MANGUPURA – Aksi damai Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa menolak keberadaan aliran Hare Krishna (HK) di Bali mendapat sorotan dari Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta.
Secara tegas, Bupati Badung Giri Prasta melarang model aliran kepercayaan menggunakan fasilitas desa adat.
Namun untuk polemik ini, Bupati Giri Prasta menyerahkan sepenuhnya kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
“Jujur ya, kami secara pribadi adalah orang Nusantara, Hindunya Hindu Bali. Terhadap persoalan boleh atau tidaknya HK itu kami serahkan kepada
PHDI Pusat,” tegas Bupati Giri Prasta ketika dimintai komentarnya soal pelarangan HK usai rapat Paripurna DPRD Badung di Gedung DPRD Badung kemarin.
Karena sudah menjadi kewenangan lembaga umat Hindu, Bupati asal Pelaga ini enggan berkomentar soal HK ini.
“Itu silakan mau bagimana keputusan PHDI. Itu bukan ranah Giri Prasta membicarakan hal itu,” terang Ketua DPC PDI Perjuangan Badung ini.
Bupati Giri Prasta justru meminta desa adat di Badung agar bisa menyaring supaya aktifitas desa adat tidak sampai disusupi oleh kepentingan lain diluar desa adat.
“Yang tegas, meminta kepada desa adat, yang pertama dresta, awig-awig dan perarem ini jangan sampai hilang. Jangan sampai aliran ini memakai fasilitas desa adat,” tandasnya.
Sementara kalau aliran ini memakai tempat ibadahnya sendiri, ataupun rumah pribadi, pihaknya juga tidak bisa melarang.
“Yang namanya aliran ini memakai tempat ibadahnya atau rumahnya sendiri, itu tidak ada kewenangan dari Giri Prasta untuk melarang.
Tapi, kalau memakai fasilitas umum milik desa adat kita, ya mohon maaf jangan, kan begitu,” pungkasnya.