya saja upah itu akan diperolehnya ketika siswa masuk sekolah seperti biasa.
Saat libur sekolah atau saat siswa tidak melakukan proses pembelajaran di sekolah. Sehingga selama siswa tidak bersekolah,
dia hanya bisa mengandalkan penumpang masyarakat umum yang jumlahnya tidak terlalu banyak itu. “Anjlok sekali pendapatan saya,” tandasnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Klungkung, I Nyoman Sucitra, mengakui empat bulan sudah para sopir Angkutan Siswa Gratis tidak menerima upahnya.
Itu lantaran adanya kebijakan agar siswa belajar dari rumah berkaitan dengan upaya pencegahan penyebaran virus corona.
Sementara upah para sopir Angkutan Siswa Gratis Kabupaten Klungkung dibayarkan sesuai jumlah hari siswa masuk sekolah.
“Karena siswa tidak ada yang sekolah, berarti tidak ada siswa yang diantarkan ke sekolah sehingga mereka tidak mendapatkan upahnya,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, diungkapkannya, banyak sopir Angkutan Siswa Gratis yang mengeluh dan menanyakan kapan para siswa bisa masuk sekolah kembali.
Mengingat penghasilan yang mereka dapatkan dari mengantar dan menjemput siswa cukup lumayan, yakni berkisar Rp 2,5 juta per bulan per sopir Angkutan Siswa Gratis.
“Wajarlah mereka mengeluh mengingat pendapatan mereka dari program Angkutan Siswa Gratis cukup lumayan.
Apalagi masyarakat yang masih mau menggunakan angkutan umum sangat sedikit saat ini. Kami hanya bisa meminta
mereka untuk sabar. Mengingat kebijakan agar siswa belajar dari rumah bukan wewenang kami,” terangnya.
Selama menunggu proses belajar mengajar kembali diselenggarakan di sekolah, banyak sopir yang memilih bertani.
Mengingat masyarakat yang masih memanfaatkan angkutan umum sebagai alat transportasi sangat sedikit.
“Dari 110 unit angkutan umum yang terdaftar sebagai Angkutan Siswa Gratis, hanya 15-20 unit saja yang masih beroperasi mengangkut penumpang umum setiap harinya,” jelasnya. (*)