Bakat seni memang tak bisa lepas kendati harus vakum seperti sekarang ini karena dampak pandemi Covid-19.
Sepi job-job panggung bermain musik, tidak lantas membuat Gede Mardika berhenti berkreasi.
Musisi group band D’yash Souling asal Desa Pemuteran Gerokgak mengisi waktu sehari-hari dengan membuat lukisan bakar (Pirografi).
JULIADI, Gerokgak
SUARA mesin amplas penghalus terdengar kencang menghaluskan sebuah kayu triplek dengan ukuran 25,4 x 30,5 cm
dari gudang semi permanen milik Gede Mardika di Banjar Dinas Pemuteran, Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng.
Dinding tembok terpasang deretan lukisan kayu bakar para pahlawan perjuangan yang gugur membela tanah air. Selain itu deretan kaligrafi foto para aktivitas orde baru.
Gudang yang dulu tempat penyimpanan barang-barang jualan tersebut juga tampak berserakan kayu-kayu limbah bekas.
Seperti papan kayu jati, triplek dan sejumlah alat seni untuk membuat karya lukis kayu bakar.
Sebanyak tiga orang pekerja yang diantara juga personil dari group band D’yash Souling Desa Pemuteran, Gerokgak.
“Sudah sebulan saya geluti lukisan kayu bakar, kaligrafi foto dan pembuatan aquarium mini,” ucap Gede Mardika personil D’yash Souling sembari mempersilahkan Jawa Pos Radar Bali duduk.
Menurutnya, lukisan bakar atau sering disebut pirografi merupakan seni dekorasi dari kayu atau bahan lain.
Dibuat dengan cara gambar dari hasil pembakaran. Alat yang digunakan adalah solder elektrik.
Melukis di atas kayu memang tak semudah melukis diatas kanvas. Kesalahan melukis dengan metode bakar tak mampu dihapus atau rubah. Sehingga harus dibuat ulang kembali.
“Satu lukisan kayu bakar memakan waktu pembuatan setengah hari. Kalau lukisan foto keluarga sehari penuh pengerjaannya,” kata pria yang kerap disapa Dek Mar.
Lanjutnya, dalam memulai lukisan kayu bakar dia harus menyiapkan media papan kayu atau triplek.
Hampir sebagian besar media kayu sebenarnya dapat digunakan untuk media lukis bakar. Namun, bergantung pada tekstur.
Sementara bahan atau media kebanyakan kayu triplek, kayu jati belanda dan bahan palet bekas, bahan-bahan tersebut mudah didapat di desa.
Kayu-kayu yang sudah dihaluskan tersebut perlahan dibentuk sesuai ukuran yang diinginkan. Barulah proses menempel gambar pada media kayu yang akan lukis.
Kemudian mulai ditandai garis dan menggambar dengan menggunakan alat solder elektrik.
“Menggambar bakar tak mudah dibutuhkan ketelitian dan ketenangan. Kesulitan biasanya ada pada mimik wajah atau ekspresi ketika menggambar,” terang Dek Mar.
Diakuinya, ide membuat lukisan bakar muncul hasil tongkrongan bersama muda-mudi desa di depan toko miliknya.
Selain itu melihat peluang waktu ditengah pandemi Covid-19. Karena sepi job-job panggung bermain musik di hotel Pemuteran.
“Disamping itu saya ada bakat seni sejak kecil, sehingga mencoba berkreasi lukis bakar,” tuturnya.
Untuk harga lukisan kayu bakar tergantung ukuran dan detail foto. Dengan ukuran 10 R foto keluarga atau prawedding harga berkisar Rp 300-350 ribu plus bingkai.
Sedangkan satu foto dengan bingkai Rp 200 ribu. Selain lukisan bakar yang ia buat. Dek Mar juga membuat lukisan kaligrafi foto,
ukiran untuk papan nama, tempat handphone dan aquarium mini yang bisa dipajang di ruangan tamu rumah.
“Saat ini pemesanan baru seputaran desa Pemuteran dan wilayah Gerokgak. Kami siap juga pesanan jika berada diluar Pulau Bali,” pungkasnya.(*)